D.I. Pandjaitan

Informasi pribadiLahir
Donald Izaacus Pandjaitan

(1925-06-09)9 Juni 1925
Natolutali, Silaen, Toba, Hindia BelandaMeninggal1 Oktober 1965(1965-10-01) (umur 40)
Lubang Buaya, Jakarta, IndonesiaSuami/istriMarieke br. TambunanHubunganMaraden Panggabean (adik ipar)Anak
  • Catherine Pandjaitan
  • Masa Arestina
  • Ir (Ing) Salomo Pandjaitan
  • Letjen TNI (Purn.) Hotmangaraja Panjaitan
  • Tuthy Kamarati Pandjaitan
  • Riri Budiasri Pandjaitan
Orang tua
  • Raja Herman Pandjaitan (ayah)
  • Dina boru Napitupulu (ibu)
PekerjaanTNI-ADPenghargaan sipil Pahlawan Revolusi - KPLB AnumertaKarier militerPihak IndonesiaDinas/cabang TNI Angkatan DaratMasa dinas1945—1965Pangkat Mayor Jenderal TNI (Anumerta)SatuanInfanteriPangkat terakhirnya adalah Brigadir Jenderal TNI, tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Mayjen. TNI (Anumerta).
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Mayor Jenderal TNI (Anm.) Donald Izaacus Pandjaitan (EYD: Donald Izaacus Panjaitan;) (9 Juni 1925 – 1 Oktober 1965) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta.

Riwayat Hidup

Pandjaitan lahir di Silaen, Toba, 19 Juni 1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Pandjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.

Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa Gerakan 30 September terjadi.

Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung CONEFO (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan untuk mempersenjatai angkatan kelima yang terdiri dari para buruh dan petani.[1]

Karier Militer

D.I Pandjaitan memulai karier militernya saat ia mengikuti pendidikan Giyugun di Bukitinggi, Sumatera Barat dan lulus dengan pangkat Shoi (Letnan Dua), kemudian ia ditugaskan di Pekanbaru sampai indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pasca proklamasi kemerdekaan, Pandjaitan bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang nantinya menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan menjabat sebagai Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan Resimen IV Divisi III / Banteng hingga panda puncaknya menjabat sebagai Asisten IV Menteri / Panglima Angkatan Darat.[2]

  1. Shodancho (Komandan Pleton) Giyugun di Pekanbaru (1944-1945).
  2. Anggota BKR di Riau (1945).
  3. Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan TKR Resimen IV Divisi IX / Banteng (1945-1947).
  4. Kepala Staf Resimen IV Riau Utara Divisi IX / Banteng (1947-1948).
  5. Kepala Bagian IV / Supply Komando Tentara Teritorium Sumatra merangkap Kepala Pusat Perbekalan PDRI (1948-1949).
  6. Kepala Bagian II / Operasi Komando Tentara Teritorium Sumatera Utara kemudian menjadi KO TT I / Bukit Barisan (1949-1952).
  7. Kepala Bagian III / Organisasi KO TT I / Bukit Barisan (1950-1952).
  8. Wakil Kepala Staf merangkap Pelaksana Kepala Staf TT II / Sriwijaya (1952-1956).
  9. Mendapat tugas mengikuti pendidikan di Kursus Militer Atase Gelombang I dan Senior Officer Courses of the Infantry School, India (1956).
  10. Asisten Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1956-1960).
  11. Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1960-1962).
  12. Asisten IV/Logistik Menteri Panglima Angkatan Darat (1962-1965).
  13. Perwira Siswa di Associate Courses pada U.S Army General and Command Staff College (1963-1964).
  14. Gugur dalam Peristiwa G30S/PKI dan kemudian dianugerahi kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal TNI Anumerta (1965).
Perangko D.I. Pandjaitan keluaran tahun 1966

Kepangkatan

  1. Mayor (30 Oktober 1945- 30 Oktober 1948).
  2. Kapten (30 Oktober 1948-1 Oktober 1952), Pangkat diturunkan karena adanya Kebijakan Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI.
  3. Mayor (1 Oktober 1952-1 Juni 1956).
  4. Letnan Kolonel (1 Juni 1956-1 Juli 1960).
  5. Kolonel (1 Juli 1960-1 Juli 1963)
  6. Brigadir Jenderal TNI (1 Juli 1963-5 Oktober 1965).
  7. Tewas dalam peristiwa G30S / PKI (30 September / 1 Oktober 1965).
  8. Mayor Jenderal TNI Anumerta (5 Oktober 1965).

Kematian

Nisan makam D.I. Pandjaitan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta

Pada tengah malam tanggal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September memaksa masuk dan melancarkan tembakan ke rumah Pandjaitan di Jalan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pandjaitan ditembak di kepala ketika ia sedang berdoa.[3] Jasadnya dibawa menggunakan truk menuju Lubang Buaya dan baru ditemukan pada tanggal 4 Oktober. Sehari kemudian, Pandjaitan mendapat promosi anumerta sebagai Mayor Jenderal dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Rumah Kediaman

Rumah Kediaman D. I. Pandjaitan merupakan salah satu bangunan cagar budaya Indonesia. Dalam pembagian administratif Indonesia, Rumah Kediaman D.I. Pandjaitan berada di Kota Adminstrasi Jakarta Selatan, Provinsi Dareah Khusus Ibukota Jakarta. Penetapannya sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor PM.13/PW.007/MKP/05. Surat keputusan ini diterbitkan pada tanggal 25 April 2005.[4] Alamatnya secara lengkap di Jalan Hasanuddin Nomor 53 kawasan Blok M, Kebayoran Baru. Pembangunan rumah ini sekitar tahun 1956 bersamaan dengan masa pengembangan kota satelit Kebayoran di Jakarta Selatan. Jumlah lantai bangunan ada dua. Nilai sejarah yang dimiliki oleh rumah ini adalah upaya penculikan D.I. Pandjaitan pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Saat itu, Pandjaitan menjabat sebagai Asisten IV Menteri atau Panglima Angkatan Darat bidang logistik. Rumah kediaman ini juga menjadi salah satu bagian dari sejarah pemberontakan Gerakan 30 September. Peristiwa lain yang pernah terjadi di rumah kediaman ini adalah kematian D. I. Pandjaitan akibat tertembak. Rumah Kediaman D. I. Pandjaitan pernah digunakan untuk pembuatan film pada tahun 1980-an. Judul film tersebut adalah Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI. Film ini dikerjakan oleh sutradara bernama Arifin C. Noer. Noer menggunakan rumah ini untuk membuat adegan penculikan D. I. Pandjaitan.[5]

Tanda Jasa

Baris ke-1 Bintang Republik Indonesia Adipradana (10 November 1965)[6]
Baris ke-2 Bintang Gerilya Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun
Baris ke-3 Satyalancana Perang Kemerdekaan I Satyalancana Perang Kemerdekaan II Satyalancana G.O.M II

Referensi

  1. ^ Erikha, F., dan Lauder, M. R. M. T. (Januari 2022). Toponimi di Jantung Kota Yogyakarta dari Perspektif Kebahasaan hingga Psikologi Sosial. Jakarta: LIPI Press. hlm. 35–36. doi:10.55981/brin.337. ISBN 978-602-496-289-0.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  2. ^ Br Tambunan, Marieke Pandjaitan (1997). K.H, Ramadhan; Sriwibawa, Sugiarta, ed. D.I Pandjaitan : Pahlawan Revolusi Gugur Dalam Seragam Kebesaran. Pustaka Sinar Harapan. ISBN 979-416-423-2.  Parameter |city= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  3. ^ Aidit : dua wajah Dipa Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan Majalah Tempo. 2010. hlm. 98. ISBN 978-979-9102-79-9. OCLC 696952927.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ "Rumah (Alm) Brigjen D.I. Pandjaitan - Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya". cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-13. Diakses tanggal 13 Juli 2021. 
  5. ^ "Rumah D.I Pandjaitan". encyclopedia.jakarta-tourism.go.id. Diakses tanggal 13 Juli 2021. 
  6. ^ Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 

Pranala luar

  • (Indonesia) Pembongkar Konspirasi PKI - RRT Diarsipkan 2007-02-12 di Wayback Machine.
  • l
  • b
  • s
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Kemerdekaan
Revolusi
Pergerakan
Sastra
Seni
Pendidikan
Integrasi
Pers
Pembangunan
Agama
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Syaifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia