Bahasa Melayu Kuno

Bahasa Melayu Kuno
Bahasa Melayu Kuno
Prasasti Kedukan Bukit (683) yang ditemukan di Sumatra adalah spesimen bahasa Melayu tertua yang masih ada.[1]
Wilayah
  • Indonesia
    • Sumatra
    • Jawa
  • Malaysia
    • Semenanjung Malaya
EtnisPara penutur bahasa-bahasa Malayik
EraAbad ke-7 hingga ke-14 M
Rumpun bahasa
Lihat sumber templat}}
  • Austronesia
    • Melayu-Polinesia
Bentuk awal
  • Proto-Melayik
    • Melayu Kuno
Sistem penulisan
Aksara Pallawa
Kode bahasa
ISO 639-3omy
Glottologoldm1243[2]
QIDQ31775823
Status pemertahanan
Punah

EXSingkatan dari Extinct (Punah)
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Melayu Kuno diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [3][4]

Informasi penggunaan templat turunan
Sampel
Sampel teks
Isi dari prasasti kedukan bukit, sebuah prasasti berbahasa Melayu Kuno yang ditulis dalam aksara Pallawa tertanggal 1 Mei 683 (Teks)
svasti śrī śakavaŕşātīta 605 ekādaśī śu- • klapakşa vulan vaiśākha ḍapunta hiyaṁ nāyik di • sāmvau maṅalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa • vulan jyeşţha ḍapunta hiyaṁ maŕlapas dari Miṉāṅkā • tāmvan mamāva yaṁ vala dua lakşa daṅan ko śa(?) • duaratus cāra di sāmvau daṅan jālan sarivu • tlurātus sapulu dua vañakña dātaṁ di mata jap (mukha upaṃ ?) • sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula[n]... (āsāḍha ?) • laghu mudita dātaṁ marvuat vanua ... • śrīvijaya siddhayātra subhikşa ... (nityakāla ?)
Terjemahan: 
Bahasa Melayu Umum
Teks penuh

Svasti! Pada 11 hari bulan separuh Vaiśākha tahun 605 Śaka, Dapunta Hiyang menaiki sampan untuk mendapatkan siddhayātra. Pada hari ke tujuh iaitu 15 hari bulan separuh Jyeṣṭha, Dapunta Hiyang berlepas dari Mināṅa membawa 20000 orang bala tentera dengan bekal-bekalan sebanyak 200 peti di sampan diiringi 1312 orang yang berjalan kaki banyaknya datang ke hulu Upang dengan sukacitanya. Pada 15 hari bulan separuh āsāḍha dengan mudah dan gembiranya datang membuat benua ... Śrīvijaya jaya siddhayātra subhikṣa nityakāla!

Bahasa Indonesia
Teks penuh
Selamat! Tahun Śaka memasuki 605, pada hari kesebelas, Dapunta Hiyang menaiki sampan untuk mengambil siddhayātra. Pada hari ketujuh, yaitu 15 hari pertama bulan Jyeṣṭha, Dapunta Hiyang meninggalkan Mināṅa untuk membawa 20.000 orang pasukan tentara dengan perbekalan sebanyak 200 peti di sampan diiringi sebanyak 1312 orang yang berjalan kaki datang ke hulu Upang dengan sukacita. Pada 15 hari pertama bulan āsāḍha dengan mudah dan gembiranya datang membuat benua ... Sriwijaya jaya siddhayātra subhikṣa nityakāla!
Sampel teks lainnya
Sampel suara
noicon
(Bantuan • Berkas • Lainnya)
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Cari artikel bahasa
Cari artikel bahasa
 
Cari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)
 
Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Artikel bahasa sembarang
Halaman bahasa acak

Bahasa Melayu Kuno (atau Melayu Kuno saja tanpa "bahasa", terkadang juga disebut sebagai Melayu Tua, Inggris: Old Malay, OM) adalah nama yang digunakan untuk menyebut suatu bahasa yang tertulis pada beberapa prasasti yang berasal dari abad ke-7 hingga abad ke-10 M yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Sebagian besar prasasti yang menjadi sumber korpus (bukti tertulis) Melayu Kuno berkaitan dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya.[5] Nama "Melayu Kuno" menunjukkan bahwa bahasa ini merupakan pendahulu dari bahasa Melayu Modern dan bahasa Melayu Klasik, tetapi para ahli memiliki pandangan berbeda terhadap hal tersebut, begitu pun terhadap persoalan apakah bahasa ini adalah salah satu anggota rumpun bahasa Melayik.[6][7][8][9]

Bahasa Melayu pertama kali digunakan pada milenium pertama yang dikenal sebagai bahasa Melayu Kuno, bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam waktu dua milenium, bahasa Melayu telah mengalami berbagai lapisan pengaruh asing melalui perdagangan antarbangsa, perluasan agama, penjajahan, dan perkembangan tren sosial politik baru. Bentuk bahasa Melayu tertua berasal dari bahasa Melayu-Polinesia Purba yang dituturkan oleh pemukim Austronesia terawal di Asia Tenggara. Bentuk ini kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno ketika budaya dan agama India mulai menembusi wilayah ini, kemungkinan besar menggunakan aksara Kawi dan Rencong, kata beberapa peneliti linguistik. Bahasa Melayu Kuno mengandung beberapa istilah yang ada pada saat ini, tetapi tidak dapat dipahami oleh penutur modern, sedangkan bahasa modern sebagian besar sudah dapat dikenali dalam bahasa Melayu Klasik tertulis tahun 1303 M.[10]

Bahasa Melayu Kuno yang ditemukan dalam prasasti-prasasti sumber memakai banyak kosakata bahasa Sanskerta dan ditulis menggunakan aksara Pallawa yang merupakan aksara Brahmi sehingga terdapat beberapa penyesuaian yang ditemukan untuk mengakomodasi fonologi Melayu Kuno yang berbeda dengan Sanskerta.[11]

Nama

Para arkeolog dan linguis pada awalnya tidak menggunakan nama tertentu untuk menyebut bahasa yang digunakan pada prasasti-prasasti berbahasa Melayu yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Linguis Charles Otto Blagden (1913) dan arkeolog George Cœdès (1930) menggunakan penyebutan seperti "bentuk kuno" atau "teks paling kuno" dari bahasa Melayu sedangkan linguis Gabriel Ferrand menggunakan nama malayo-sanscrit ("Melayu-Sanskerta") dalam tulisannya pada tahun 1932.[a][14] Indolog J. G. de Casparis mulai menggunakan nama Oud-Maleise ("Melayu Tua") dalam bukunya Prasasti Indonesia jilid pertama yang terbit tahun 1950.[15] Nama tersebut kemudian digunakan oleh sastrawan A. Teeuw dengan menulis Old Malay dalam tulisan singkatnya tahun 1959 mengenai sejarah bahasa Melayu.[16]

Sejarah

Perincian Aksara Rencong, sistem penulisan yang ditemukan di Sumatra bagian Tengah.[17] Teks itu berbunyi (ejaan Voorhoeve): "haku manangis ma / njaru ka'u ka'u di / saru tijada da / tang [hitu hadik sa]", yang diterjemahkan oleh Voorhoeve sebagai: "Aku menangis menyeru kau. Kau diseru tiada datang" (hitu adik sa- adalah sisa baris ke-4.)

Awal era umum menjadi saksi pengaruh peradaban India yang tumbuh di kepulauan ini. Sebelum kedatangan para pedagang India ke Kepulauan Melayu, bahasa yang digunakan masyarakat setempat dikenal dengan bahasa Melayu Purba. Dengan penyerapan dan penyebaran perbendaharaan kata Dravida dan pengaruh agama-agama besar India seperti Hindu dan Buddha, bahasa Purwa-Malayik berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno. Prasasti Dong Yen Chau diyakini berasal dari abad ke-4 M, ditemukan di barat laut Tra Kieu, dekat ibu kota lama Campa di Indrapura, Vietnam modern.[18][19][20] Namun, bahasa ini dianggap ditulis dalam bahasa Cam Kuno daripada bahasa Melayu Kuno oleh para ahli seperti Graham Thurgood. Spesimen bahasa Melayu Kuno yang tidak menimbulkan perdebatan adalah Prasasti Sojomerto abad ke-7 M dari Jawa Tengah, Prasasti Kedukan Bukit dari Sumatera Selatan, dan beberapa prasasti lain yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-10 yang ditemukan di Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa, pulau-pulau lain di Kepulauan Sunda, serta Luzon. Semua prasasti bahasa Melayu Kuno menggunakan aksara India seperti aksara Pallawa, Nagari atau aksara-aksara Sumatra Kuno yang dipengaruhi India.[21]

Tata bahasa Melayu Kuno sangat dipengaruhi oleh kitab-kitab Sanskerta dari segi fonem, morfem, kosakata, dan ciri-ciri keilmuan, terutama apabila kata-kata tersebut berkait erat dengan budaya India seperti puja, bakti, kesatria, maharaja, dan raja, serta pada agama Hindu-Buddha seperti dosa, pahala, neraka atau surga, puasa, sami, dan biara, yang bertahan hingga kini. Bahkan, beberapa orang Melayu tanpa memandang agama pribadi mempunyai nama yang berasal dari bahasa Sanskerta seperti nama-nama dewa atau pahlawan Hindu India antara lain Putri, Putra, Wira, dan Wati.

Secara populer diklaim bahwa bahasa Melayu Kuno prasasti-prasasti Sriwijaya dari Sumatera Selatan adalah leluhur bahasa Melayu Klasik. Namun, seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli bahasa, hubungan yang tepat antara kedua bahasa ini, baik leluhur maupun bukan, diragukan dan masih tidak pasti.[22] Hal ini disebabkan adanya sejumlah kekhasan morfologis dan sintaksis, serta imbuhan yang lazim dari bahasa Batak dan Jawa yang berkaitan, tetapi tidak ditemukan bahkan dalam manuskrip-manuskrip bahasa Melayu Klasik. Mungkin saja bahasa prasasti-prasasti Sriwijaya adalah sepupu dekat dan bukannya leluhur bahasa Melayu Klasik.[23] Selain itu, walaupun bukti terawal bahasa Melayu Klasik telah ditemukan di Semenanjung Malaya dari tahun 1303, bahasa Melayu Kuno tetap digunakan sebagai bahasa tulisan di Sumatra hingga akhir abad ke-14, dibuktikan dari Prasasti Bukit Gombak bertarikh 1357[24] dan manuskrip Tanjung Tanah zaman Adityawarman (1347–1375). Bahasa Melayu Kuno mencapai kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-14 pada zaman kerajaan Sriwijaya sebagai bahasa perantara dan bahasa penadbiran.

Sumber-sumber bahasa Melayu Kuno

Meskipun tidak terlalu banyak, ada cukup sumber naskah atau tulisan yang dapat dipelajari sehingga orang cukup memperoleh gambaran mengenai aspek kebahasaan bahasa ini.

Bahasa Melayu Kuno ditemukan pada prasasti-prasasti berikut (tidak lengkap):

Penggolongan

Bahasa Melayu Kuno merupakan sebuah bahasa Melayu–Polinesia namun belum terdapat konsensus mengenai kedudukannya di dalam rumpun bahasa tersebut. Linguis Alexander Adelaar menggunakan bahasa Melayu Kuno sebagai tambahan dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat.[31] Adelaar serta beberapa linguis lain seperti seperti Walther Aichele dan René van den Berg telah menulis penjelasannya masing-masing mengenai perbedaan fonologi dan morfologi antara Melayu Kuno ke Melayu Modern.[32][33][34] Terdapat pula penulis-penulis lainnya yang menulis tentang morfologi Melayu Kuno sembari menyebutkan posisi bahasa tersebut terhadap rumpun bahasa Melayik. Sastrawan A. Teeuw beranggapan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan versi terdahulu dari bahasa Melayu Modern berdasarkan perbedaan morfologi kedua bahasa tersebut meskipun ia juga menjelaskan hubungan antara kedua bahasa itu. Teeuw berpemikiran bahwa perbedaan tersebut tidak cukup dijelaskan hanya sebagai perkembangan fonologi maupun serapan seperti yang dijelaskan oleh Aichele.[35]

Imbuhan di- dan ni-

Adelaar, dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat, tidak merekonstruksi imbuhan bahasa Melayu Modern di- salah satunya berdasarkan pertimbangan bahwa bahasa Melayu Kuno tidak memiliki di- namun menggunakan ni-. Ia mengatakan bahwa imbuhan tersebut dapat berasal dari kata depan di.[36][37] Pemikiran Adelaar ini berbeda dengan Berg yang mengungkapkan bahwa imbuhan di- dapat berkembang dari imbuhan Melayu Kuno ni-, sembari mengutip pemikiran serupa yang sebelumnya disebutkan oleh Teeuw dan Casparis.[38] Linguis Malcolm Ross, di lain pihak, menyebutkan bahwa bahasa Proto-Melayik dapat memiliki imbuhan *di-. Ia kemudian mengajukan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan sebuah bahasa Melayik karena tidak merefleksikan imbuhan ini dan imbuhan +bAr- yang disebutkan berkembang dari imbuhan *mAr- dalam bahasa Proto-Melayik.[39] Adelaar, dalam sanggahannya, menyebutkan bahwa tidak ditemukannya di- dalam bahasa Melayu Kuno menjadikan imbuhan tersebut bukan sebuah penentu dasar dalam pengelompokan bahasa Melayik. Sementara itu, sebagian besar fonologi Melayu Kuno ditemukan berkorespondensi dengan perkembangan fonologi Melayik sementara yang tidak berkorespondensi menurutnya lebih terkait dengan sedikitnya korpus Melayu Kuno.[40]

Ciri-ciri

Dari berbagai sumber naskah dan prasasti tampak sekali pengaruh dari bahasa Sanskerta melalui banyak kata-kata yang dipinjam dari bahasa itu serta bunyi-bunyi konsonan aspiratif seperti bh, ch, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatchitta). Namun struktur kalimat jelas bersifat Malayik atau berkemelayuan, serta juga Austronesia, seperti adanya imbuhan (affix). Imbuhan-imbuhan ini dapat dilacak hubungannya dengan bentuk imbuhan bahasa Melayu Klasik atau bahasa Melayu,[41] seperti awalan mar- (ber- dalam bahasa Melayu Klasik dan Melayu), ni- (di-), nipar- (diper-), maN- (meN-), ka- (ter-, juga ke pada bahasa Betawi), dan maka- (ter-).

Pronomina (kata ganti) pribadi, seperti juga bahasa Melayu, juga terdiri dari pronomina independen dan pronomina ekliktik (genitif):[42] 1s = aku, -ku/-nku, 2p = kamu, mamu, 3s = iya, nya, 3p (hormat) = sida, -da,-nda, 2p (divinum) = kita, -ta/-nta.

Dua dialek telah diduga oleh Aichelle pada tahun 1942 dan A. Teeuw sejak 1959:[43] Dialek prasasti Sumatra: ni-/var- dan dialek luar Sumatra di-/bar-.

Kosakata

Bahasa Melayu Kuno banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa Sanskerta. Hal ini karena kebanyakan masyarakat Melayu ketika itu beragama Hindu dan Bahasa Sanskerta telah menjadi bahasa bangsawan dan mempunyai hierarki yang tinggi. Selain itu, sifat bahasa Melayu yang mudah lentur sesuai keadaan juga menjadi salah satu penyebab bahasa asing seperti Sanskerta diterima. Hal ini dapat dibuktikan dari pengaruh tulisan atau aksara Pallawa dan Dewanagari yang berasal dari India, kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, rangkai-rangkai kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, dan fonem-fonem Sanskerta. Pengaruh bahasa Sanskerta ini menyebabkan penambahan kosakata bahasa Melayu Kuno. Contoh kata yang diambil dari bahasa Sanskerta seperti syukasyitta, athava, karana, tatakala, dan sebagainya. Bahasa Melayu Kuno tidak mempunyai pengaruh Parsi atau Arab.

Hubungan antara Melayu Kuno dan Melayu Modern dapat dilihat dari kata-kata yang bertahan dari dahulu sampai sekarang seperti curi, makan, tanam, air, dan sebagainya, serta kata-kata yang mempunyai bentuk atau format yang serupa seperti dalam tabel-tabel dibawah:

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
wulan bulan
nasyik asyik
nayik naik
mangalap mengambil
mamava membawa
saribu seribu
dangan dengan
vanakna banyaknya
sukhacitta sukacita
ko ke
samvau sampan
datam datang
vari bari = berisekarang
rajaputra putra raja
vatu batu
tawad tabat (tebat, kolam)
vala bala (tentara)
rumwiya rumbia
haur aur
wuluh buluh
pattung betung (bambu)
niyur nyiur

Awalan ni- menjadi di-

Penggunaan awalan di- dalam Bahasa Melayu Modern sama dengan awalan ni- dalam Bahasa Melayu Kuno dan awalan diper- sama seperti nipar-.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
nimakan dimakan
niminumna diminumnya
niparvuat diperbuat
nipaihumpa dipersumpah
nivunuh dibunuh

Awalan mar- menjadi ber-

Awalan ber- dalam Bahasa Melayu modern hampir sama dengan awalan mar- dalam Bahasa Melayu Kuno.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
marvanum berbangun
marvuat berbuat
marlapas berlepas
marppadah berpadah
marsila bersila
marwuddhi berbudi
marjahati menjahati / berbuat jahat

Akhiran -na menjadi -nya

Akhiran -na yang digunakan dalam Bahasa Melayu Kuno sama dengan -nya pada masa kini.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
vinina semuanya
vuahna semuanya

Akhiran -ku adalah singkatan aku yang masih digunakan sampai sekarang

Contohnya:

  • catrunku
  • hulutuhanku
  • niraksanku

Ringkasan

Secara singkat, berikut ciri-ciri bahasa Melayu Kuno

  • Mengandung banyak kata serapan dari bahasa Sanskerta seperti tatkala, atau, dan sebagainya
  • Bunyi b adalah w dalam bahasa Melayu Kuno. Contohnya, bulan adalah wulan
  • Bunyi e pepet tidak ada. Contoh: dengan - dngan atau dangan
  • Awalan ber- adalah mar- dalam Bahasa Melayu Kuno (contoh: berlepas-marlapas)
  • Awalan di- adalah ni- dalam bahasa Melayu Kuno (Contoh: diperbuat - niparvuat)
  • Ada bunyi konsonan yang diembuskan seperti bh, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatshitta)
  • Huruf h hilang dalam bahasa modern (Contoh: semua - samuha; saya - sahaya)

Catatan kaki

  1. ^ "... an archaic form of speech allied to Malay." dalam Blagden (1913) dan "... les plus anciens textes malais ..." dalam Cœdès (1930).[12][13]

Rujukan

  1. ^ Guy, John (2014). Lost Kingdoms: Hindu-Buddhist Sculpture of Early Southeast Asia. Metropolitan Museum of Art. hlm. 21. ISBN 9781588395245. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Old Malay". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
  3. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  4. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  5. ^ Mahdi 2005, hlm. 182.
  6. ^ Teeuw 1959, hlm. 141-142.
  7. ^ Berg 2004, hlm. 536-541.
  8. ^ Ross 2004, hlm. 98.
  9. ^ Adelaar 2008, hlm. 244-245.
  10. ^ Teeuw 1959, hlm. 149
  11. ^ Vikør 1988, hlm. 67-68.
  12. ^ Blagden 1913, hlm. 69.
  13. ^ Cœdès 1930, hlm. 30.
  14. ^ Ferrand 1932, hlm. 271.
  15. ^ Casparis 1950, hlm. 50.
  16. ^ Teeuw 1959, hlm. 141.
  17. ^ Voorhoeve, P. (1970). "Kerintji Documents". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 126 (4): 369–399. doi:10.1163/22134379-90002797 alt=Dapat diakses gratis. 
  18. ^ Abdul Rashid & Amat Juhari 2006, hlm. 27
  19. ^ Arkib Negara Malaysia 2012
  20. ^ Morrison 1975, hlm. 52–59
  21. ^ Molen, Willem van der (2008). "The Syair of Minye Tujuh". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 163 (2/3): 356–375. doi:10.1163/22134379-90003689 alt=Dapat diakses gratis. 
  22. ^ Sneddon 2003
  23. ^ Teeuw 1959, hlm. 141–143
  24. ^ Teeuw 1959, hlm. 148
  25. ^ "Situs Kabupaten Batang, diakses 7 Juni 2007". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-27. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  26. ^ Coedes, George, (1930), Les inscriptions malaises de Çrivijaya, BEFEO.
  27. ^ Kern 1913, hlm. 393.
  28. ^ a b c d e "Situs "The History of Pasuruan Regency"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  29. ^ Muljana, Slamet, 1981, Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 223.
  30. ^ Casparis, J. G. de., (1992), Kerajaan Malayu dan Adityawarman, Seminar Sejarah Malayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi, hlm. 235-256.
  31. ^ Adelaar 1992, hlm. 3.
  32. ^ Adelaar 2005.
  33. ^ Berg 2004.
  34. ^ Aichele 1942-1943.
  35. ^ Teeuw 1959, hlm. 141-144.
  36. ^ Adelaar 1992, hlm. 161-163.
  37. ^ Adelaar 2005, hlm. 128.
  38. ^ Berg 2004, hlm. 549.
  39. ^ Ross 2004, hlm. 103-106.
  40. ^ Adelaar 2008, hlm. 244.
  41. ^ Mahdi W. 2005. Old Malay. Dalam: Adelaar K.A. & Himmelmann N. (penyunting) The Austronesian languages of Asia and Madagascar. Routledge. Hal. 197.
  42. ^ Mahdi W. 2005. ibid.. Hal. 196.
  43. ^ Mahdi W. 2005. ibid.. Hal. 183.

Daftar pustaka

  • Adelaar, K. A. (1992). Proto-Malayic: The reconstruction of its phonology and parts of its lexicon and morphology. Sydney: Pacific Linguistics. doi:10.15144/PL-C119. hdl:1885/145782. ISBN 0858834081.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Adelaar, A. (2005). "Much ado about di-". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde. 161 (1): 127–142. doi:10.1163/22134379-90003717. JSTOR 27868203. 
  • Adelaar, A. (2008). "Review of Papers in Austronesian Subgrouping and Dialectology". Oceanic Linguistics. 47 (1): 240–246. JSTOR 20172347. 
  • Aichele, W. (1942–1943). "Die altmalaiische Literatursprache und ihr Einfluss auf das Altjavanische". Zeitschrift fur Eingeborenen-Sprachen. XXXIII: 37–66. Pemeliharaan CS1: Format tanggal (link)
  • Berg, R. van den (2004). "Some notes on the origin of Malay di-". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 160 (4): 532–554. doi:10.1163/22134379-90003722. JSTOR 27868165. 
  • Blagden, C. O. (1913). "The Kota Kapur (Western Bangka) inscription". Journal of the Straits Branch. 65 (37): 69–71. 
  • Casparis, J. G. de (1950). Prasasti Indonesia I: Inscripties uit de Çailendra-tijd. Djawatan Purbakala Republik Indonesia, A. C. NIX & Co.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Cœdès, G. (1930). "Les inscriptions malaises de Çrīvijaya". Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient. 30: 29–80. doi:10.3406/befeo.1930.3169. 
  • Ferrand, G. (1932). "Quatre textes épigraphiques malayo-sanskrits de Sumatra et de Baṅka". Journal asiatique. CCXXI: 271–326. 
  • Kern, H. (1913). "Inscriptie van Kota Kapoer". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde. 67 (1): 393–400. doi:10.1163/22134379-90001796. 
  • Mahdi, W. (2005). "Old Malay". Dalam Adelaar, K. A.; Himmelmann, N. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. Oxford: Routledge. hlm. 182–200. 
  • Ross, M. D. (2004). "Notes on the prehistory and internal subgrouping of Malayic". Dalam Bowden, J.; Himmelman, N. Papers in Austronesian subgrouping and dialectology. Canberra: Pacific Linguistics. hlm. 97–109. doi:10.15144/PL-563. 
  • Teeuw, A. (1959). "The history of the Malay language. A preliminary survey". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde. 115 (2): 138–156. doi:10.1163/22134379-90002240. 
  • Vikør, L. S. (1988). "The spelling and phonology of Old Malay". Perfecting Spelling: Spelling discussions in Indonesia and Malaysia 1900–1972. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. 133. Dordrecht: Foris Publications. hlm. 67–88. 
  • Abdul Rashid, Melebek; Amat Juhari, Moain (2006), Sejarah Bahasa Melayu, Utusan Publications & Distributors, ISBN 967-61-1809-5 
  • Andaya, Leonard Y. (2001), "The Search for the 'Origins' of Melayu" (PDF), Journal of Southeast Asian Studies, 32 (3): 315–330, doi:10.1017/s0022463401000169 
  • Arkib Negara Malaysia (2012), Persada Kegemilangan Bahasa Melayu, diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Agustus 2012, diakses tanggal 27 September 2012  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Asmah, Haji Omar (2004), The Encyclopedia of Malaysia: Languages & Literature, Editions Didlers Millet, ISBN 981-3018-52-6 
  • Collins, James T (1998), Malay, World Language: A Short History, Dewan Bahasa dan Pustaka, ISBN 978-979-461-537-9 
  • Kementerian Sosial RI (2008), Sumpah itu, 80 tahun kemudian, diakses tanggal 19 October 2012 
  • Mohamed Pitchay Gani, Mohamed Abdul Aziz (2004), E-Kultur dan evolusi bahasa Melayu di Singapura (Master Thesis), National Institute of Education, Nanyang Technological University 
  • Morrison, George Ernest (1975), "The Early Cham Language and Its Relation to Malay", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 48 
  • Noriah, Mohamed (1999), Sejarah Sosiolinguistik Bahasa Melayu Lama, Penerbit Universiti Sains Malaysia, ISBN 983-861-184-0 
  • Ooi, Keat Gin (2008), Historical Dictionary of Malaysia, The Scarecrow Press, Inc., ISBN 978-0-8108-5955-5 
  • Pusat Rujukan Persuratan Melayu (2012), Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu, diakses tanggal 27 September 2012 

Pranala luar

  • Prasasti bahasa Melayu Kuno
  • Bahasa Malaysia Simple Fun Diarsipkan 2010-12-26 di Wayback Machine., halaman artikel berkaitan Bahasa Melayu Kuno (terjemahan Bahasa Inggris)
  • Loan-Words in Indonesian and Malay - disusun melalui proyek keetimologian Indonesia (Russell Jones, penyunting umum)
  • l
  • b
  • s
Tentang
Ortografi
Huruf
Pembaruan ejaan
Ragam
Akademik
Tata bahasa
Otoritas
Awalan
Sisipan
  • -el-
  • -em-
  • -er-
  • -in-
Akhiran

Untuk lanjutan, lihat di sini

Dasar hukum
  • Undang-Undang No. 24 Tahun 2009
  • Perpres No. 63 Tahun 2019
Penghargaan