Suku Lamaholot

Lamaholot
Ata Lamaholot
Para prajurit lokal Lamaholot di Pulau Solor.
Jumlah populasi
193.000[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Flores Timur dan Lembata
Bahasa
Lamaholot, Indonesia, dan bahasa-bahasa Flores lainnya
Agama
Mayoritas Katolik,[2] minoritas Islam, Protestan, dan kepercayaan asli
Kelompok etnik terkait
Kedang dan Sikka

Lamaholot (Ata Lamaholot; disebut juga sebagai Lamkolot, Lamholot, Solor, atau Larantuka[3]) adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Suku Lamaholot mendiami sebagian besar wilayah-wilayah tersebut, yakni meliputi bagian timur Pulau Flores, Pulau Adonara, Pulau Solor, dan Pulau Lembata.[4] Dalam wilayah persebarannya, suku ini membawahi beberapa kelompok etnis yang lebih kecil, seperti suku Lamakera, Lamalera, dan suku-suku kecil lainnya. Mereka juga tinggal berdampingan dengan kelompok etnis lain, seperti suku Kedang dan Sikka, serta masyarakat pendatang seperti Bugis, Makassar, Buton, dan Bajo.[4]

Persebaran

Peta sebaran kelompok etnis dan bahasa di Pulau Flores dan pulau-pulau kecil sekitarnya.

Wilayah tradisional masyarakat Lamaholot berbatasan dengan wilayah suku Sikka di barat dan suku Kedang di ujung timur Pulau Lembata. Masyarakat Lamaholot tersebar di wilayah ujung timur Pulau Flores dan pulau-pulau kecil disekitarnya yang berupa kepulauan vulkanis dengan rangkaian bukit-bukit dan gunung berapi, seperti Gunung Lewotobi, Gunung Leraboleng, dan Gunung Iliboleng.[5] Letak geografis ini berdampak pada klimatologi yaitu mengalami dua musim seperti daerah-daerah lain di Indonesia yaitu musim kemarau dan musim hujan.[5]

Demografi

Pada tahun 2017, jumlah penduduk Kabupaten Flores Timur diproyeksikan sebanyak 251.611 jiwa.[6] Belum ada data yang pasti mengenai berapa jumlah orang Lamaholot diantara jumlah tersebut.[4] Tetapi menurut catatan Joshua Project, jumlah populasinya sekitar 193.000 jiwa.[1]

Sehubungan dengan asal-usul orang Lamaholot, terdapat sejarah lisan yang mengatakan bahwa mereka berasal dari Keroko Pukeng atau Lepan Batang, sebuah pulau kecil di sebelah utara Pulau Pantar yang kini termasuk wilayah Kabupaten Alor. Pada suatu masa, pulau kecil itu terkena bencana banjir rob, rumah-rumah tergenang air, hingga akhirnya mereka terpaksa pindah dan akhirnya sampai di ujung timur Pulau Flores hingga saat ini.[4] Sedangkan asal usul keturunan orang Lamaholot disebut merupakan pengaruh budaya Hindu-Budha dari India yang kemudian diikuti oleh pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Selat Malaka sehingga sampai di tempat persinggahan, seperti Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.[7]

Bahasa

Masyarakat suku Lamaholot menuturkan bahasa Lamaholot yang termasuk kedalam kelompok bahasa Austronesia. Variasinya mungkin tidak semuanya dapat dipahami satu sama lain; Keraf (1978) melaporkan bahwa ada 18 rantai bahasa/dialek dengan nama tersebut.[4] Bahasa ini menunjukkan bukti adanya substratum Papua (non-Austronesia), dengan sekitar 50 persen leksikonnya non-Austronesia.[8]

Budaya

Pemukiman dan rumah adat

Pada zaman dahulu, masyarakat suku Lamaholot umumnya memilih tempat bermukim di puncak-puncak gunung/bukit yang sulit untuk dijangkau. Namun diantaranya ada juga yang mendirikan rumah dan bermukim di lembah atau di sepanjang pantai. Pada saat ini, sebagian kampung-kampung suku Lamaholot masih memperlihatkan ciri-ciri tradisional, meskipun sudah masuk unsur-unsur pengaruh dari luar. Wilayah tempat tinggal suku Lamaholot ini berupa desa yang disebut lowotanah atau niilaga.[4] Pola perkampungan ini padat dan berbentuk persegi panjang, yaitu membujur dari arah utara ke selatan dan tampak berorientasi pada empat arah mata angin sehingga mereka menyebutnya kampung bagian utara, timur, selatan, dan barat. Kampung-kampung lama biasanya dikelilingi oleh pagar batu dengan tujuan untuk melindungi diri dari serangan musuh atau gangguan binatang buas.

Rumah adat Lamaholot biasanya menghadap ke arah laut atau membelakangi gunung dan biasanya berupa rumah panggung. Bagian depan dan belakang rumah menjadi beranda, bagian kiri dan kanan sebagai tempat untuk tidur dan tempat upacara, bagian tengah sebagai dapur, serta di bagian atas atau loteng sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda pusaka. Bahan untuk pembuatan rumah adalah kayu, lontar, dan bambu dengan atapnya terbuat dari rerumputan dan ijuk, serta lantai terbuat dati papan atau bambu. Selain itu, setiap rumah memiliki tiang utama yang disucikan dan dianggap sebagai tempat arwah leluhur.[4]

Rumah adat yang dalam istilah lokal disebut korke atau kokebale biasanya tidak berdinding. Rumah ini ditopang dengan 6 tiang utama dan 18 tiang bantu (penyangga).[9] Pembangunan rumah adat ini memiliki proses adat yang panjang, yaitu melalui serangkaian upacara ritual dari tahap pemilihan bahan sampai rumah selesai dibangun. Proses pembangunan dilakukan pada siang hari, sedangkan di malam harinya masyarakat berkumpul disekitarnya sambil menari dan bernyanyi tentang asal-usul dan mitologinya. Rumah adat ini pun sangat penting dan dianggap sakral oleh para masyarakat.

Mata pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat Lamaholot adalah bercocok tanam di ladang dengan tanaman utamanya yaitu padi dan dilakukan dengan sistem tebang-bakar.[4] Tanah yang dikerjakan merupakan milik adat yang disebut sebagai wungu dan pada masa lalu pengerjaannya pun diatur oleh kepala adat. Setiap tahap pekerjaan harus diawali dengan upacara dan pembagian pekerjaan dilakukan berdasarkan jenis kelamin. Pekerjaan berat seperti pembukaan hutan dan menanam dilakukan oleh laki-laki, sedangkan panen dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Mereka juga mengenal sistem gotong-royong. Tanaman lain yang dibudidayakan adalah ubi kayu, jagung, kacang-kacangan, pisang, nangka, kopi, kemiri, kelapa, dan lain-lain. Alat-alat pertanian yang digunakan masih sederhana yaitu berupa parang, kapak, tofa untuk membersihkan rumput, tugal, dan pisau untuk memanen padi.

Upacara dalam rangka bercocok tanam di ladang dimulai dengan makan sirih pinang ketika mereka berkumpul karena menyimbolkan rasa kesatuan mereka. Acara dilanjutkan dengan doa yang disampaikan oleh imam yang disebut marang, kemudian diadakan pemotongan hewan korban (belo buno) yang dipersembahkan kepada dewa tertinggi dan roh nenek moyang. Tujuan upacara ini adalah untuk mendapatkan keselamatan dan hasil panen yang berlimpah. Upacara tersebut juga untuk menghormati dewi padi (Tonu Wujo) dengan mengorbankan hewan dan sajian berupa sirih pinang yang diletakkan di tengah ladang dan dengan tari-tarian yang dilakukan saat waktu panen. Padi hasil panen biasanya dimasukkan kedalam sebuah wadah yang disebut hora, terbuat dari anyaman daun lontar. Tangkai padi ini kemudian dirontokkan (pula hama) dan disimpan di dalam lumbung dan hanya diambil bila diperlukan, yaitu saat ingin ditumbuk atau dijual gabahnya. Panen jagung dilakukan dengan mematahkan tangkalnya dengan tangan. Terdapat beberapa cara penyimpanan tangkal jagung yaitu dengan cara menggantungnya pada bambu yang diletakkan di luar rumah, diletakkan di atas perapian di dapur, dan terkadang disimpan dalam gubuk di ladang.

Selain bercocok tanam, mata pencaharian tambahan suku Lamaholot adalah menyadap tuak.[4] Pekerjaan menyadap tuak ini merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai kedewasaan seorang lelaki. Laki-laki dapat disebut dewasa jika ia sudah terampil bekerja di ladang dan menyadap tuak (ola here a tau). Sebaliknya ukuran kedewasaan bagi seorang anak perempuan adalah sudah pandai bertenun (neket tane). Mereka juga berternak babi, kambing, ayam, dan kerbau. Kerbau biasanya disembelih dalam rangka upacara serta berfungsi juga sebagai maskawin. Sebagian dari suku Lamaholot juga menangkap ikan dengan alat-alat sederhana, seperti jaring (nere) dari anyaman tulang daun lontar, busur panah dari bambu, pancing, dan lain-lain. Sedangkan mereka yang tinggal di daerah pantai mata pencaharian utamanya adalah sebagai nelayan. Masyarakat Lamakera dan Lamalera yang merupakan sub-etnis Lamaholot dikenal karena perburuan paus tradisionalnya.[10][11]

Organisasi sosial dan perkawinan

Kesatuan sosial terkecil suku Lamaholot adalah keluarga inti yang disebut langeuma. Beberapa langeuma bergabung membentuk suatu kesatuan keluarga lebih luas, yang disebut sebagai manukone atau amang. Gabungan dari manukone membentuk klen yang disebut nuanewa atau wungu. Prinsip keturunan menganut sistem patrilineal, khususnya dalam pemujaan dan penerimaan harta warisan. Dalam keluarga inti, ayah diposisikan sebagai pemimpin dengan lebih banyak berfungsi sebagai pengambil keputusan. Anak laki-laki dibiasakan mengikuti upacara-upacara adat. Anak laki-laki juga bertanggung jawab terhadap saudara perempuannya dan hubungan anak laki-laki dengan ibunya biasanya terjalin erat. Sebaliknya hubungan antara anak perempuan dengan ayahnya ditandai oleh hubungan yang sungkan.

Dalam perkawinan, suku Lamaholot menganut prinsip eksogami klen, artinya mencari jodoh harus di luar klen sendiri.[4] Klen pemberi gadis disebut bela ke dan klen penerima gadis disebut ona opu. Adat menetap sesudah nikah adalah virilokal, dimana pasangan penganten akan menetap di sekitar kediaman kerabat suami. Salah satu syarat dalam perkawinan adalah maskawin yang menandai bahwa si wanita telah keluar dari klennya dan juga sebagai alat mempererat hubungan kekeluargaan. Maskawin biasanya berupa gading (bala) dengan bermacam-macam ukuran, semakin besar ukuran gading itu tentu akan semakin baik. Orang yang menentukan besar kecilnya maskawin itu adalah saudara laki-laki dari ibu si gadis (nana) dan orang tua, serta saudara-saudara si gadis (na 'ama). Apabila maskawin belum dilunasi maka sang suami harus tinggal dan bekerja di rumah orang tua istrinya.

Masyarakat Lamaholot juga mengenal sistem kasta sosial berdasarkan prinsip keturunan dari klen yang dipandang lebih senior. Ada tiga kasta sosial, yaitu bangsawan (tatkabelen), rakyat biasa (atakabelen), dan budak (aziana). Pada saat ini, diperkirakan telah muncul dasar-dasar kasta sosial yang baru, sepeti pendidikan, kekuasaan dalam sistem birokrasi, atau dasar keagamaan.

Agama dan kepercayaan

Saat ini, mayoritas masyarakat Lamaholot menganut agama Katolik. Islam juga memiliki jumlah penganut yang signifikan diantara orang Lamaholot, banyak perkampungan-perkampungan Muslim yang berdiri di pesisir pantai. Salah satu kelompok Muslim Lamaholot adalah orang Lamakera yang dikenal sebagai pemburu paus biru tradisional.[12]

Islam diduga lebih dahulu masuk ke wilayah suku Lamaholot.[4] Masuknya Islam ke wilayah suku Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku, meskipun sebelumnya Islam telah lebih dulu masuk dari Selat Malaka melalui jalur India-Malaka-Jawa.[7] Perkembangan agama Islam dimulai di daerah pantai Pulau Solor dan Alor. Daerah Pulau Solor dan sekitarnya merupakan bandar penting, terbukti dengan berdirinya beberapa kerajaan-kerajaan Islam, salah satunya Persekutuan Solor Watan Lema yang terdiri dari 5 kerajaan Islam. Saat Portugis datang, Pulau Solor telah dikuasai oleh penganut agama Islam. Perkembangan agama Katolik erat hubungannya dengan masuknya kekuasaan Portugis. Imperialisme bangsa Portugis abad ke-16 kemudian membawa agama Katolik diantara masyarakat Lamaholot hingga saat ini menjadi dominan.[7]

Meskipun saat ini mayoritas masyarakat Lamaholot sudah beragama Katolik, namun sebagian kecil masih bertahan dengan kepercayaan asli Koda Kirin. Mereka percaya kepada dewa tertinggi yang disebut Lera Wulan Tana Ekan sebagai "sang pencipta". Masyarakat Lamaholot juga percaya kepada roh-roh nenek moyang bahwa mereka mempunyai hubungan langsung dengan anak cucunya yang masih hidup. Hal ini mempengaruhi tradisi pemberian bayi yang baru lahir dengan nama salah seorang nenek moyangnya. Roh-roh nenek moyang ini dianggap menjadi perantara mereka dengan dewa tertinggi dan bisa memberi berkat maupun kutukan kepada keturunannya. Mereka juga percaya akan adanya makhluk halus, sumber-sumber alam, dan kekuatan gaib. Pemujaan dewa tertinggi, roh nenek moyang, dan makhluk halus diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara yang biasanya dilakukan dalam rumah ibadah. Rumah ibadah mereka yang disebut korke dan nubanara merupakan bangunan megalitik berbentuk menhir dan dolmen. Lambang wujud tertinggi dalam kepercayaannya asli Lamaholot ini adalah sebuah tiang kayu yang disebut rie lima wana (tiang tangan kanan). Biasanya terdapat dalam korke maupun rumah adat kepala suku atau rumah penduduk umumnya. Orang biasanya berdiri di depan tiang ini untuk memohon berkat atau perlindungan kepada Lera Wulan Tana Ekan. Selain itu, ada pemotongan hewan dalam suatu upacara tertentu dan darah hewan tersebut dioleskan pada tiang suci yang mereka anggap sebagai tempat hadirnya Lera Wulan Tana Ekan.

Suku Lamaholot juga memiliki sebuah ritual yang dinamakan bao lolong.[13] Dalam ritual ini, arak dituangkan ke atas batu yang disebut nubanara. Seusai menyiramkan beberapa tetes arak, mereka menenggak arak yang merupakan simbol pemersatu alam, manusia, dan sosok tak terlihat. Biasanya kaum perempuan memasak arak secara tradisional dengan bahan baku tuak putih yang dimasukkan kedalam tembikar. Perlahan arak disuling dan dimasukkan kedalam kendi kemudian diserahkan kepada para lelaki. Tuak dan arak memiliki nilai sakral dalam budaya Lamaholot, tapi juga banyak disalahgunakan. Oleh karena itu, untuk menjaga budaya Lamaholot, pada tahun 2018 Gereja Paroki St. Arnoldus Jansen Waikomo yang terletak di desa Lewoleba Barat menampilkan pementasan teater bertema tradisi pembuatan arak dan upacara adat dengan arak yang dilakukan masyarakat adat Lamaholot.[13]

Referensi

  1. ^ a b "Lamaholot, Solorese in Indonesia". Joshua Project. Diakses tanggal 2015-01-18. 
  2. ^ "Jumlah Pemeluk Agama di NTT 2019" (PDF). ntt.kemenag.go.id. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-11. Diakses tanggal 2020-09-22. 
  3. ^ Hidayah, Zulyani (2015). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-929-2. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k Melalatoa, M. Junus (1995). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jilid L-Z (pdf). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 
  5. ^ a b "Geografis Umum". Website Resmi Pemkab Flores Timur. Diakses tanggal 2019-03-10. 
  6. ^ "Kabupaten Flores Timur Dalam Angka 2018". BPS Kabupaten Flores Timur. Diakses tanggal 2019-03-10. 
  7. ^ a b c "Asal Usul Orang Lamaholot Yang Mendiami Flores Timur Daratan". Academia. Diakses tanggal 2019-03-10. 
  8. ^ Hanna Fricke. 2019. The mixed lexicon of Lamaholot. 11th International Austronesian and Papuan Languages and Linguistics Conference (APLL11), 13-15 Juni 2019, Leiden University.
  9. ^ "Studi Teknis Rumah Adat Lewokluwok, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur". Kemdikbud. Diakses tanggal 2019-03-11. 
  10. ^ Atmodjo, Kanty (12 Juli 2023). "Lamalera, Suku Pemburu Paus di Indonesia yang Mendunia". www.inilah.com. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  11. ^ "Whale tales, tourism and Lamakera - Wicked Diving". Wicked Diving (dalam bahasa Inggris). 2015-01-31. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2017-03-03. 
  12. ^ "Lamakera Kampung Peradaban, Menteri Agama Minta Salurkan Rahmat Kebajikan". balinewsnetwork.com. Diakses terakhir tanggal 21 Oktober 2018, jam 21:25 WITA.
  13. ^ a b "Mengembalikan Arak dalam Adat Lamaholot". Media Indonesia. Diakses tanggal 2019-03-09. 
  • l
  • b
  • s
  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Sumatra
Batak
Melayu
Minangkabau
Melayu Bukit Barisan Selatan
Melayu Aborigin
Lampung
Kepulauan Barat Sumatera
Lain-lain
Tionghoa
  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Jawa

Baduy Banten Bawean Betawi Ciptagelar Cirebon Peranakan Javindo • Jawa Kalang Kangean Madura Melayu Osing Sunda Tengger

  • l
  • b
  • s

Abui Adang • Adonara • Alor Amarasi • Anakalangu • Atoni Bali Bilba • Bima Blagar Boti Bunak Dela-Oenale • Dengka • Dhao Ende Hamap • Helong Ile Ape • Kabola • Kafoa • Kamang • Kambera • Kedang • Kelon • Kemak Ke'o • Kepo' • Kodi Komodo Kui • Kula • Lamaholot • Lamalera Lamatuka • Lamboya Lamma Laura • Lembata Barat • Lembata Selatan • Levuka • Lewo Eleng • Lewotobi • Lio Lole • Melayu Loloan Kupang Larantuka • Mamboru • Manggarai Nage Nedebang • Ngada Ngada Timur • Palue • Rajong • Rembong • Retta • Ringgou • Riung • Rongga Sabu Sasak Sawila • Sika So'a • Sumba Sumbawa Tambora Tereweng • Termanu • Tetun Tewa • Tii • Uab Meto • Wae Rana • Wanukaka • Wejewa • Wersing

  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Kalimantan *

Abal Agabag Ampanang • Aoheng Bahau Bakati' • Bekati' Rara • Bekati' Sara • Bakumpai Banjar Basap • Bawo Benyadu' Bentian Benuaq Berau Bidayuh (Biatah • Bukar-Sadong) • Bolongan • Bukit (Pitap) • Bukitan Burusu Dayak Dusun (DeyahMalangWitu) • Embaloh • Iban (MualangSeberuang) • Jangkang • Kanayatn Kayan (Busang • Mahakam • Sungai Kayan • Mendalam • Wahau) • Kebahan Kelabit Kembayan • Keninjal • Kenyah (Kelinyau • Wahau • Lebu' Kulit) • Kohin • Krio Kutai (Kota Bangun • Tenggarong) • Lawangan Lengilu Lun Bawang Ma'anyan Mali Mayau • Melayu Modang • Ngaju (BarangasKatingan) • Okolod • Ot Danum (Limbai) • Paku • Pasir Pesaguan Punan (Aput • BukatHovonganKereho • Merah • Merap • Tubu) • Putoh • Ribun • Sa'ban • Sambas Sanjau Basap • Sanggau Segai • Selungai Murut • Semandang • Sembakung Murut • Siang Murung Tagal Murut • Taman • Tausug Tawoyan • Tidung Tunjung Uma' Lasan • Uma' Lung • Wehea

  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Sulawesi

Andio • Aralle-Tabulahan • Bada Bahonsuai • Bajau Balaesang Balantak Bambam • Banggai Bantik Baras • Batui • Behoa Bentong Bintauna • Boano Bobongko • Bolango Bonerate Budong-Budong • Bugis Bungku Buol Busoa • Buton Campalagian • Cia-Cia • Dakka • Dampelas Dondo Duri Enrekang • Gorontalo Kaidipang • Kaili (Kaili Da'a • Kaili Ledo • Kaili Unde) • Kaimbulawa • Kalao • Kalumpang Kamaru • Kioko • Kodeoha • Konjo Pegunungan Konjo Pesisir Koroni • Kulisusu Kumbewaha • Laiyolo • Lasalimu Lauje Lemolang Liabuku • Lindu Lolak • Luwu • Maiwa • Makassar Manado • Malimpung • Mamasa Mamuju • Mandar Melayu Minahasa Moma • Mongondow Mori (Mori Atas • Mori Bawah) • Moronene Muna Napu Onda'e Padoe Pamona Panasuan • Pancana • Pannei • Pebato Pendau • Polahi Ponosakan • Rahambuu • Rampi Ratahan Saluan Sangir Sarudu • Sedoa • Seko Padang • Seko Tengah • Selayar Suwawa Taje • Tajio Talaud Taloki • Talondo' • Toala' • Tolaki Tomadino • Tombelala • Tombulu Tomini Tondano • Tonsawang • Tonsea • Tontemboan Topoiyo • Toraja Totoli • Tukang Besi Selatan • Tukang Besi Utara • Ulumanda' • Uma • Wana Waru • Wawonii Wolio Wotu

  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Kepulauan Maluku

Alfur Alune Amahai Ambelau Ambon Aputai • Asilulu • Babar Tenggara • Babar Utara • Bacan Banda Barakai • Bati • Batuley • Benggoi • Boano Bobot • Buli Buru Dai Damar Barat • Damar Timur • Dawera-Daweloor • Dobel • Elpaputih • Emplawas • Fordata • Galela • Gamkonora • Gane Gebe • Geser-Gorom • Gorap • Haruku • Hitu Horuru • Hoti • Huaulu • Hukumina • Hulung • Ibu • Ili'uun • Imroing • Kadai • Kaibobo • Kamarian • Kao Karey Kayeli Kei Kisar • Koba • Kola Kompane • Kur Laba • Laha Larike-Wakasihu • Latu • Leti • Liana-Seti • Lisabata-Nuniali • Lisela • Lola • Loloda • Lorang • Loun • Luang • Luhu • Maba Makian Barat • Makian Timur • Mangole Manipa Manombai • Manusela Mariri • Masela Barat • Masela Tengah • Masela Timur • Masiwang • Modole Moksela • Naka'ela • Nila • Nuaulu (Naulu Selatan • Naulu Utara) • Nusa Laut • Oirata • Pagu • Palumata • Patani • Paulohi • Perai • Piru • Roma • Sahu Salas • Saleman • Saparua • Sawai • Seit-Kaitetu • Selaru • Seluwasan • Sepa • Serili • Serua • Sula Tabaru Taliabu • Talur • Tarangan Barat • Tarangan Timur • Tela-Masbuar • Teluti • Teor • Ternate Ternateño1 Te'un • Tidore Tobelo Tugun • Togutil Tulehu • Ujir • Waioli • Watubela • Wemale (Selatan • Utara) • Yalahatan • Yamdena

  • l
  • b
  • s
Suku bangsa di Papua *

Abinomn 3 Abun 3 Aghu Airoran • Ambai Amungme Anasi • Ansus Arandai Arfak Arguni As • Asmat (Asmat Pantai Kasuari • Asmat Tengah • Asmat Utara • Asmat Yaosakor) • Atohwaim • Auye • Awbono • Awera • Awyi Awyu Asue • Awyu Tengah • Awyu Edera • Awyu Jair • Awyu Utara • Awyu Selatan • Bagusa • Baham Barapasi • Bauzi Bayono • Bedoanas Beneraf • Berik Betaf • Biak Biga • Biritai • Bonggo • Burate • Burmeso • Burumakok • Buruwai Busami Citak Citak Tamnim • Dabe • Damal Dani (Dani Lembah Bawah • Dani Lembah Tengah • Dani Lembah Atas • Dani Barat) • Dao • Dem Demisa • Dera Diebroud • Dineor • Diuwe • Doutai • Duriankere • Dusner • Duvle • Edopi • Eipomek Ekari Elseng 3 Emem • Empur Eritai • Erokwanas • Fayu Fedan • Foau • Gresi • Hatam 3 Hupla Iau Iha Iha Pijin 4 Irarutu Iresim • Isirawa • Itik • Iwur • Jofotek-Bromnya • Kaburi • Kais Kaiy • Kalabra • Kamberau • Kamoro Kanum Bädi • Kanum Ngkâlmpw • Kanum Smärky • Kanum Sota • Kapauri • Kaptiau • Karas • Karon Dori • Kaure • Kauwera • Kawe Kayagar • Kayupulau • Kehu 5 Keijar • Kemberano • Kembra 5 Kemtuik • Ketengban Ketum • Kimaghima • Kimki • Kimyal Kirikiri • Kofei • Kokoda Kombai Komyandaret • Konda • Koneraw • Kopkaka • Korowai Korupun-Sela • Kosare • Kowiai • Kuri • Kurudu Kwer • Kwerba • Kwerba Mamberamo • Kwerisa • Kwesten • Kwinsu • Legenyem • Lepki 5 Liki • Maden Mai Brat • Mairasi • Maklew • Mander Mandobo Atas • Mandobo Bawah • Manem • Manikion • Mapia • Marau • Marind Marind Bian • Masimasi • Massep 3 Matbat Mawes • Ma'ya Mekwei • Meoswar • Mer • Meyah Mlap • Mo • Moi Molof 5 Mombum • Momina • Momuna • Moni Mor • Mor • Morai • Morori Moskona • Mpur 3 Munggui • Murkim 5 Muyu Utara • Muyu Selatan • Nafri • Nakai • Nacla • Namla 5 Narau • Ndom • Nduga • Ngalum Nggem • Nimboran • Ninggerum • Nipsan • Nisa • Obokuitai • Onin • Onin Pijin 4 Ormu • Orya • Papasena • Papuma • Pom • Puragi • Rasawa • Riantana • Roon Samarokena • Saponi • Sauri • Sause • Saweru • Sawi Seget • Sekar • Semimi • Sempan Sentani Serui-Laut • Sikaritai • Silimo • Skou • Sobei • Sowanda • Sowari • Suabo • Sunum • Tabla • Taikat • Tamagario • Tanahmerah • Tandia • Tangko • Tarpia • Tause • Tebi • Tefaro • Tehit Tobati Tofanma 5 Towei • Trimuris • Tsaukambo • Tunggare • Una • Uruangnirin • Usku 5 Viid • Vitou • Wabo • Waigeo • Walak Wambon Wandamen • Wanggom • Wano Warembori • Wares • Waris • Waritai • Warkay-Bipim • Waropen Wauyai Woi • Wolai Woria • Yahadian • Yale Kosarek • Yali Angguruk • Yali Ninia • Yali Lembah • Yaqay • Yarsun • Yaur Yawa • Yei • Yelmek • Yeretuar • Yetfa • Yoke • Zorop

  • l
  • b
  • s
Suku bangsa lain

Belanda Hitam Arab-Indonesia India-Indonesia Jepang Indonesia Korea-Indonesia Filipina-Indonesia • Yahudi-Indonesia Pakistan-Indonesia Eropa-Indonesia (Orang IndoJerman-IndonesiaPortugis-IndonesiaArmenia-Indonesia • Australia-Indonesia • Bule Depok) • Timor Leste-Indonesia • Mardijkers Orang Koja • Tionghoa-Indonesia (Orang PeranakanCina Benteng) • Orang Lamno • Larantuqueiros

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


Ikon rintisan

Artikel bertopik kelompok etnik ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s