Radjiman Wedyodiningrat

Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan IndonesiaMasa jabatan
29 April 1945 – 7 Agustus 1945WakilRaden Pandji Soeroso
Ichibangase Yosio Informasi pribadiLahir(1879-04-21)21 April 1879
Yogyakarta, Hindia BelandaMeninggal20 September 1952(1952-09-20) (umur 73)
Ngawi, IndonesiaPekerjaanPejuang, dokter, aktivis, politisi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat (21 April 1879 – 20 September 1952) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Ia adalah anggota organisasi Budi Utomo, pada tahun 1945 terpilih untuk memimpin Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 9 Agustus 1945, sehari setelah pengeboman atom di Nagasaki, Radjiman bersama dengan tokoh nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta diterbangkan ke Saigon untuk bertemu dengan Marsekal Lapangan Hisaichi Terauchi, komandan Jepang dari Grup Angkatan Darat Ekspedisi Selatan. Ia mempunyai tanggal lahir yang sama seperti R.A. Kartini, yakni 21 April 1879.

Pada tahun 1950, setelah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia memimpin sidang pleno pertamanya. Dua tahun kemudian, Radjiman meninggal dan dimakamkan di Yogyakarta. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2013 oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Dikenal sebagai tokoh politik, ia merupakan lulusan Sekolah Dokter Djawa atau School tot Opleiding Van Indicshe Artsen (STOVIA) pada Desember 1898.[1]

Asal usul

Radjiman memiliki darah Gorontalo dari ibunya. Ayah dari dr. Radjiman bernama Sutodrono. Pamannya, Wahidin Soedirohoesodo, membiayai pendidikannya di Batavia.

Pendidikan

Dokter Radjiman Wedyodiningrat dan keluarga (1909).

Dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24 tahun. Ia juga pernah belajar di Belanda, Prancis, Inggris dan Amerika.

Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula ia secara khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi ke depan di mana saat itu banyak ibu-ibu yang meninggal karena melahirkan. Karena keprofesionalannya, pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana X di Kesunanan Surakarta, dr. Radjiman diangkat sebagai dokter keraton, dan sempat berkarier serta mengabdikan diri di beberapa rumah sakit di Surakarta.

Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Dusun Dirgo, Desa Kauman, Kecamatan Widodaren, Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.

Budi Utomo

dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Budi Utomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914–1915.

BPUPKI

Dokter Radjiman (ketika itu masih bergelar Wedyodipuro) seusai menangani persalinan sesar salah seorang perempuan kerdil di Rumah Sakit Kadipolo, Surakarta (1915).

Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara aktif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuverinya pada saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.

Pada sidang BPUPKI (29 Mei 1945), ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila. Masyarakat setempat lebih mengenal kediaman dr. Radjiman dengan sebutan "Kanjengan". Sekarang ini kediaman itu menjadi situs dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dan masuk wilayah Dusun Paldaplang Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.

Karier selanjutnya

Presiden Soekarno hadir saat pemakaman Radjiman Wedyodiningrat.

Pada masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP, dan pemimpin sidang DPR pertama pada saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.

Referensi

  1. ^ Teguh, Irfan. "Radjiman Wedyodiningrat, Dokter Keraton Solo yang Jadi Ketua BPUPKI". tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-24. 
  • l
  • b
  • s
Indonesia Anggota BPUPKI
  • l
  • b
  • s
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Kemerdekaan
Revolusi
Pergerakan
Sastra
Seni
Pendidikan
Integrasi
Pers
Pembangunan
Agama
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Syaifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia