Abdul Wahab Chasbullah

(Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)
Infobox orangAbdul Wahab Chasbullah

Biografi
Kelahiran31 Maret 1888
Jombang
Kematian29 Desember 1971 (83 tahun)
Kegiatan
Murid dariMuhammad Kholil al-Bangkalani dan Raden Asnawi
Penghargaan
  •  Pahlawan Nasional Indonesia

KH Abdul Wahab Chasbullah (31 Maret 1888 – 29 Desember 1971) adalah Pahlawan Nasional Indonesia,[1] dan salah satu pendiri Nahdatul Ulama (NU). Ia adalah pengarang lagu Yaa Lal Wathan yang banyak dilantunkan warga NU.[2]

Kehidupan Awal

Abdul Wahab Chasbullah lahir pada tanggal 31 Maret 1888 di Jombang. Ia adalah putra dari pasangan KH Hasbullah Said yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren (PP) Tambakberas Jombang, dan Nyai Latifah. Ia mengenyam pendidikan di PP Langitan Tubah, PP Mojosari Nganjuk, PP Tawangsari Sepanjang, berguru pada Syekh Kholil al-Bangkalani Madura, dan PP Tebuireng Jombang di bawah kepengurusan KH Hasyim Asy'ari. Ia juga menimba ilmu dari Muhammad Mahfudz at-Tarmasi dan Syekh Said al-Yamani.[3]

Lagu "Syubbanul Wathon"

Lagu "Syubbanul Wathan" atau yang popular di sebut lagu "Yaa Lal Wathan" diciptakan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah saat mendirikan organisasi gerakan bernama Syubanul Wathan tahun 1916 (sepuluh tahun sebelum Jami’iyyah Nahdlatul Ulama berdiri).[2]

Mars Syubbanul Wathan (bahasa Indonesia; Cinta Tanah Air) Yaa Lal Wathon – Hubbul Wathon Minal Iman, Karya: KH. Abdul Wahab Chasbullah (1934) (Ijazah KH. Maemon Zubair Tahun 2012). Muslim TV, Ajwa TV & Radio Syiartauhid Depok yang dinyanyikan oleh Uin Sunan Ampel memainkan lagu penutup di akhir siaran.

ياَ لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon

حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ
Hubbul Wathon minal Iman

وَلاَتَكُنْ مِنَ الْحِرْماَنْ
Wala Takun minal Hirman

اِنْهَضوُا أَهْلَ الْوَطَنْ
Inhadlu Alal Wathon

اِندُونيْسِياَ بِلاَدى
Indonesia Biladi

أَنْتَ عُنْواَنُ الْفَخَاماَ
Anta ‘Unwanul Fakhoma

كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْماَ
Kullu May Ya’tika Yauma

طَامِحاً يَلْقَ حِماَمًا
Thomihay Yalqo Himama

Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku

Indonesia Negeriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa Datang Mengancammu
Kan Binasa di bawah durimu.[4]

Keluarga

Ayah KH Abdul Wahab Hasbullah adalah KH Hasbulloh Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah.

Kiai Wahab wafat 29 Desember 1971 dan Makam Kiai Wahab terletak di komplek[5] Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, tepatnya di sisi barat Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang.

KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan pahlawan Nasional dan Ulama inspirator, salah satu pendiri dan penggerak organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga merupakan santri kinasih dari KH M Hasyim Asyari. Kiai Wahab tercatat pernah menjadi lurah[6] Pesantren Tebuireng.

Makam Kiai Wahab terus mengalami renovasi demi kenyaman pengunjung. Pemerintah Kabupaten Jombang juga punya perhatian khusus ke sosok Kiai Wahab. Makam ini memiliki parkir yang dan tempat istirahat.

Makam KH Abdul Wahab Chasbullah buka selama 24 jam dan terbuka untuk umum. Di masa pandemi Covid-19 ini juga masih buka, hari jumat dan di akhir pekan makam Kiai Wahab selalu dipadati peziarah

Pendidikan

Ia juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah, Perti dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan, Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari[7]. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Mekkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.

Aktivitas di Nahdatul Ulama

KH. Abdul Wahab Hasbulloh merupakan bapak Pendiri NU Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Ia juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.

Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz yang menemui Raja Arab Saudi. Amalan yang selalu KH Wahab baca yaitu Huwal Habib, bagian dari Salawat Burdah[8]. KH. Abdul Wahab Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.

Pelopor Kebebasan Berpikir

KH. A. Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH. A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Ia merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914.

Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.[butuh rujukan]

Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.[9]

Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang). Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpentingnya kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.[butuh rujukan]

Pernah suatu ketika Kiai Wahab[10] didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu datang kepada Kyai Bisri Syansuri. “Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri. Akan tetapi Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir juga. Tentu saja jawaban Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban. Kemudian oleh Kyai Wahab dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang kecil tadi belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru kyai Wahab.[butuh rujukan]

Dari sekelumit cerita di atas tadi, kita mengetahui dengan jelas bahwa seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kiai Wahab menggunakan kaidah Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.[butuh rujukan]

Seorang Inspirator GP Ansor

Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul wahab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).[butuh rujukan]

Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).[butuh rujukan]

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah Diarsipkan 2020-06-10 di Wayback Machine. —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta teladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan

Dalam budaya populer

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "Ini Kiprah 4 Pahlawan Nasional yang Baru Dinobatkan Tahun Ini". detik.com. Diakses tanggal 2024-04-06. 
  2. ^ a b Syarah Dan Tahqiq Lagu Syubbanul Wathan. nu.or.id. Diakses tanggal 2024-04-06. 
  3. ^ "Biografi KH Wahab Chasbullah". detik.com. Diakses tanggal 2024-04-06. 
  4. ^ "Lirik Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) – Yaa Lal Wathon – Hubbul Wathon Minal Iman". Blog Pecinta Sholawat. 2017-04-26. Diakses tanggal 2018-03-03. 
  5. ^ Abdurrahman, Syarif (2021-10-23). "Makam Ulama Jombang, Nomor Dua Tokoh Hebat". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  6. ^ Abdurrahman, Syarif (2021-06-22). "Santri Tebuireng: KH Abdul Wahab Hasbullah". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  7. ^ Abdurrahman, Syarif (2022-06-12). "Abdul Wahab, Santri Tebuireng yang Merubah Dunia". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  8. ^ Abdurrahman, Syarif (2023-01-17). "Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  9. ^ Sugiarto dkk, R. Toto (2021). Siti Hartinah (1923-1996) hingga Jenderal Sudirman (1916-1950). Hikam Pustaka. hlm. 13.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  10. ^ Sugendal, Zainuddin (2021-09-06). "Kiai Wahab Hasbullah; Ahli Diplomasi dan Saudagar". Tebuireng Initiatives. Diakses tanggal 2023-01-21. 
  1. Mengenal KH. Abdul Wahab Hasbullah Diarsipkan 2020-06-10 di Wayback Machine.
Jabatan organisasi Islam
Didahului oleh:
Hasyim Asy'arie
Rais Am Syuriah PB Nahdlatul Ulama
1947-1971
Diteruskan oleh:
Bisri Syansuri
  • l
  • b
  • s
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Kemerdekaan
Revolusi
Pergerakan
Sastra
Seni
Pendidikan
Integrasi
Pers
Pembangunan
Agama
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Syaifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s
Ulama-Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i
Abad ke-3 H
Imam Asy-Syafi'i (wafat 204 H)  • Imam Ahmad (wafat 241 H)  • Imam Bukhari (wafat 256 H)  • Imam Abu Dawud (wafat 275 H)  • Imam At-Tirmidzi (wafat 279 H)  • Syeikh Juneid al-Bagdadi (wafat 298 H)
Abad ke-4 H
Imam An-Nasa'i (wafat 303 H)  • Abu Hasan al Asy'ari (wafat 324 H)  • Ibnul Haddad (wafat 345 H)  • Ar-Razi (wafat 347 H)  • Ibnul Qathan (wafat 359 H)  • Ibnul Bahran (wafat 361 H)  • Al-Qaffal al-Kabir (wafat 366 H)  • Ad-Daruquthni (wafat 385 H)  • Al-Isma'ili (wafat 392 H)  • Al-Qadhi Al-Jurjani (wafat 392 H)  • As-Susi (wafat 396 H)  • Ibnu Laal (wafat 398 H)
Abad ke-5 H
Al-Lalika'i (wafat 416 H)  • Al-Mawardi (wafat 450 H)  • Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H)
Abad ke-6 H
Imam Al-Ghazali (wafat 505 H)  • Imam Al-Baghawi (wafat 516 H)  • Ibnu Asakir (wafat 576 H)  • Abu Syuja (wafat 593 H)
Abad ke-7 H
Al-Mundziri (wafat 656 H)  • Imam An-Nawawi (wafat 676 H)  • Imam Ar-Rafi'i (wafat 623 H)  • Ibnu Malik (wafat 672 H)  • Al-Baidhawi (wafat 691 H)  • Syaikh Ibrahim ad Dasuqi (wafat 696 H)
Abad ke-8 H
Ibnu Katsir (wafat 774 H)  • Ibnu Daqiq al-Ied (wafat 702 H)  • Quthbuddin asy-Syirazi (wafat 710 H)  • Taqiyuddin as-Subki (wafat 756 H)  • Az-Zarkasyi (wafat 794 H)
Abad ke-9 H
Ibnu Al-Mulaqqin (wafat 804 H)  • Ibnu Ruslan (wafat 844 H)  • Ibnu Hajar Al 'Asqalani (wafat 852 H)  • Jalaluddin al-Mahalli (wafat 864 H)  • Imamul Kamiliyah (wafat 874 H)
Abad ke-10 H
Jamaluddin An-Nasyiri (wafat 911 H)  • Imam As-Suyuthi (wafat 911 H)  • Jalaluddin al-Karaki (wafat 912 H)  • Ibnu Abi Syarif (wafat 923 H)  • Abul Fatah al-Mishri (wafat 963 H)  • Hasanuddin (wafat 964 H)  • Ibnu Qassim al-'Ubaidi (wafat 994 H)  • Mirza Makhdum (wafat 995 H)
Abad ke-11 H
Nuruddin al-Raniri (wafat 1068 H)  • Syamsuddin as-Syaubari (wafat 1069 H)  • Syihabuddin al-Qaliyubi (wafat 1070 H)  • Abdul Birri al-Ajhuri (wafat 1070 H)  • Al-'Urdli (wafat 1071 H)  • Ibnu Jamal al-Makki (wafat 1072 H)  • Al-Qinai (wafat 1073 H)  • Ibrahim al-Marhumi (wafat 1073 H)  • Muhammad al-Bathini (wafat 1075 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1078 H)  • Ibrahim al-Maimuni (wafat 1079 H)  • Abdul Qadir as-Shafuri (wafat 1081 H)  • Ibnu Jam'an (wafat 1083 H)  • Ibrahim al-Khiyari (wafat 1083 H)  • Al Kurdi (wafat 1084 H)  • 'Al al-Ayyubi (wafat 1086 H)  • Muhammad al-Bakri (wafat 1087 H)  • Abdul Rauf al-Fanshuri (wafat 1094 H)
Abad ke-12 H
Abdullah bin Alawi al-Haddad (wafat 1123 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1145 H)  • Al 'Ajaluni (wafat 1148 H)  • Hasan al-Bani (wafat 1148 H)  • As-Safar Jalani (wafat 1150 H)  • Ad-Diri (wafat 1151 H)  • As-Suwaidi (wafat 1143 H)  • Zainuddin ad-Dirbi (wafat 1155 H)  • Al-Busthami (wafat 1157 H)  • Athaulah al-Azhari (wafat 1161 H)
Abad ke-13 H
Abdus Shamad al-Falimbani (wafat 1203 H)  • Muhammad Arsyad al-Banjari (wafat 1227 H)  • Al-Yamani (wafat 1201 H)  • Ahmad al-Khalifi (wafat 1209 H)  • Al-Baithusyi (wafat 1211 H)  • At-Takriti (wafat 1211 H)  • Ibnu Jauhari (wafat 1215 H)  • Ad-Damanhuri (wafat 1221 H)
Abad ke-14 H
Abdul Karim Tebuwung (wafat 1313 H)  • Nawawi al-Bantani (wafat 1315 H)  • Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1334 H)  • Muhammad Saad Munqa (wafat 1339 H)  • Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi (wafat 1351 H)  • Syeikh Khatib 'Ali (wafat 1353 H)  • Muhammad Jamil Jaho (wafat 1360 H)  • Hasjim Asy'ari (wafat 1367 H)  • Abdul Wahid Tabek Gadang (wafat 1369 H)  • Musthafa Husein al-Mandili (wafat 1370 H)  • Dimyathi Syafi'ie (wafat 1378 H)  • Abdul Qadir bin Abdul Mutalib al-Mandili (wafat 1385 H)  • Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (wafat 1388 H)  • Habib Salim bin Djindan (wafat 1389 H)  • Sulaiman ar-Rasuli (wafat 1390 H)  • Abdul Wahab Hasbullah (wafat 1391 H)  • Al-Habib Ali bin Husein al-Attas (wafat 1396 H)
Abad ke-15 H
Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (wafat 1410 H)  • Muhammad Zaini Abdul Ghani (wafat 1426 H)  • Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa (wafat 1434 H)  • Sahal Mahfudz (wafat 1435 H)  • Wahbah al-Zuhayli (wafat 1436 H)
Cetak tebal adalah yang sangat terkemuka di zamannya, metode penentuan abad seorang ulama dengan tahun kematiannya, Lihat Panduan Penggunaan