Kerajaan Galuh

Kerajaan Galuh

670–1482
Wilayah Kerajaan Bersatu Sunda dan Galuh
Wilayah Kerajaan Bersatu Sunda dan Galuh
Ibu kota
  • Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis (612-702) [1][2][3]
  • Saunggalah (669-1311)
  • Kawali (1311-1482)
Bahasa yang umum digunakanSunda Kuno, Sanskerta
Agama
• Sunda Wiwitan
• Hindu
• Buddha
• Islam
PemerintahanMonarki
Prabu 
Sejarah 
• Pemisahan diri dari Tarumanegara di bawah Wretikandayun
670
• Penyatuan Sunda dan Galuh di bawah Sri Baduga Maharaja
1482
Mata uangMata uang emas dan perak
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Tarumanagara
krjKerajaan
Sunda
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Tarumanagara 450–900
Kerajaan Kalingga 594–782
Kerajaan Melayu 671–1347
Kerajaan Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Mataram 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1045
Kerajaan Janggala 1045–1136
Kerajaan Kadiri 1045–1221
Kerajaan Singasari 1222–1292
Kerajaan Majapahit 1293–1478
Penyebaran Islam 800–1600
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–1905
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–1860
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–1946
Kesultanan Yogyakarta 1755–1945
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Kemerdekaan
Hari Patriotik 23 Januari 1942 1942
Revolusi Nasional Indonesia 1945–1949
Masa Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Kerajaan Galuh (aksara Sunda: ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ ᮌᮜᮥᮂ) adalah kerajaan bercorak Hindu di Indonesia, yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cisarayu juga Cipamali (Kali Brebes) di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.[4][5][6]

Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, cerita mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama 15 tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.[7]

Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia pada tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Sri Maharaja Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarusbawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Kerajaan Galuh dan Sunda sepakat berbagi wilayah dan menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.

Kerajaan kembar

Wretikandayun mempunyai tiga anak lelaki: Rahiyang Sempakwaja (menjadi resiguru di Galunggung), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), dan Rahiyang Mandiminyak. Setelah menguasai Galuh selama sembilan puluh tahun (612-702), Wretikandayun diganti oleh Rahiyang Mandiminyak, putra bungsunya, sebab kedua kakaknya menjadi resiguru.[8]

Dari Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja mempunyai dua anak: Demunawan dan Purbasora. Akibat tergoda oleh kecantikan iparnya, Mandiminyak sampai terseret ke perbuatan nista, sampai melahirkan Sena (atau Sang Salah).

Sedangkan dari istrinya, Dewi Parwati, putra dari Ratu Sima dan Raja Kartikeyasingha, Mandiminyak mempunyai putra perempuan yang bernama Sannaha. Sannaha dan Sena lantas menikah, dan mempunyai putra yang bernama Rakryan Jambri (atau disebut Sanjaya).

Kakuasaan Galuh yang diwariskan pada Mandiminyak (702-709), kemudian diteruskan oleh Sena. Karena merasa punya hak mahkota dari Sempakwaja, Demunawan dan Purbasora merebut kekuasaan Galuh dari Sena (tahun 716). Akibat terusir, Sena dan keluarganya lantas mengungsi ke Marapi di sebelah timur, dan menikah dengan Dewi Citrakirana, putra dari Sang Resi Padmahariwangsa, raja Indraprahasta.[9]

Raja-raja Galuh

Raja-raja yang pernah berkuasa di Galuh:

  1. Wretikandayun (Rahiyangta ri Menir, 612-702)
  2. Mandiminyak atau Prabu Suraghana (702-709)
  3. Sanna atau Séna/Sannaha (709-716)
  4. Purbasora (716-723)
  5. Rakeyan Jambri/Sanjaya, Rakai Mataram/Harisdarma (723-732); Galuh bersatu dengan Sunda
  6. Tamperan Barmawijaya (732-739)
  7. Sang Manarah (Ciung Wanara) (739-746)
  8. Rakeyan Medang (746-753)
  9. Rakeyan Diwus (753-777)
  10. Rakeyan Wuwus (777-849)
  11. Sang Hujung Carian (849-852)
  12. Rakeyan Gendang (852-875)
  13. Dewa Sanghiyang (875-882)
  14. Prabu Sanghiyang (882-893)
  15. Prabu Ditiya Maharaja (893-900)
  16. Sang Lumahing Winduraja (900-923)
  17. Sang Lumahing Kreta (923-1015)
  18. Sang Lumahing Winduraja (1015-1033)
  19. Rakeyan Darmasiksa (1033-1183)
  20. Sang Lumahing Taman (1183-1189)
  21. Sang Lumahing Tanjung (1189-1197)
  22. Sang Lumahing Kikis (1197-1219)
  23. Sang Lumahing Kiding (1219-1229)
  24. Aki Kolot (1229-1239)
  25. Prabu Maharaja (1239-1246)
  26. Prabu Bunisora (1357-1371)
  27. Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)
  28. Dewa Niskala (1475-1483)
  29. Ningratwangi (1483-1502)
  30. Jayaningrat (1502-1528)
  31. maharaja cipta sanghyang di galuh ( 1528-1595 )

Atau menurut Naskah Wangsakerta daftar lengkap raja-raja yang bertakhta di Kerajaan Galuh antara lain:

  • Sang Wretikandayun (534-592) Saka (S)/ (612/3-670/1) M (Masehi) sebagai Raja Galuh.
  • Sang Mandiminyak/ Suraghana (624-631) Saka/ (702/3-709/10) M.
  • Sang Senna atau Sanna, 631-638 Saka/ (709/10-716/7) M.
  • Sang Purbasura (638-645) Saka/ (716/7-723/4) M.
  • Sang Sanjaya, Rakai Mataram (645-654) Saka/ (723/4-732/3) M, sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Sang Tamperan (654-661) Saka/ (732/3-739/40) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Sang Manarah alias Ciung Wanara (661-705) Saka/ (740-784), sebagai penguasa Galuh.
  • Sang Manisri alias Lutung Kasarung (705-721) Saka/ (783/4-799/800) Masehi sebagai raja Galuh.
  • Sang Tariwulan (721-728) Saka/ (799/800-806/7) sebagai raja Galuh.
  • Sang Welengsa (728-735) Saka (806/7-813/4) M sebagai raja Galuh.
  • Prabhu Linggabhumi (735-774) Saka/ (813/4-852/3) M sebagai raja Galuh.
  • Danghyang Guru Wisuddha (774-842) Saka/ (852/ 3-920/1) M sebagai ratu Galuh.
  • Prabhu Jayadrata (843-871) S/ (921/2-949/50 M sebagai ratu Galuh.
  • Prabhu Harimurtti (871-888) S/ (949/50-966/7) M.
  • Prabhu Yuddhanagara (888-910) S/ (966/7-988/9) M sebagai ratu Galuh.
  • Prabhu Linggasakti (910-934) S/ (988/9-1012/3) M sebagai ratu Galuh.
  • Resiguru Dharmmasatyadewa (934-949) S (1012/3-1027/8) M sebagai raja Galuh.
  • Prabhu Arya Tunggalningrat (987-1013) S/ (1065/6-1091/2) M sebagai raja wilayah Galuh.
  • Resiguru Bhatara Hyang Purnawijaya (1013-1033) S/ (1091-1111) M sebagai ratu Galuh.
  • Bhatari Hyang Janawati (1033-1074) S/ (1111/2-1152/3) M sebagai ratu Galuh dengan ibu kota Galunggung.
  • Prabhu Dharmmakusuma (1074-1079) S/ (1152/3-1157/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.
  • Prabu Guru Darmasiksa (1097-1219) S/ (1157/8-1297/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.
  • Rakeyan Saunggalah (1109-1219) S/ (1167/8-1297/8) M sebagai ratu Galuh, (1219-1225) S/ (1297/8-1303/4) M menjadi Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Maharaja Citragandha (1225-1233) S/ (1303/4¬-1311/2) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Maharaja Linggadewata (1233-1255) S/ (1311/2-1333/4) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Maharaja Ajiguna (1255-1262) S/ (1333/4-1340/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Maharaja Ragamulya (1262-1272) S/ (1340/1¬-1350/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Maharaja Linggabhuwana (1272-1279) S/ (1350/1-1357/8 M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
  • Mangkubhumi Suradhipati (1279-1293) S/ (1357/8-1371/2) M, Maharaja Galuh dan Sunda .
  • Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1293-1397) S/ (1371/2¬-1475/6), penguasa Galuh dan Sunda.
  • Dewa Niskala atau Ningrat Kancana (1397-1404) S/ (1475/6-1482/3 M, sebagai raja Galuh.
  • Prabhu Ningratwangi (1404-1423) S/ (1482/3-1501/2) M, sebagai ratu Galuh mewakili kakaknya, Sri Baduga Maharaja penguasa Galuh dan Sunda.
  • Prabhu Jayaningrat (1423-1450) S/ (1501/2-1528/9) M Prabhu Jayaningrat bukan ratu Galuh terakhir, dan kerajaan Galuh tidak ditaklukkan oleh Kerajaan Cirebon namun Kawali tidak jadi pusat Kerajaan Galuh tetapi berpindah ke Galuh Salawe Pangauban di Cimaragas, Ciamis.
  • Maharaja Cipta Sanghyang di Galuh Salawe ( 1528-1595 ) di Cimaragas, Ciamis. Masa Kerajaan Galuh berakhir pada zaman Mataram 1595 saat itulah raja raja di seluruh pulau Jawa termasuk galuh di turunkan statusnya menjadi kebupatian oleh Mataram.[10].[11]
  • Prabu Cipta Permana (1595-1618) M raja Kerajaan Galuh terakhir? Dapat pula dilihat dalam Daftar Bupati Ciamis dimana Adipati Panaekan (1618 - 1625) M sebagai bupati Galuh pertama (Kerajaan Galuh jadi Kabupaten Galuh sampai tahun 1914) atau Ciamis (nama Kabupaten Ciamis sejak 1916 zaman bupati Aria Sastrawinata yang menjabat tahun 1914 - 1935).[12].[13]

Galuh Kawali sepeninggal Prabu Jayaningrat

Sepeninggal Prabu Jayaningrat, penguasa Galuh Kawali dalam pengaruh Cirebon:

  • Pangeran Dungkut (lungkut) (1528 - 1575 M) putra Lanangbuana, raja kuningan menjadi penguasa Galuh Kawali pengganti Jayaningrat.
  • Pangeran Bangsit (1575-1592 M) disebut juga Mas Palembang putra Pangeran Dungkrut.
  • Pangeran Mahadikusumah/Apun di Anjung (1592 M) putra Pangeran Bangsit.
  • Pangeran Usman (1643) menikahi putri Pangeran Mahadikusumah dan ia yang pertama dimakamkan di situs kawali.
  • Dalem Adipati Singacala (1643-1718 M) putra Adidempul Cicit pangeran Bangsit, menikahi Nyi Anjungsari putri Pangeran Usman.[14]

Sementara di wilayah Galuh lain yaitu Galuh Pangauban (Ciamis Selatan). Nama Galuh muncul lagi yang ingin menjadi Ratu Galuh yang menguasai kerajaan kecil (semacam kandaga lante) tempat Pangauban (perlindungan). Terletak antara Cipamali dan Cisanggarung lalu ke daearah aliran Sungai Citanduy. Kerajaan Galuh yang dirancang oleh Pucuk Umum (Pangauban) dibangun oleh Kamalarang dibantu oleh masyarakat Pakidulan yang tempatnya di tengah hutan berjarak dari laut sepenyirihan (kurang lebih 5 km) luasnya kurang lebih 100 depa persegi (sekitar 1,2 m).[15]

Sekelilingnya dipagar tanaman Haur Kuning yang berduri, sebelah Utara dibuat alun-alun yang luasnya 50 depa persegi, di sebelah Selatan ada tanah kosong seluas 50 deupa persegi. Bangunan keratonnya sangat sederhana tenggaranya didirikan tujuh rumah untuk para menteri dan pegawai negara yang penting. Di sekitar rumpun haur dikelilingi oleh perumahan rakyat yang setia sebanyak 100 orang ditambah oleh rakyat Bagolo serta Kamulyan Maratama, Maradua, dan Maratiga yang setia kepada Prabu Haur Kuning dalam membangun pusat Galuh Pangauban.[16]

Pada tahun 1516 M Pucuk Umum (Pangauban) karena simpati kepada Islam dan ajarannya pernah memimpin pasukan ke Malaka membantu Pati Unus dari Kesultanan Demak atas perintah Raden Patah. Tapi Pucuk Umum tidak mau diangkat menjadi pimpinan Islam karena alasannya harus menyerang kerajaan Pajajaran sedangkan Pajajaran itu adalah eyangnya, akhirnya Pucuk Umum dibuang ke Ujung Kulon bersama istrinya.[17]

Prabu Haur Kuning (1535 – 1580 M) putra Pucuk Umum (Pangauban). Maharaja Cipta Sanghiang (1580 – 1595 M ) putra Prabu Haur Kuning yang menjadi raja Galuh Gara Tengah dengan Gelar Maharaja Prabu Cipta Sanghyang Permana dan termasuk Raja Galuh terakhir yang beragama Hindu jasadnya dilarung di Ciputrapinggan sekarang adalah desa Putrapinggan, Kalipucang, Pangandaran. Prabu Cipta Permana (1595 – 1618 M) Ratu Galuh yang pertama masuk Islam karena menikahi Tanduran Tanjung putri Maharaja Mahadikusumah, penguasa Cirebon di Galuh Kawali.

Sebelum tahun 1596 M Cirebon belum terikat oleh Mataram bahkan daerah Ciamis Utara yang dimaksud utara Citanduy ada di bawah kekuasaan Cirebon termasuk Panjalu, Ciamis.

Wilayah Galuh pada Masa Hindia Belanda

Kabupaten Galuh Ciamis, kejayaan zaman Kangjeng Prabu

Kangjeng Prabu sebagai bupati Galuh yang keenambelas ini paling ternama. Ia mempunyai ilmu yang tinggi dan merupakan bupati pertama di wilayah itu yang bisa membaca huruf latin. Memerintah dengan adil disertai dengan kecintaannya pada rakyat. Empat puluh tujuh tahun lamanya Raden Adipati Aria Kusumadiningrat memimpin Galuh Ciamis (1839-1886).

Pemerintah kolonial saat itu sedang menjalankan Tanam Paksa. Sebetulnya di tatar Priangan sejak tahun 1677 sudah dilaksanakan juga apa yang disebut Preangerstelsel atau sistem Priangan yang berkaitan dengan komoditas kopi. Sampai sekarang terabadikan dalam lagu yang berurai air mata yang bunyinya "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan", gambaran seorang wanita yang sedih berkepanjangan karena ditinggal pujaan hati bekerja dalam tanam paksa. Dari Preangerstelsel, di tempat lain dimekarkan menjadi Culturstelsel. Jelas di Kabupaten Galuh ini bukan cuma komoditas kopi yang dipaksa harus ditanam olah rakyat, tetapi juga nila. Proyek nila ini menimbulkan insiden Van Pabst yang menyebabkan Bupati Ibanagara dicopot dari jabatannya.

Awal Mula adanya Perkebunan Kelapa di Galuh

Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Tentu saja Kangjeng Prabu bersedih hati dan prihatin menyaksikan rakyatnya dipaksa harus menanam kopi dan nila, sementara hasilnya diambil oleh Belanda. Rakyat hanya kebagian mandi keringatnya, cuma kebagian repotnya saja, meninggalkan anak, isteri, dan keluarga, sehari-hari hanya mengurus kebun kopi dan teh. Di zaman tanam paksa kopi inilah saat kelahiran tembang sedih Dengkleung Dengdek. Tertulis dalam majalah Mangle, almarhum Kang Pepe Syafe'i R. A. diminta bercerita saat bersantai di perkebunan Sineumbra di Bandung selatan. Saat itu administratur Mangle adalah Max Salhuteru yang penuh perhatian pada kehidupan budaya tradisional Sunda. Pepe Syafe'i didaulat untuk menceritakan sejarah lahirnya tembang dramatis Deungkleung Dengdek oleh administratur itu.

Kangjeng prabu sendiri menangis dalam hati, tidak tega menyaksikan rakyat tersiksa oleh pemerintah kolonial. Untuk mengurangi nestapa rakyat, agar selama bekerja tanam paksa tidak sampai perasaan kehilangan kerabat itu mengharu biru setiap waktu, dilakukanlah pembangunan berupa pembuatan beberapa saluran air dan bendungan, yang sekarang disebut saluran tersier dan sekunder termasuk dam yang kokoh. Sampai kini masih ada saluran air Garawangi yang dibangun tahun 1839, Cikatomas tahun 1842, Tanjungmanggu yang lebih terkenal dengan sebutan Nagawiru (berarti Naga biru) dibangun tahun 1843, dan saluran air Wangunreja tahun 1862.

Selanjutnya bupati yang kaya akan ilmu pengetahuan dan tidak bisa tidur sebelum berbakti pada rakyat itu membuka lahan persawahan baru dan kebun kelapa di berbagai tempat. Malah untuk sosialisasi kelapa, setiap pengantin lelaki saat seserahan diwajibkan untuk membawa tunas kelapa, yang selanjutnya harus ditanam di halaman rumah tempat mereka mengawali perjalanan bahtera rumah tangga.

Dari zaman Kangjeng prabu, perkebunan kelapa di Galuh Ciamis menjadi sangat subur, dengan produksinya yang menumpuk (ngahunyud) di setiap pelosok kampung. Dalam waktu tak terlalu lama, Ciamis tersohor menjadi gudang kelapa paling makmur di Priangan timur. Banyak pabrik minyak kelapa didirikan oleh para pengusaha, terutama Tionghoa. Yang paling tersohor adalah Gwan Hien, yang oleh lidah orang Galuh menjadi Guanhin. Lalu pabrik Haoe Yen dan pabrik di Pawarang yang terkenal disebut Olpado (Olvado). Olpado ini musnah tertimpa bom saat Galuh dibombadir oleh Belanda. Guanhin juga tinggal nama, demikian juga yang lainnya. Saat ini, minyak kelapa terdesak oleh minyak kelapa sawit dan minyak goreng jenis lainnya.

Pembangunan Sekolah Sunda

Raden Aria Koesoemadininggrat, regent (bupati) Galuh (1879)

Dari tahun 1853 Kangjeng prabu tinggal di keraton Selagangga yang dibuat dari kayu Jati yang kokoh. Luas lahan tempat keraton itu berdiri adalah satu hektare, dengan kolam ikan, air mancur, dan bunga-bunga di pinggirnya. Di bagian lain dari keraton, ada kaputren, tempat para putri Bupati. Di komplek keraton juga ada masjid. Tahun 1872 di komplek keraton ini dibangun Jambansari dan pemakaman keluarga Bupati. Di sebelah timur pemakaman ada situ yang sangat dikeramatkan. Dulu tidak ada yang berani melanggarnya, orang Galuh percaya air situ itu mengandung khasiat seperti yang dituliskan oleh Kangjeng prabu dalam guguritan yang dibuatnya, "Jamban tinakdir Yang Agung, caina tamba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Artinya kurang lebih, "Jamban takdir dari Yang Agung, airnya penyembuh penyakit, amal jariah saya, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning."

Menurut para menak Galuh zaman sekarang, terutama keturunan Kangjeng prabu, zaman dulu guguritan yang disusun dalam pupuh Kinanti ini suka dinyanyikan oleh anak-anak sekolah rakyat. Selain bangunan untuk kepentingan keluarga Bupati, Kanjeng prabu juga membangun gedung-gedung pemerintahan dan sarana lainnya. Antara tahun 1859 sampai 1877 pembangunan berlangsung tanpa henti. Diawali dengan dibangunnya gedung pemerintahan kabupaten yang megah, tepatnya di gedung DPRD sekarang, menghadap utara. Lantas gedung untuk Asisten Residen, yang sekarang menjadi gedung negara atau gedung kabupaten, sekaligus tempat tinggal Bupati sekeluarga. Bangunan lainnya adalah markas militer, rumah pemasyarakatan, masjid agung, gedung kantor telepon.

Tampaknya Kangjeng prabu sama sekali tidak melupakan satu pun kepentingan masyarakat. Pendidikan diutamakan oleh Bupati yang mahir berbahasa Prancis ini. Untuk pendidikan putra-putranya dan kadang keluarga Bupati, sengaja dipanggil guru Belanda J.A.Uikens dan J. Blandergroen ke kantor kabupaten untuk mengajarkan membaca dan berbicara bahasa Belanda. Tahun 1862, Kangjeng Dalem mendirikan Sekolah Sunda. Tahun 1874, Sekolah Sunda yang kedua berdiri di Kawali. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah pertama di Tatar Sunda.

Dalam upaya menyebarkan agama Islam, Kangjeng prabu mempunyai cara-cara tersendiri. Terutama dalam upaya menghilangkan kepercayaan sebagian masyarakat yang masih menyimpan sesembahan berupa arca batu setinggi manusia. Kangjeng prabu sengaja suka mengadakan silaturahmi dan pengajian dengan mengajak serta masyarakat.

Dalam kumpulan seperti itulah ia mengajak rakyatnya supaya mereka setiap akan pergi ke pengajian dan perkumpulan, membawa arca yang ada di rumahnya masing-masing. "Kita satukan dengan arca kepunyaan saya," katanya. Rakyat setuju saja diminta membawa arca seperti itu dan dengan jujur mengakui bahwa di rumahnya memiliki arca. Dengan demikian, tanpa memakan waktu yang lama, sudah tidak ada lagi arca yang disimpan di rumah-rumah rakyat. Masyarakat beribadah dengan sungguh-sungguh memuji keagungan Allah. Islam mekar memancar seputaran Galuh. Sementara arca-arca yang dikumpulkan rakyat, ditumpuk begitu saja di Jambansari. Sekelilingnya ditanami pepohonan yang rimbun. Itu sebabnya sampai sekarang banyak arca di pemakaman Kangjeng prabu di Selagangga.

Kangjeng prabu merupakan Bupati pertama di Tatar Sunda yang bisa membaca aksara latin, juga mempunyai ilmu kebatinan yang tinggi. Menurut ceritera yang berkembang di masyarakat Galuh Ciamis, Kangjeng prabu juga menguasai makhluk gaib yang di Ciamis terkenal disebut onom. Tahun 1861, jalan kereta api akan dibuka untuk melancarkan hubungan antar warga, dari Tasikmalaya ke Manonjaya, Cimaragas, Banjar, terus sampai Yogyakarta. Kangjeng prabu segera mengajukan permohonan, supaya jalan kereta api bisa melewati kota Galuh, pusat kabupaten, dan bukannya melewati Cimaragas - Manonjaya. Biaya pembuatannya memang jadi membengkak sebab perlu dibuat jembatan yang panjang di Cirahong dan Karangpucung. Tetapi akhirnya Belanda menerima permohonan itu. Walaupun stasiun yang dibangun Belanda kini sudah tua, tetapi Ciamis sampai kini dilewati jalan kereta api, di antaranya kereta api Galuh.

Tahun 1886 Kangjeng prabu lengser kaprabon, jabatannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Tapi walaupun sudah pensiun, Kangjeng prabu tidak hanya mengaso sambil ongkang-ongkang kaki di kursi goyang. Ia masih terus berbenah dan membangun Galuh Ciamis. Masih pada zamannya berkuasa, Undang-undang Agraria mulai dipakai, tepatnya tahun 1870. Oleh sebab itu, di Galuh Ciamis banyak perkebunan swasta, di antaranya Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang, dan Sindangrasa.

Tahun 1915 Kabupaten Galuh secara resmi masuk ke Karesidenan Priangan, dan sebutannya menjadi Kabupaten Ciamis. Tanggal 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi tiga provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat dibagi menjadi lima karesidenan, 18 Kabupaten dan enam kotapraja. Ciamis selanjutnya masuk ke Karesidenan Priangan Timur.

Di lokasi keraton Selagangga, Kangjeng prabu juga membuat masjid megah. Orang yang dipercayai untuk mengurus dan menghidupkannya adalah Haji Abdul Karim. Untuk pemekaran agama Islam, Bupati Galuh memerintahkan para Kepala Desa supaya di tiap desanya didirikan masjid, selain untuk ibadah secara umum, juga untuk anak-anak dan remaja belajar mengaji dan ilmu agama. Pendeknya untuk membangun mental spiritual masyarakat. Masjid Selagangga sangat ramai dikunjungi para remaja.

Peninggalan Kangjeng prabu

Namun kini yang ada hanya tinggal makam keluarga dan Jambansari yang tinggal secuil. Situ yang dulu ada di sebelah barat telah tiada bekasnya barang sedikitpun. Padahal dulu ada dua situ, di sebelah barat dan timur. Sekarang sudah berubah menjadi perkampungan. Tanah yang dulu menjadi milik anak dan cucu Christiaan Snouck Hurgronje, sebelah timur tapal batas dengan Jambansari, kini juga sudah menjadi perkampungan.

Pemakaman Kangjeng prabu sampai sekarang masih diurus dan dipelihara oleh Yayasan yang dipimpin oleh Toyo Djayakusuma. Sementara waktu ke belakang, sempat telantar kurang terurus karena tiadanya biaya. Jambansari hampir hilang terkubur ilalang. Maka didatangilah rumah keluarga Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia di Jakarta yang saat itu dijabat Ir. Radinal Muchtar. Oleh keluarga itu kemudian dilakukan pembenahan dan perbaikan serta diangkat lagi martabatnya. Kebetulan isteri dari Radinal masih menak Galuh Ciamis, keturunan Kangjeng prabu. Jadi masih merasa perlu bertanggungjawab untuk memelihara pemakanam dan komplek Jambansari yang oleh rakyat Galuh sangat dimulyakan.

Ada yang sedikit menggores ke dalam rasa dari orang Galuh Ciamis, terutama yang bertempat tinggal di Jalan Selagangga, seputaran komplek pemakanan dan Jambansari, yaitu saat Jalan Selagangga diganti namanya menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan mengikuti nama pimpinan Muhammadiyah. Oleh sebab itu orang Galuh tetap menyebutnya Selagangga, sebab di situ ada peninggalan Kangjeng prabu yang dirasa telah besar jasanya dalam sejarah Galuh Ciamis. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Ahmad Dahlan, mereka meminta bupati untuk mengembalikan nama Jalan Selagangga untuk mengenang Kanjeng prabu yang memiliki keraton di tempat itu, memimpin Galuh dari sana, bahkan dimakamkannya juga di pemakaman Sirnayasa (Jambansari) Selagangga. Mereka merasa tak melihat adanya alasan yang bisa diterima bila Jalan Selagangga harus berganti nama.

Peninggalan Kerajaan Galuh

Keberadaan Kerajaan Galuh diketahui melalui sumber-sumber sejarah baik yang berupa prasasti, candi maupun artefak lainnya.

Candi Cangkuang, salah satu warisan dari Kerajaan Galuh

Prasasti dari masa Kerajaan Galuh

Kepurbakalaan peninggalan Kerajaan Galuh

No. Kawasan Situs Artefak Koordinat
1. Sumedang Gunung Tampomas (Cimalaka) Teras berundak 108°05’BT, 06°47’LS, ±1020m dpl
Batu Kukus
Pabeasan
Astanagede (Darmaraja) Teras Berundak 108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dpl
Embah Jalul
Lembu Agung
Dalem Demang
Astana Cipeueut (Darmaraja) Teras berundak 108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dpl
2. Garut Candi Cangkuang (Pulo-Leles) Struktur bangunan 107°55’BT, 07°06’LS, ±704m dpl
arca Nandi, Siwa,
Siwaguru
Neolitik
Megalitik
Ranca Gabus (Cibeureum) Teras Berundak (di 8 bukit) 107°57’BT, 07°07’LS, ±702m dpl
Pasir Lulumpang (13 teras)
Pasir Kiarapayung (10 teras)
Pasir Tengah (15 teras)
Pasir Kolecer (13 teras)
Pasir Astaria (19 teras)
Pasir Luhur (15 teras)
Pasir Gintung (12 teras)
Pasir Tunjung (19 teras)
3. Tasikmalaya Indihiang struktur bangunan 108°12’BT, 07°11’LS, ±420m dpl
Sisa fondasi
Lingga-yoni
Lumpang, umpak
Batu
4. Ciamis Batu Kalde (Pangandaran) struktur bangunan 108°39’BT, 07°34’LS, ±03m dpl
Kanduruan (Batulawang-Banjar) serakan batu 108°32’ BT, 07°24’LS, ±43m dpl
Menhir
Stone-Cist
Kalipucang struktur batu 108°45’BT, 07°39’LS, ±50m dpl
Arca yoni, Nandi
Lingga
Ronggeng struktur bangunan 108°29’BT, 07°24’LS, ±98m dpl
Lingga, Yoni, Nandi
Karang Kamulyan (Cisaga) Batu Pangcalikan 108°29’BT, 07°21’LS, ±40m dpl
Sanghiyang Bedil
Panyambungan Hayam
Lamban Peribadatan
Cikahuripan
Panyandaan
Sri Bagawat Pohaci
Pamangkonan
Makam Adipati Panaekan
Gunung Padang (Cikoneng) Teras berundak (5 teras) 108°16’BT, 07°17’LS, ±430m dpl
Mata air
Kawali (Kawali) Teras berundak (5 teras) 108°23’BT, 07°11’LS, ±415m dpl
Prasasti batu (6 prasasti)
Batu Tapak
Batu Pangeunteungan
Batu Panyandaan
Batu Panyandungan
Sejumlah besar menhir
Kerakal andesit
5. Kuningan (Ciniru) Sukasari Lapik persegi 108°30' BT, 07° 03' LS, ± 310 m dpl
Yoni, Lumpang
Susukan (Ciawigebang) Lapik persegi 108°34'BT, 06° 57' LS, ± 303 m dpl
Yoni, meja batu (?)
Ciarca (Darma) serakan batu 108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dpl
Lapik, Yoni
menhir
Hululingga Teras berundak 108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dpl

Lihat pula

Bacaan lanjut

  • Atja (1968). Carita Parahiyangan: naskah titilar karuhun urang Sunda abad ka-16 Maséhi. Bandung: Yayasan Kabudayaan Nusalarang. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link) .
  • Ayatrohaedi (2005). Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah Panitia Wangsakerta dari Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  • Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.
  • Ekadjati, Edi S. 1995. Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.
  • Ekadjati, Edi S. 1981. Historiografi Priangan. Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
  • Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
  • Raffles, Thomas Stamford. 1817. The History of Java, 2 vols. London: Block Parbury and Allen and John Murry.
  • Raffles, Thomas Stamford. 2008. The History of Java (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.
  • Z., Mumuh Muhsin. Sunda, Priangan, dan Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat, diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.
  • Uka Tjandrasasmita. (2009). Arkeologi Islam Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia.
  • E. Rokajat Asura. (September 2011). Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Penerbit Edelweiss.
  • Atja, Drs. (1970). Ratu Pakuan. Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.
  • Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). Sadjarah Sunda. Bandung. Ganaco Nv.
  • Joedawikarta (1933). Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah. Pengharepan. Bandoeng,
  • Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II. CV. Satya Historica. Bandung.
  • Herman Soemantri Emuch. (1979). Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis. Universitas Indonesia. Jakarta.
  • Edi S. Ekajati (2005). Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya. ISBN 979-419-329-1. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)

  • Richadiana Kartakusuma (1991). Anekaragam Bahasa Prasastidi Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda. Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Arkeologi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  • Yoséph Iskandar (1997). Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa. Bandung: Geger Sunten. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  • Zamhir, Drs. (1996). Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
  • Sukardja, Djadja. (2003). Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886. Sanggar SGB. Ciamis.
  • Sulendraningrat P.S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah. Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.
  • Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). Kerajaan Carbon 1479-1809. PT. Tarsito. Bandung.
  • Suparman, Tjetje, R. H., (1981). Sajarah Sukapura. Bandung
  • Surianingrat, Bayu., Drs. (1983). Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950. CV.Rapico. Bandung.
  • Soekardi, Yuliadi. (2004). Kian Santang. CV Pustaka Setia.
  • Soekardi, Yuliadi. (2004). Prabu Siliwangi. CV Pustaka Setia.
  • Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
  • Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580. Kujang. Bandung.
  • Winarno, F. G. (1990). Bogor Hari Esok Masa Lampau. PT. Bina Hati. Bogor.
  • Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647. PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.
  • A. Sobana Hardjasaputra, H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda. Pusat Studi Sunda.
  • A. Sobana Hardjasaputra (Ed.). (2008). Sejarah Purwakarta.
  • Nina H. Lubis, Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat. Alqaprint. ISBN 979-95652-4-3.

Linimasa Kerajaan Sunda

Templat:Kerajaan Sunda

Catatan kaki

  1. ^ http://akibalangantrang.blogspot.co.id/2008/09/raja-raja-galuh-1.html
  2. ^ http://galoehsalaka.blogspot.co.id/p/sejarah-kerajaan-galuh-ciamis.html
  3. ^ https://1000000inspirasi.wordpress.com/2012/02/07/kawali-ibukota-kerajaan-galuh-buyut-prabu-siliwangi/
  4. ^ Wangsit Siliwangi, diakses 13 Feb 2015
  5. ^ Universitas Galuh, diakses 13 Feb 2015
  6. ^ "Prabu Galuh Pakuan, diakses 13 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-13. Diakses tanggal 2015-02-13. 
  7. ^ Galoeh Salaka, diakses 13 Feb 2015
  8. ^ "Kidnesia, diakses 13 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-13. Diakses tanggal 2015-02-13. 
  9. ^ "Prabu Galuh Pakuan, diakses 13 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-13. Diakses tanggal 2015-02-13. 
  10. ^ http://www.wisataciamis.info/2015/11/kisah-tragis-adipati-panaekan.html/ Diarsipkan 2016-07-07 di Wayback Machine. Setelah pusat Kerajaan Kawali Jatuh tahun 1570 M, pusat Kerajaan baru bergeser ke Galuh Pangauban yang berdiri sejak 1530 M, rajanya Prabu Haur Koneng memiliki tiga orang putra yang bernama Maharaja Upama (penguasa Galuh Pangauban menggantikan ayahnya di Putrapinggan, Kalipucang, Pangandaran) sekarang, Maharaja Sanghyang Cipta (Kerajaan Galuh Salawe, Cimaragas) dan Sareuseupan Agung (raja di wilayah Cijulang)
  11. ^ http://www.diciamis.com/situs-sang-hyang-cipta-permana-prabudigaluh-salawe.php
  12. ^ Prabu Sangyang Cipta punya tiga anak, yaitu: (1) Prabu Cipta Permana, penguasa Galuh Gara Tengah (anak kedua) Cineam, Tasikmalaya, Prabu Cipta permana menikahi Putri Penguasa Kawali, Tanduran Tanjung dan berputra Ujang Ngoko alias Adipati Panaekan; (2) Putri Tanduran Ageung (anak tertua) yang menikah dengan Adipati Galuh Kertabumi, Rangga permana di Cijeungjing, Ciamis; (3) Sanghyang Permana (anak ketiga) di Galuh Kawasen, Banjarsari, Ciamis sekarang.
  13. ^ http://prabudigaluh-salawe.blogspot.co.id/2014/05/riwayat-singkat-maharaja-cipta-prabu.html
  14. ^ http://ikerosmiati.blogspot.co.id/2012/10/situs-astana-gede-kawali.html
  15. ^ http://kumpulan-puisi-cinta-terbaru.blogspot.com/2013/02/sejarah-cijulang-dalam-konteks-makro.html
  16. ^ abc Djadja Sukardja, 1999: 1-2
  17. ^ http://wisatacijulang.blogspot.com/2009/12/1.html
  • l
  • b
  • s
Topik mengenai Ciamis
Sejarah
Kebudayaan
Objek wisata dan
Markah tanah
Geografi
Politik
Pendidikan
  • Universitas Galuh
  • Institut Agama Islam Darussalam
  • Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Ma'arif
  • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
  • Sekolah Tinggi Agama Islam Putra Galuh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Galuh
  • Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Ar-Risalah
  • Sekolah Tinggi Hukum Galuh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Sirnarasa
Kesehatan
Rumah Sakit
  • RSUD Kabupaten
  • RSUD Kawali
  • RSUD Bunda Asih
  • RS Al-Arif
  • RS Permata Bunda
  • RS Orthopaedi
  • RS Bersalin Harapan Bunda
  • RSU Nirmala
  • Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga
Puskesmas
  • Banjarsari
  • Ciulu
  • Cigayam
  • Lakbok
  • Sidaharja
  • Ciawitali
  • Pamarican
  • Kertahayu
  • Janggala
  • Cimaragas
  • Cijeungjing
  • Handapherang
  • Cisaga
  • Tambaksari
  • Rancah
  • Rajadesa
  • Margahaja
  • Ciamis
  • Imbanagara
  • Baregbeg
  • Sindangkasih
  • Mandalika
  • Cihaurbeuti
  • Sukamulya
  • Sadananya
  • Cipaku
  • Cieurih
  • Jatinagara
  • Gardujaya
  • Panawangan
  • Kawali
  • Lumbung
  • Kawalimukti
  • Panjalu
  • Sukamantri
  • Panumbangan
  • Payungsari
Kuliner
Stasiun kereta api
Olahraga
  • Category Kategori
  • Commons page Commons