Pembela Tanah Air

  Ungu
  •   Hijau
  •   Merah
  •   Putih
  • HimneMars Tentara PembelaUlang tahun3 OktoberPertempuranPemberontakan PETA Blitar
    Bagian dari seri mengenai
    Sejarah Indonesia
    Prasejarah
    Manusia Jawa 1.000.000 BP
    Manusia Flores 94.000–12.000 BP
    Bencana alam Toba 75.000 BP
    Kebudayaan Buni 400 SM
    Kerajaan Kutai 400–1635
    Kerajaan Tarumanagara 450–900
    Kerajaan Kalingga 594–782
    Kerajaan Melayu 671–1347
    Kerajaan Sriwijaya 671–1028
    Kerajaan Sunda 662–1579
    Kerajaan Galuh 669–1482
    Kerajaan Mataram 716–1016
    Kerajaan Bali 914–1908
    Kerajaan Kahuripan 1019–1045
    Kerajaan Janggala 1045–1136
    Kerajaan Kadiri 1045–1221
    Kerajaan Singasari 1222–1292
    Kerajaan Majapahit 1293–1478
    Penyebaran Islam 800–1600
    Kesultanan Peureulak 840–1292
    Kerajaan Haru 1225–1613
    Kesultanan Ternate 1257–1914
    Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
    Kerajaan Kaimana 1309–1963
    Kesultanan Gowa 1320–1905
    Kesultanan Limboto 1330–1863
    Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
    Kesultanan Brunei 1368–1888
    Kesultanan Gorontalo 1385–1878
    Kesultanan Melaka 1405–1511
    Kesultanan Sulu 1405–1851
    Kesultanan Cirebon 1445–1677
    Kesultanan Demak 1475–1554
    Kesultanan Bolango 1482–1862
    Kesultanan Aceh 1496–1903
    Kesultanan Banten 1526–1813
    Kesultanan Banjar 1526–1860
    Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
    Kesultanan Johor 1528–1877
    Kesultanan Pajang 1568–1586
    Kesultanan Mataram 1586–1755
    Kerajaan Fatagar 1600–1963
    Kesultanan Bima 1620–1958
    Kesultanan Sumbawa 1674–1958
    Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
    Kesultanan Kanoman 1679–1815
    Kesultanan Siak 1723–1945
    Kesunanan Surakarta 1745–1946
    Kesultanan Yogyakarta 1755–1945
    Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
    Kesultanan Deli 1814–1946
    Kesultanan Lingga 1824–1911
    Kolonialisme Eropa
    Portugis 1512–1850
    VOC 1602–1800
    Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
    Hindia Belanda 1800–1949
    Kemunculan Indonesia
    Kebangkitan Nasional 1908–1942
    Pendudukan Jepang 1942–1945
    Revolusi Nasional 1945–1949
    Kemerdekaan
    Hari Patriotik 23 Januari 1942 1942
    Revolusi Nasional Indonesia 1945–1949
    Masa Kemerdekaan 1945–1949
    Republik Indonesia Serikat 1949–1950
    Demokrasi Liberal 1950–1959
    Demokrasi Terpimpin 1959–1965
    Transisi 1965–1966
    Orde Baru 1966–1998
    Reformasi 1998–sekarang
    Garis waktu
     Portal Indonesia
    • l
    • b
    • s
    Tentara PETA sedang latihan di Bogor pada tahun 1944

    PETA (Jepang: 郷土防衛義勇軍 terj. har.'Kyōdobōeigiyūgun, Tentara Sukarela Pembela Tanah Air'), merupakan satuan paramiliter yang didirikan oleh Jepang di Indonesia selama masa pendudukan mereka. Pembentukan PETA dilakukan pada tanggal 3 Oktober 1943, berdasarkan maklumat Osamu Seirei No. 44 yang dikeluarkan oleh Letnan Jenderal Kumakichi Harada, Panglima Angkatan Darat ke-16. Pelatihan pasukan PETA dilaksanakan di kompleks militer di Bogor.

    Tugas utama PETA adalah mempertahankan wilayah Indonesia dari serangan Blok Sekutu selama Perang Dunia II. Jumlah personel PETA mencapai sekitar 37.400 orang pada tahun 1945, dengan markasnya berlokasi di Bogor, Jawa. Bendera PETA terdiri dari warna ungu, hijau, merah, dan putih. Mars Tentara Pembela menjadi lagu kebangsaan mereka, dan setiap tanggal 3 Oktober dirayakan sebagai hari ulang tahun PETA.

    Peran Tentara PETA dalam Perang Kemerdekaan Indonesia sangatlah signifikan. Banyak tokoh nasional yang dulunya merupakan anggota PETA, termasuk Jenderal Besar TNI Soeharto dan Jenderal Besar TNI Soedirman. Veteran Tentara PETA ini memainkan peran penting dalam perkembangan dan evolusi militer Indonesia. Mereka turut serta dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI), dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Sebagai cikal bakal TNI, PETA memiliki kontribusi yang tak terhingga. Dalam perjalanan sejarah, PETA menjadi pondasi yang kuat bagi pembentukan TNI. Melalui perjuangan dan dedikasi mereka, PETA membantu membentuk struktur dan organisasi militer Indonesia yang mengarah pada pembentukan TNI.

    Peran PETA dalam sejarah militer Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka menjadi saksi penting dari perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Pembentukan dan keberadaan PETA telah memberikan dorongan dan inspirasi bagi perkembangan militer Indonesia setelah kemerdekaan. Nilai-nilai kepahlawanan dan semangat nasionalisme yang dijunjung tinggi oleh PETA terus ditanamkan dalam tradisi dan budaya TNI hingga saat ini.

    Dalam kesimpulan, Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) merupakan satuan paramiliter yang didirikan Jepang di Indonesia selama masa pendudukan. Meskipun ukurannya relatif kecil, PETA memiliki peran penting dalam sejarah militer Indonesia. Melalui keberadaan mereka, banyak tokoh nasional dan veteran PETA yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan dan evolusi militer Indonesia. Sebagai cikal bakal TNI, PETA membantu membentuk dasar-dasar penting yang membawa Indonesia menuju pembentukan Tentara Nasional Indonesia yang kuat. Keberadaan dan warisan PETA sebagai pasukan pembela tanah air terus dihormati dalam sejarah militer Indonesia.

    Sejarah

    Mars PETA dalam pembukaan video propaganda Jepang yang diproduksi oleh Keimin Bunka Shidosho (Lembaga Kebudayaan Jepang di Indonesia)

    Pembentukan

    Setelah Jepang menguasai Hindia Belanda, pemerintahan militer Jepang mulai membentuk berbagai organisasi bagi rakyat Indonesia untuk kebutuhan pendudukan dan kebutuhan perang Jepang di Perang Pasifik. Akan tetapi, Jepang tidak membuka perekrutan untuk personel militer, kecuali dengan kapasitas yang sangat terbatas seperti Heiho. Meski begitu, niat untuk membentuk satuan militer yang terdiri dari penduduk lokal sudah ada sejak awal pendudukan. Letnan Satu Motoshige Yanagawa dari Beppan (gugus tugas khusus dari Angkatan Darat ke-16) memulainya dengan mendirikan Seinen Dōjō (青年道場code: ja is deprecated , 'Dojo Pemuda') di Tangerang pada bulan Januari 1943, yang berfungsi sebagai tempat pelatihan kemampuan semimiliter bagi para pemuda.[1] Kemudian, Seinendan (Barisan Pemuda) diresmikan pada tanggal 9 Maret 1943.

    Pada tanggal 16 Juni 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengumumkan dalam Sidang Parlemen Jepang ke-82, bahwa penduduk Pulau Jawa akan mulai dilibatkan dalam urusan pemerintahan dalam negeri di Pulau Jawa.[2] Sebagai bagian dari rencana tersebut, pemerintahan Jepang di Pulau Jawa mulai menyusun rencana untuk mendirikan satuan militer beranggotakan penduduk lokal yang berfungsi sebagai kekuatan pertahanan. Supaya rencana ini dapat menarik minat masyarakat, Beppan memutuskan bahwa permohonan pembentukan satuan tersebut harus dilakukan oleh orang Indonesia sendiri. Motoshige Yanagawa kemudian memilih Raden Gatot Mangkoepradja untuk membuat permohonan tersebut. Gatot Mangkoepradja dipilih karena ia telah menyampaikan aspirasi tentang pentingnya satuan militer bagi Indonesia kepada pemerintahan Jepang sejak bulan Mei 1942.[3] Motoshige Yanagawa bertemu dengan Gatot Mangkoepradja di Jakarta pada tanggal 5 September 1943 untuk mendiskusikan hal tersebut. Diskusi dilanjutkan dengan Beppan pada keesokan harinya.[4]

    Pada tanggal 7 September 1943, Gatot Mangkoepradja mengirimkan surat kepada Gunseikan (軍政官code: ja is deprecated , 'Kepala Pemerintahan Militer Jepang') Letnan Jenderan Shinshichiro Kokubu, yang berisi permohonan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu usaha militer Jepang di medan perang secara langsung melalui sebuah "Barisan Pembela".[4][5] Di Tokyo, pernyataan serupa juga disampaikan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo pada kesempatan terpisah.[6][7] Keesokan harinya, pada 8 September 1943, surat milik Gatot Mangkoepradja dipublikasikan di koran Asia Raya.[8] Setelah penerbitan surat tersebut, selama beberapa hari setelahnya, berbagai surat kabar juga memuat aspirasi-aspirasi senada dari berbagai kalangan.[9][10] Pada tanggal 10 September 1943, R.A. Latief Hendraningrat juga mengirimkan surat kepada Gunseikan, yang berisi permohonan untuk melibatkan anggota Seinendan dalam perang.[11] Permohonan pembentukan satuan militer juga diusulkan oleh sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, K.H. Adnan, Dr. Abdul Malik Karim Amrullah, Guru H. Mansur, Guru H. Cholid, K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau Jawa.[12] Permohonan ini dimuat pada koran Asia Raya edisi 13 September 1943.[butuh rujukan] Dukungan terhadap pembentukan satuan militer juga disampaikan oleh beberapa tokoh, seperti Dr. Radjiman Widjodiningrat, R.Ng. Dwidjosewojo, Frits Laoh, Dr. A. Rasjid, Dr. H. A. Karim Amrullah, dan H. Agoes Salim.[13]

    Berbagai ungkapan dukungan ini selaras dengan strategi Jepang yang ingin membangkitkan semangat patriotisme rakyat Indonesia dengan memberi kesan bahwa usul pembentukan pasukan militer pribumi berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri. Pengusulan oleh golongan agama juga bertujuan untuk membangkitkan rasa cinta tanah air yang berdasarkan ajaran agama. Hal ini kemudian diperlihatkan dalam bendera PETA yang terdiri dari unsur matahari terbit (lambang Kekaisaran Jepang) serta bulan sabit dan bintang (simbol kepercayaan Islam).

    Pada tanggal 3 Oktober 1943, Panglima Angkatan Darat ke-16 menerbitkan Osamu Seirei No. 44 (治政令第44号code: ja is deprecated , Osamu Seirei Dai-44 Gō) yang memutuskan pembentukan tentara sukarela di Pulau Jawa. Isi dari Osamu Seirei No. 44 adalah sebagai berikut:[14]

    Osamu Seirei No. 44 Tentang pembentukan Pasukan sukarela untuk membela Tanah Jawa

    Pasal 1
    Menginat semangat yang berkobar-kobar serta juga memenuhi keinginan yang sangat dari 50 juta penduduk di Jawa, yang hendak membela tanah airnya dengan sendiri, maka Balatentera Dai Nippon membentuk Tentera Pembela Tanah Air, yakni pasukan sukarela untuk membela Tanah Jawa dengan penduduk asli, ialah berdiri atas dasar cita-cita membela Asia Timur Raya bersama-sama.[a]

    Pasal 2
    Pasukan sukarela Tentera Pembela Tanah Air ini, dibentuk dengan penduduk asli yang memajukan diri untuk kewajiban membela tanah airnya, dan ditempatkan di dalamnya sejumlah opsir Nippon sebagai pendidik.[b]

    Pasal 3
    Pasukan sukarela Tentera Pembela Tanah Air termasuk di bawah pimpinan Saikoo Sikikan dan wajib menerima perintahnya.[c]

    Pasal 4
    Pasukan sukarela Tentera Pembela Tanah Air harus insaf akan cita-cita dan kepentingan pekerjaan pembela tanah air, serta wajib turut membela tanah airnya di dalam Syuu masing-masing terhadap negeri sekutu, di bawah pimpinan Balatentera Dai Nippon.[d]

    — Saikoo Sikikan (最高指揮官code: ja is deprecated , Saikō Shikikan)

    Perekrutan mulai dibuka pada bulan Oktober dan November 1943, bergantung pada jenjang kepangkatannya.[14] Pada pembentukannya, banyak anggota Seinendan yang menjadi anggota senior dalam barisan PETA.

    Pemberontakan

    Pada tanggal 14 Februari 1945, sebagian pasukan PETA Batalion Blitar melakukan pemberontakan di bawah pimpinan Soeprijadi. Pemberontakan ini dipicu oleh kemarahan personel Batalion Blitar yang menyaksikan buruknya kondisi masyarakat sekitar serta penderitaan yang dialami oleh romusa. Tujuan dari pemberontakan ini adalah membunuh setiap prajurit Jepang yang ditemui di wilayah Blitar. Akan tetapi, pemberontakan ini terendus lebih awal sehingga prajurit Jepang di sekitar markas batalion telah lebih dulu pergi. Pemberontakan berlangsung selama beberapa hari, dan berhasil dipadamkan terutama oleh pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun dari Heiho. Soeprijadi dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Dari sekitar 360 orang yang terlibat pemberontakan, 55 di antaranya ditangkap. Terdapat 6 orang yang dijatuhi hukuman mati. Hukuman dilaksanakan di Eereveld (sekarang pantai Ancol) pada tanggal 16 Mei 1945.[butuh rujukan]

    Pembubaran

    Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, berdasarkan perjanjian kapitulasi Jepang dengan Blok Sekutu, Tentara Kekaisaran Jepang memerintahkan para batalion PETA untuk menyerah dan menyerahkan senjata mereka. Sebagian besar pasukan PETA mematuhi perintah ini. Presiden Republik Indonesia yang baru saja dilantik, Sukarno, mendukung pembubaran ini daripada mengubah PETA menjadi tentara nasional. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi adanya tuduhan dari Blok Sekutu bahwa Indonesia yang baru lahir adalah kolaborator Kekaisaran Jepang karena ia memperbolehkan milisi yang diciptakan Jepang ini dilanjutkan.[16][17][18] Sehari kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, Panglima Angkatan Darat Ke-16 di Jawa, Letnan Jenderal Nagano Yuichiro, mengucapkan pidato perpisahan kepada para anggota PETA.

    Peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia

    Pemuda Indonesia dalam pelatihan di Seinen Dojo yang kemudian menjadi anggota PETA

    Tentara mantan personel PETA turut menjadi komponen militer Indonesia selama masa perang kemerdekaan. Mantan Tentara PETA menjadi bagian penting pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mulai sejak dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI), hingga akhirnya menjadi TNI. Personel lulusan pendidikan PETA menjadi kelompok dominan di era awal militer Indonesia karena pada masa pendudukan Belanda, pelatihan militer untuk penduduk pribumi tidak diberikan secara besar-besaran, sehingga tidak banyak yang mewarisi pendidikan militer ala Belanda.

    Untuk mengenang perjuangan tentara PETA, pada tanggal 18 Desember 1995, diresmikan monumen PETA yang terletak di Bogor, bekas markas besar PETA.

    Struktur

    Unit-unit PETA dibentuk dalam satuan setingkat batalion yang disebut daidan (大団code: ja is deprecated ). Satu batalion terdiri dari sekitar 500 orang, setengah ukuran dari batalion tentara Jepang (大隊code: ja is deprecated , daitai). Setiap batalion bertugas untuk melindungi setidaknya satu kabupaten, sehingga terdapat dua hingga lima batalion yang ditempatkan pada satu keresidenan. Batalion PETA berada di bawah komando tentara Jepang setempat. Setiap batalion dipimpin seorang komandan batalion (大団長code: ja is deprecated , daidanchō), dan dibagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil yang, secara berurutan dari yang paling besar hingga yang paling kecil, masing-masing dipimpin oleh komandan kompi (中団長code: ja is deprecated , chūdanchō), komandan peleton (小団長code: ja is deprecated , shōdanchō), dan komandan regu (部団長code: ja is deprecated , budanchō). Para perwira ini dilatih di Jawa Bōei Giyūgun Kanbu Renseitai (ジャワ防衛義勇軍幹部錬成隊code: ja is deprecated , 'Korps Pelatihan Kadet Tentara Sukarela Pertahanan Jawa') yang terletak di kompleks militer di Bogor. Setelah menuntaskan pendidikan, mereka ditempatkan di daerah asalnya dan bertugas merekrut serta melatih pemuda setempat untuk menjadi prajurit (義勇兵code: ja is deprecated , giyūhei, 'tentara sukarela').[5]

    Pada awal didirikannya PETA, terdapat 35 batalion yang dibentuk di seluruh Pulau Jawa, menyesuaikan dengan jumlah daitai yang ada. Jumlah ini kemudian bertambah hingga pada akhir tahun 1944 terdapat 66 batalion di Pulau Jawa dan 3 batalion di Pulau Bali. Pada akhir tahun 1945, setidaknya terdapat 35.800 personel yang ditempatkan di Pulau Jawa dan 1.600 personel di Pulau Bali.[5]

    Daftar Batalion PETA[19]
    Keresidenan Batalion Komandan Batalion Latar belakang Perwira lain
    Banten I Labuhan Toebagus Achmad Chatib Ulama Soehadisastra
    II Kondangsari Malingping E. Ojong Temaja Ulama M.B. Soetman
    III Cilegon-Serang Sjam'oen Ulama Zainoel Falah
    IV Pandeglang Oeding Soejatmadja Moestaram
    Jakarta I Harmoni Kasman Singodimedjo Lulusan RHS, mantan Ketua JIB dan MIAI Moeffreni Moe'min
    Latief Hendraningrat
    II Purwakarta Soerjodipoero Moersid
    Bogor I Jampang Kulon R. Abdullah bin Noeh Ulama Hoesen Aleksah
    II Pelabuhan Ratu M. Basoeni Ulama Moelja
    III Sukabumi Kafrawi Machmoed
    IV Cibeber Cianjur R. Goenawan Resmipoetro M. Ishak Djoearsa
    Priangan I Tasikmalaya K.H. Soetalaksana Ulama Abdoellah Saleh
    II Pangandaran K.H. Pardjaman Ulama K. Hamid
    III Bandung Iljas Sasmita Permana
    Oemar Wirahadikoesoemah
    IV Cimahi Aroedji Kartawinata Lulusan MULO, mantan petinggi PSII Soeparjadi
    Poniman
    Soepardi
    V Garut R. Sofjan Iskandar Katamsi Sutisna
    Cirebon I Cirebon Abdoelgani Soerjokoesoemo Roekman
    II Majalengka R. Zaenal Asikin Joedibrata Soearman
    Pekalongan I Pekalongan Iskandar Idris Ulama Ajoeb
    II Tegal K.H. Doerjatman Ulama Soemardjono
    Banyumas I Cilacap R. Soetirto R. Hartojo
    II Sumpiuh R. Soesalit Djojoadhiningrat Zaelan Asikin
    III Kroya Soedirman Lulusan sekolah pendidikan guru Muhammadiyah, guru sekolah Muhammadiyah Soepardjo Roestam
    IV Banyumas Isdiman
    Gatot Subroto
    Sarengat
    Kedu I Gombong R. Abdoel Kadir
    Bambang Sugeng
    R. Soetrisno
    II Magelang Muhammad Susman Soegiardjo
    Soepangkat
    III Gombong Djoko Koesoemo Slamet
    Achmad Yani
    Sarwo Edhie Wibowo
    IV Purworejo Moekahar Ronohadikoesoemo Tjiptoroso
    Semarang I Mrican R. Oesman
    Soetrisno Soedomo
    Soejadi
    II Weleri/Kendal R. Soedijono Taroeno Koesoemo Soeparman Soemahamidjaja
    Pati I Pati Koesmoro Hadidewo
    II Rembang Holan Iskandar Soekardi
    III Jepara Prawiro Atmodjo Soekardji
    Yogyakarta I Wates D. Martojomeno Sudjiono
    II Bantul Mochamad Saleh Lulusan sekolah pendidikan guru, guru sekolah Muhammadiyah Soepardi Pardi Pranoto
    Soegiono
    III Pingit Soendjojo Poerbokoesoemo Darjatmo
    Soeharto
    IV Wonosari Moeridan Noto Noedi
    Surakarta I Manahan R.M. Moeljadi Djojomartono Ulama Soeprapto Soekawati
    Djatikusumo
    II Wonogiri K.H. Idris Ulama Boediman
    Bojonegoro I Babat K.H. Masjkur
    Soedirman
    Ulama Oetojo Oetomo
    II Bancar Masri R. Rachmat
    III Tuban Soemadi Sastroatmodjo Soemardjo
    Madiun I Madiun Agoes Tojib Moemardjo
    II Pacitan Akoeb Goelangge R. Soebagijo
    III Ponorogo M. Soedjono Soedijat
    Kediri I Tulungagung Soediro Toeloes
    II Blitar Soerachmad Soekandar
    Moeradi
    Soeprijadi
    III Sukorame A. Joedodiprodjo
    Soejoto Djojopoernomo
    Mashoedi Soedjono
    Surabaya I Gunung Sari Soetopo Dokter Masdoeki Aboedardja
    II Sidoarjo R. Moehammad Mangoendiprodjo Lulusan OSVIA Bambang Joewono
    III Mojokerto Katamhadi Oesman
    IV Gresik K.H. Cholik Hasjim
    Moestopo
    Ulama
    Lulusan STOVIT, dokter gigi
    Jondat Modjo
    Malang I Gondanglegi K. Iskandar Soelaeman Ulama Soemarto
    II Lumajang M. Soejo Adikoesoemo S. Hardjo Hoedojo
    III Pasuruan Arsjid Kromodihardjo Slamet
    IV Malang Imam Soedja'i Soekardani
    V Probolinggo Soedarsono Soemitro
    Besuki I Kencong Jember Soewito
    Soediro
    Soekarto
    II Bondowoso K.H. Tahiroeddin Tjokro Atmodjo Ulama Rosadi
    III Benculuk Banyuwangi Soekotjo Imam Soekarto
    IV Rambipuji Jember Surodjo
    Astiklah
    Soebandi
    V Sukowidi Banyuwangi R. Oesman Soemodinoto Soedarmin
    Madura I Pamekasan K.H. R. Amin Dja'far Ulama R. Moehammad Saleh
    II Bangkalan Roeslan Tjakraningrat Hafiloedin
    III Batang Batang Abdoel Madjid Achmad Basoeni
    IV Ambunten Abdoel Hamid Moedhari Ulama Soeroso
    V Ketapang Troenodjojo Mochamad Sabirin
    Bali I Negara I Made Poetoe I Wayan Moedana
    II Tabanan I Goesti Ngoerah Gede Poegeng Ida Bagoes Tongka
    III Klungkung Anak Agoeng Made Agoeng I Made Geria

    Tokoh Indonesia lulusan PETA

    Beberapa tokoh Indonesia yang merupakan lulusan PETA antara lain:

    Lihat pula

    Rujukan

    Catatan

    1. ^ 大日本軍は、大東亜共同防衛精神に則り、ジャワ5千万民衆の熱々たる郷土防衛の意気に応え、原住民を以て、ジャワ防衛義勇軍を編成す。[15]
      'Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang, dilandasi semangat pertahanan bersama Asia Timur Raya, menjawab hasrat yang membara dari 50 juta masyarakat Pulau Jawa untuk membela tanah air, dengan membentuk Tentara Sukarela Pertahanan Jawa yang terdiri dari rakyat pribumi.'
    2. ^ ジャワ防衛義勇軍は、郷土防衛に挺身を志願する原住民をもって編成し、一部の日本軍指導官を附す。[15]
      'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa dibentuk dari rakyat pribumi yang bergabung secara sukarela untuk membela tanah air dan mematuhi instruktur dari Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang.'
    3. ^ ジャワ防衛義勇軍は、最高指揮官に隷す。[15]
      'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa tunduk pada Saikō Shikikan (最高指揮官code: ja is deprecated , 'Komandan Tertinggi').'
    4. ^ ジャワ防衛義勇軍は、郷土防衛精神に徹し、米英蘭に対し、各州郷土の防衛に任ず。[15]
      'Tentara Sukarela Pertahanan Jawa berkomitmen untuk membela tanah air, bertugas menghadapi Sekutu, dan bertanggung jawab atas pertahanan di masing-masing Shū asalnya.'

    Referensi

    1. ^ Sato 2010, hlm. 194.
    2. ^ Nippon Eigasha (1943-07-01). Bezoek generaal Tojo en instelling van de centrale raad van advies (video). Batavia/Tokyo. 
    3. ^ Sato 2010, hlm. 197.
    4. ^ a b Sato 2010, hlm. 193.
    5. ^ a b c Kulsum, Kendar Umi (2021-02-17). "Tentara Peta: Sejarah Pembentukan dan Pemberontakan di Blitar 1945". Kompas.id. 
    6. ^ Asia Raya 1943a.
    7. ^ Asia Raya 1943b.
    8. ^ Mangkoepradja 1943.
    9. ^ Sato 2010, hlm. 195.
    10. ^ Machfoeld 1943.
    11. ^ Domei 1943a.
    12. ^ Suryanegara 1996.
    13. ^ Domei 1943b.
    14. ^ a b Asia Raya 1943c.
    15. ^ a b c d Shiraishi 1974, hlm. 16.
    16. ^ Ricklefs 1981, hlm. 194.
    17. ^ Sunhaussen 1982, hlm. 2-4.
    18. ^ Bachtiar 1988, hlm. 12.
    19. ^ Suryanegara 2010, hlm. 68-80.

    Daftar pustaka

    • Bachtiar, Harsja W. (1988). Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Jakarta: Djambatan. ISBN 979428100X.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
    • Domei (1943-09-14). "Pengaroeh semangat keperdjoeritan mendalam dimasjarakat" (PDF). Asia Raya. 
    • Domei (1943-09-14). "Sekeliling Barisan Pembela" (PDF). Asia Raya. 
    • "Ingin berdiri di medan perang!!" (PDF). Asia Raya. 1943-09-09. 
    • Machfoeld, T.M. Moesa (1943-09-09). "Marilah dengan soekarela, madjoe ke depan garis perang!" (PDF). Asia Raya. 
    • Mangkoepradja, Gatot (1943-09-08). "Keinginan Bangsa Indonesia Membentoek Barisan Pembela" (PDF). Asia Raya. 
    • "Peratoeran Milisi di Djawa diidam-idamkan!!" (PDF). Asia Raya. 1943-09-08. 
    • Ricklefs, M.C. (1981). A History of Modern Indoensia: c. 1300 to the Present. London: Macmillan. ISBN 0333243803.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
    • Sato, Shigeru (2010). "Gatot Mangkupraja, PETA, and the origins of the Indonesian National Army". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. 166 (2-3): 189–217. doi:10.1163/22134379-90003616. 
    • Shiraishi, Aiko (1974). "ジャワ防衛義勇軍の設立". 東南アジア -歴史と文化- (dalam bahasa Jepang). J-STAGE. 1974 (4): 3–41. doi:10.5512/sea.1974.3. 
    • Sunhaussen, Ulf (1982). The Road to Power: Indonesian Military Politics 1945-1967. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0195825217.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
    • Suryanegara, Ahmad Mansur (1996). Pemberontakan Tentara Peta di Cileunca, Pangalengan, Bandung Selatan. Jakarta: Yayasan Wira Patria Mandiri.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
    • Suryanegara, Ahmad Mansur (2010). Api Sejarah 2. Bandung: Salamadani. ISBN 9786028458269.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
    • ""Tentara Pembela Tanah Air" Lahir, 50.000.000 Bangsa Indonesia di Djawa bangkit serentak oentoek menghantjoerkan Sekoetoe!" (PDF). Asia Raya. 1943-10-04.