Sulaiman Ar-Rasuli

Infobox orangSulaiman Ar-Rasuli

Biografi
Kelahiran10 Desember 1871
Candung
Kematian1r Agustus 1970 (98 tahun)
Candung
Anggota Konstituante Republik Indonesia
9 November 1956 – 20 Juli 1957 – Kuasini Sabil →
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau

Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang juga dikenal sebagai Inyiak Canduang (10 Desember 1871 – 1 Agustus 1970) adalah seorang ulama Minangkabau yang mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Ia dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.[1]

Latar belakang dan pendidikan

Sulaiman lahir di Candung pada 10 Desember 1871 dari pasangan Muhammad Rasul Tuanku Mudo dan Siti Buliah. Ia memperoleh pendidikan agama pertama dari ayahnya yang merupakan guru agama di Surau Tangah. Kakek Sulaiman dari pihak ayah, Tuanku Nan Paik, juga merupakan ulama di Candung.[2]

Pada 1881, ia belajar al-Qur'an kepada Syekh Abdurrahman dan Syekh Muhammad Arsyad di Batuhampar. Dua tahun kemudian, ia merantau ke Biaro untuk belajar bahasa Arab kepada Syekh Abdussamad Tuanku Samiak. Ketika Tuanku Samiak tidak mengajar karena berangkat haji, Sulaiman berguru kepada Syekh Muhammad Ali Tuanku Kolok, Syekh Muhammad Salim Sungai Dareh, dan Syekh Abdussalam Banuhampu. Pada 1890, Sulaiman belajar fikih, usul fikih, tafsir al-Qur'an, tauhid, dan lain-lain kepada Syekh Abdullah di Halaban, kemudian mengajar di surau gurunya sejak 1896.[3]

Pada 1902, Sulaiman kembali ke Canduang untuk mengajar di sana sampai ia berangkat haji pada 1903. Di Makkah, ia belajar kepada beberapa ulama di sana selama empat tahun. Beberapa ulama yang menjadi guru Sulaiman antara lain Syekh Ahmad Khatib al-Minankabawi, Syekh Mukhtar Atarid al-Bughuri, Syekh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syekh Ahmad Syata al-Makki, Syekh Ali al-Kalantani, Syekh Usman as-Sarawaqi, Syekh Said al-Yamani, dan Syekh Ahmad al-Fatani.[4][5]

Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syekh Sulaiman kembali ke Minangkabau dan membuka halakah di Surau Baru, Candung pada 1908.[6] Pada 1923, Syekh Sulaiman kembali ke Batuhampar untuk bersuluk di bawah bimbingan Syekh Muhammad Arsyad. Dari Syekh Arsyad, Syekh Sulaiman memperoleh ijazah mursyid Naqsyabandiyah.[7]

Perjuangan

Masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang

Duduk dari kanan: Syekh Daud Rasyidi, Syekh Djamil Djambek, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Inyiak Canduang), Syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek), Syekh DR. Abdullah Ahmad

Syekh Sulaiman ar-Rasuli pernah bergabung ke beberapa organisasi yang berkembang di Minangkabau waktu itu. Pada 1918, ia menjabat sebagai ketua cabang Syarikat Islam di Candung-Baso.[8] Pada 1921, ia ikut serta dalam pembentukan Ittihad Ulama Sumatera yang didirikan oleh Syekh Muhammad Saad Mungka bersama ulama Kaum Tua lainnya.[9]

Pada 1928, Syekh Sulaiman bersama Syekh Abbas Ladang Lawas, Syekh Muhammad Jamil Jaho, dan lain-lain mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Organisasi ini dibentuk sebagai wadah bagi beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) di Minangkabau, termasuk di antaranya adalah MTI Candung pimpinan Syekh Sulaiman.[10]

Setelah Jepang masuk ke Hindia Belanda, Syekh Sulaiman beserta beberapa ulama dari Kaum Muda dan Kaum Tua membentuk Majelis Islam Tinggi Minangkabau pada 1943. Susunan pengurus terdiri dari Syekh Sulaiman ar-Rasuli sebagai ketua umum, H. Abdul Gaffar Jambek sebagai ketua I, H. Mansur Daud Dt. Palimo Kayo sebagai sekretaris umum, H. Mahmud Yunus sebagai ketua dewan pengajaran, serta H. Ahmad Rasyid St. Mansur sebagai perwakilan Muhammadiyah dan H. Sirajuddin Abbas sebagai perwakilan Perti.[11] Syekh Sulaiman juga hadir sebagai wakil Minangkabau dalam konferensi alim ulama di Singapura pada 1943.[8]

Masa kemerdekaan

Pada 22-24 Desembe 1945, pengurus Perti mengadakan kongres di Bukittinggi. Kongres itu menghasilkan putusan untuk menjadikan Perti sebagai partai politik bernama Partai Islam Perti (PI Perti).[12] Pada saat kongres itu juga, Inyiak Canduang selaku Penasihat Tertinggi PI Perti membentuk Lasykar Muslimin Indonesia dan Lasykar Muslimat sebagai barisan pejuang Perti selama revolusi nasional.[13]

Pada Pemilu 1955, Syekh Sulaiman ar-Rasuli terpilih sebagai anggota Konstituante dari Perti.[14] Pada sidang pertama Konstituante tanggal 10 November 1956, ia terpilih menjadi ketua sidang tersebut.[15]

Syekh Sulaiman yang sebelumnya dikenal sebagai ahli fikih dan pernah menjadi kadi di Candung pada 1917-1944[8] dilantik menjadi Ketua Mahkamah Syar'iyah Sumatra Tengah oleh pemerintah di Bukittinggi pada 17 Januari 1947. Ia memegang jabatan tersebut sampai 1958.[16]

Syekh Sulaiman ar-Rasuli wafat pada 1 Agustus 1970. Ribuan pelayat hadir dalam pemakaman Syekh Sulaiman di MTI Candung. Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain, menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda berduka cita.[17] Kepemimpinan MTI Candung selanjutnya dipegang oleh anaknya, Buya H. Baharuddin ar-Rasuli, yang sudah memimpin pesantren sejak 1965.[18]

Pandangan

Kaum Tua

Selama perdebatan Kaum Tuo-Kaum Mudo di Minangkabau, Syekh Sulaiman ar-Rasuli berada di pihak Kaum Tua. Kaum Tua berbeda dengan Kaum Muda dalam beberapa pendapat seperti kunut subuh, kenduri kematian, barzanji maulid Nabi, taklid mazhab Syafi'i, ziarah kubur, dan lain-lain.[19] Inyiak Canduang menulis beberapa uraian tentang uṣallī sebelum takbir,[20] penerjemahan al-Qur'an,[21] akidah Asy'ari[22] serta bantahan terhadap Ahmadiyah,[23] dan lain-lain.

Sebagai ulama Naqsyabandi, Syekh Sulaiman ar-Rasuli juga menjadi pembela tarekat tersebut. Ia menulis beberapa hujah dan dalil yang mendukung amalan rābiṭah dan zikir-zikir Naqsyabandiyah.[24][25] Di sisi lain, ia juga mengkritik beberapa pandangan tokoh tarekat lain yang tak sesuai dengan fikih dan akidah Sunni, seperti dalam perseteruannya dengan Haji Jalaluddin, tokoh PPTI.[26]

Adat Minangkabau

Dibandingkan dengan ulama Minangkabau lainnya pada zaman itu, Syekh Sulaiman ar-Rasuli menerbitkan banyak tulisan tentang adat Minangkabau. Ia memiliki andil besar dalam memperkenalkan kembali pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah selama diskursus antara penghulu adat dengan alim ulama pada abad ke-20.[27] Ia tercatat pernah memberikan ceramah tentang adat dan syarak di Gunung Sahilan, Taluk Kuantan, dan Pulau Gadang.[28] Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu, ahli adat Minangkabau dan salah satu pendiri Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau, adalah murid Inyiak Canduang.[29][30]

Kehidupan pribadi

Semasa hidup, Sulaiman Ar-Rasuli telah menikah 17 kali. Istri-istrinya yakni Shafiyah, Hasanah, Raudhah, Rawasah, N.N, Salehah, Lambok, Rakena, Rakimah, Fatimah, Dalipah, Nurilah, Rugayah, Jailan, Fatimah, Jalisam, dan Alamsiyah. Ke-17 istri itu tidak dinikahinya secara bersamaan, karena di antara mereka ada yang diceraikan, baik cerai mati maupun cerai hidup.[31][32]

Sulaiman Ar-Rasuli dikarunai 19 anak selama pernikahannya. Di antara anaknya yang menjadi ulama yakni Baharuddin Arrasuli, Syahruddin Arrasuli, dan Muhammad Noer Arrasuli.

Karya tulis

Berikut beberapa karya tulis Syekh Sulaiman ar-Rasuli:[33][17]

  • Aqwāl al-‘Āliyah fī Ṭarīqah an-Naqsyabandiyyah
  • Aqwāl al-Marḍiyyah
  • Aqwāl al-Wāsiṭah fī aż-Żikr wa ar-Rābiṭah
  • Tablīgh al-Amānāt
  • Ṡamarah al-Iḥsān
  • Jawāhir al-Kalāmiyyah
  • Dawā’ al-Qulūb
  • Sabīl as-Salāmah
  • Qaul al-Bayān
  • Enam Risalah
  • Nasihat Maulana Syekh Sulaiman ar-Rasuli
  • Pedoman Islam
  • Pedoman Puasa
  • Asal Pangkat Penghulu dan Pendiriannya
  • Keadaan Minangkabau Dahulu dan Sekarang
  • Mari Bersatu dengan Adat dan Syarak (tulisan-tulisan di Harian Haluan pada 16-19 April 1951)
  • Pedoman Hidup di Alam Minangkabau
  • Pertalian Adat dan Syarak di Minangkabau
  • Sari Pati Sumpah Sati Bukit Marapalam

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Kosim 2014, hlm. 237.
  2. ^ Rusli 1978, hlm. 5.
  3. ^ Ilyas 1995, hlm. 4.
  4. ^ Ilyas 1995, hlm. 5.
  5. ^ Kosim 2015, hlm. 24.
  6. ^ Kosim 2013, hlm. 21.
  7. ^ Latief 1988, hlm. 326.
  8. ^ a b c Kosim 2015, hlm. 25.
  9. ^ Koto 2012, hlm. 30.
  10. ^ Koto 2012, hlm. 31-32.
  11. ^ Ilyas 1995, hlm. 9.
  12. ^ Departemen Penerangan RI 1954, hlm. 431.
  13. ^ Departemen Penerangan RI 1953, hlm. 554.
  14. ^ "Sjech Sulaiman Ar-Rasuli - Perti (Pergerakan Tarbiyah Indonesia) - Member Profiles". Konstituante.Net. Diakses tanggal 5 Februari 2023. 
  15. ^ Chaniago 2010, hlm. 475.
  16. ^ Latief 1988, hlm. 83.
  17. ^ a b Kosim 2015, hlm. 26.
  18. ^ Lembaga Pemilihan Umum 1972, hlm. 295.
  19. ^ Hamka 1982, hlm. 102-104.
  20. ^ ar-Rasuli 1920, hlm. 111-119.
  21. ^ ar-Rasuli 1920, hlm. 120-126.
  22. ^ ar-Rasuli 1927.
  23. ^ ar-Rasuli 1933.
  24. ^ ar-Rasuli 1925.
  25. ^ ar-Rasuli 1924, hlm. 29.
  26. ^ ar-Rasuli 1954.
  27. ^ Asnan 2003, hlm. 308.
  28. ^ Rusli 1978, hlm. 27-28.
  29. ^ Suryadi, Surya (2 Januari 2018). "Minang saisuak #324: Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu: 'Perpustakaan' Budaya Tinggi Minangkabau". Dr. Suryadi. Diakses tanggal 4 Februari 2023. 
  30. ^ Putra, Apria (9 Desember 2019). "Forum Diskusi Ulama-ulama Minangkabau". Tarbiyah Islamiyah. Diakses tanggal 4 Februari 2023. 
  31. ^ Shofa, Ida Kurnia; Chairinisa, Putri Evta (2022). "POLYGAMY IN MINANGKABAU TAFSIR: A COMPARATIVE STUDY OF THE THOUGHTS OF SULAIMAN AR-RASULI AND BUYA HAMKA". Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (dalam bahasa Inggris). 10 (2): 349–368. doi:10.21274/kontem.v10i2.7249. ISSN 2580-6866. 
  32. ^ http://e-campus.iainbukittinggi.ac.id/ecampus/AmbilLampiran?ref=98489&jurusan=&jenis=Item&usingId=false&download=false&clazz=ais.database.model.file.LampiranLain
  33. ^ Departemen Agama RI 2008, hlm. 122.

Daftar pustaka

  • Asnan, Gusti (2003). Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau. ISBN 9799740703. 
  • Chaniago, Hasril (2010). 101 Orang Minangkabau di Pentas Sejarah. Padang: Yayasan Cinta Budaya Indonesia. ISBN 978-979-3478-19-7. 
  • Departemen Agama Republik Indonesia (2008). Direktori Tokoh Ulama Indonesia. Jakarta. 
  • Hamka (1982). Ayahku. Jakarta: Umminida. 
  • Ilyas, Yusran (1995). Syekh H. Sulaiman ar-Rasuli: Profil Ulama Pejuang. Padang: Sarana Grafika. 
  • Kementerian Penerangan Republik Indonesia (1953). Republik Indonesia: Propinsi Sumatera Tengah. Jakarta. 
  • Kementerian Penerangan Republik Indonesia (1954). Kepartaian dan Parlementaria Indonesia. Jakarta. 
  • Kosim, Muhammad (2013). "Tradisi Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Sumatera Barat". at-Tarbiyah: Jurnal Pendidikan Islam UIN Imam Bonjol. 4 (1): 21–45. 
  • Kosim, Muhammad (2015). "Syekh Sulaiman al-Rasuli, Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural". Turāst: Jurnal Penelitian & Pengabdian UIN Imam Bonjol. 3 (1): 23–41. 
  • Koto, Alaidin (2012). Persatuan Tarbiyah Islamiyah: Sejarah, Paham Keagamaan, dan Pemikiran Politik 1945-1970. Jakarta: Rajawali Pers. ISBN 978-602-425-230-4. 
  • Latief, Mohammad Sanusi (1988). Gerakan Kaum Tua di Minangkabau. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah. 
  • Lembaga Pemilihan Umum (1972). Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971. Jakarta. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1920). Enam Risalah. Fort de Kock: Drukkerij Agam. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1924). Dawā’ al-Qulūb fī Qiṣṣah Yūsuf wa Ya‘qūb (dalam bahasa Arab). Fort de Kock: Maṭba‘ah Islāmiyyah. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1925). Aqwāl al-Wāsiṭah fī aż-Żikr wa ar-Rābiṭah (dalam bahasa Arab). Fort de Kock: Maṭba‘ah Islāmiyyah. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1927). al-Jawāhir al-Kalāmiyah fī Bayān ‘Aqā’id al-Īmāniyah (dalam bahasa Arab). Fort de Kock: Maṭba‘ah Islāmiyyah. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1933). al-Aqwāl al-Marḍiyyah (dalam bahasa Arab). Fort de Kock: Maṭba‘ah Islāmiyyah. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1954). Tablīgh al-Amānāt fī Izalah al-Munkarāt wa asy-Syubuhāt. Bukittinggi: Nusantara. 
  • Rusli, Baharuddin (1978). Ayah Kita. Bukittinggi. 
Jabatan organisasi Islam
Didahului oleh:
tidak ada
Ketua PMTI
1928-1930
Diteruskan oleh:
Sulthani Abdullah
  • l
  • b
  • s
Ulama-Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i
Abad ke-3 H
Imam Asy-Syafi'i (wafat 204 H)  • Imam Ahmad (wafat 241 H)  • Imam Bukhari (wafat 256 H)  • Imam Abu Dawud (wafat 275 H)  • Imam At-Tirmidzi (wafat 279 H)  • Syeikh Juneid al-Bagdadi (wafat 298 H)
Abad ke-4 H
Imam An-Nasa'i (wafat 303 H)  • Abu Hasan al Asy'ari (wafat 324 H)  • Ibnul Haddad (wafat 345 H)  • Ar-Razi (wafat 347 H)  • Ibnul Qathan (wafat 359 H)  • Ibnul Bahran (wafat 361 H)  • Al-Qaffal al-Kabir (wafat 366 H)  • Ad-Daruquthni (wafat 385 H)  • Al-Isma'ili (wafat 392 H)  • Al-Qadhi Al-Jurjani (wafat 392 H)  • As-Susi (wafat 396 H)  • Ibnu Laal (wafat 398 H)
Abad ke-5 H
Al-Lalika'i (wafat 416 H)  • Al-Mawardi (wafat 450 H)  • Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H)
Abad ke-6 H
Imam Al-Ghazali (wafat 505 H)  • Imam Al-Baghawi (wafat 516 H)  • Ibnu Asakir (wafat 576 H)  • Abu Syuja (wafat 593 H)
Abad ke-7 H
Al-Mundziri (wafat 656 H)  • Imam An-Nawawi (wafat 676 H)  • Imam Ar-Rafi'i (wafat 623 H)  • Ibnu Malik (wafat 672 H)  • Al-Baidhawi (wafat 691 H)  • Syaikh Ibrahim ad Dasuqi (wafat 696 H)
Abad ke-8 H
Ibnu Katsir (wafat 774 H)  • Ibnu Daqiq al-Ied (wafat 702 H)  • Quthbuddin asy-Syirazi (wafat 710 H)  • Taqiyuddin as-Subki (wafat 756 H)  • Az-Zarkasyi (wafat 794 H)
Abad ke-9 H
Ibnu Al-Mulaqqin (wafat 804 H)  • Ibnu Ruslan (wafat 844 H)  • Ibnu Hajar Al 'Asqalani (wafat 852 H)  • Jalaluddin al-Mahalli (wafat 864 H)  • Imamul Kamiliyah (wafat 874 H)
Abad ke-10 H
Jamaluddin An-Nasyiri (wafat 911 H)  • Imam As-Suyuthi (wafat 911 H)  • Jalaluddin al-Karaki (wafat 912 H)  • Ibnu Abi Syarif (wafat 923 H)  • Abul Fatah al-Mishri (wafat 963 H)  • Hasanuddin (wafat 964 H)  • Ibnu Qassim al-'Ubaidi (wafat 994 H)  • Mirza Makhdum (wafat 995 H)
Abad ke-11 H
Nuruddin al-Raniri (wafat 1068 H)  • Syamsuddin as-Syaubari (wafat 1069 H)  • Syihabuddin al-Qaliyubi (wafat 1070 H)  • Abdul Birri al-Ajhuri (wafat 1070 H)  • Al-'Urdli (wafat 1071 H)  • Ibnu Jamal al-Makki (wafat 1072 H)  • Al-Qinai (wafat 1073 H)  • Ibrahim al-Marhumi (wafat 1073 H)  • Muhammad al-Bathini (wafat 1075 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1078 H)  • Ibrahim al-Maimuni (wafat 1079 H)  • Abdul Qadir as-Shafuri (wafat 1081 H)  • Ibnu Jam'an (wafat 1083 H)  • Ibrahim al-Khiyari (wafat 1083 H)  • Al Kurdi (wafat 1084 H)  • 'Al al-Ayyubi (wafat 1086 H)  • Muhammad al-Bakri (wafat 1087 H)  • Abdul Rauf al-Fanshuri (wafat 1094 H)
Abad ke-12 H
Abdullah bin Alawi al-Haddad (wafat 1123 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1145 H)  • Al 'Ajaluni (wafat 1148 H)  • Hasan al-Bani (wafat 1148 H)  • As-Safar Jalani (wafat 1150 H)  • Ad-Diri (wafat 1151 H)  • As-Suwaidi (wafat 1143 H)  • Zainuddin ad-Dirbi (wafat 1155 H)  • Al-Busthami (wafat 1157 H)  • Athaulah al-Azhari (wafat 1161 H)
Abad ke-13 H
Abdus Shamad al-Falimbani (wafat 1203 H)  • Muhammad Arsyad al-Banjari (wafat 1227 H)  • Al-Yamani (wafat 1201 H)  • Ahmad al-Khalifi (wafat 1209 H)  • Al-Baithusyi (wafat 1211 H)  • At-Takriti (wafat 1211 H)  • Ibnu Jauhari (wafat 1215 H)  • Ad-Damanhuri (wafat 1221 H)
Abad ke-14 H
Abdul Karim Tebuwung (wafat 1313 H)  • Nawawi al-Bantani (wafat 1315 H)  • Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1334 H)  • Muhammad Saad Munqa (wafat 1339 H)  • Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi (wafat 1351 H)  • Syeikh Khatib 'Ali (wafat 1353 H)  • Muhammad Jamil Jaho (wafat 1360 H)  • Hasjim Asy'ari (wafat 1367 H)  • Abdul Wahid Tabek Gadang (wafat 1369 H)  • Musthafa Husein al-Mandili (wafat 1370 H)  • Dimyathi Syafi'ie (wafat 1378 H)  • Abdul Qadir bin Abdul Mutalib al-Mandili (wafat 1385 H)  • Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (wafat 1388 H)  • Habib Salim bin Djindan (wafat 1389 H)  • Sulaiman ar-Rasuli (wafat 1390 H)  • Abdul Wahab Hasbullah (wafat 1391 H)  • Al-Habib Ali bin Husein al-Attas (wafat 1396 H)
Abad ke-15 H
Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (wafat 1410 H)  • Muhammad Zaini Abdul Ghani (wafat 1426 H)  • Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa (wafat 1434 H)  • Sahal Mahfudz (wafat 1435 H)  • Wahbah al-Zuhayli (wafat 1436 H)
Cetak tebal adalah yang sangat terkemuka di zamannya, metode penentuan abad seorang ulama dengan tahun kematiannya, Lihat Panduan Penggunaan