Suhartoyo

Ketua Mahkamah Konstitusi ke-7
Petahana
Mulai menjabat
13 November 2023PresidenJoko WidodoWakilSaldi Isra
Sebelum
Pendahulu
Anwar Usman
Pengganti
Petahana
Sebelum
Hakim Konstitusi Republik Indonesia
Petahana
Mulai menjabat
17 Januari 2015Ditunjuk olehMahkamah AgungPresidenJoko Widodo
Sebelum
Pendahulu
Ahmad Fadlil Sumadi
Pengganti
Petahana
Sebelum
Informasi pribadiLahir15 Oktober 1959 (umur 64)
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, IndonesiaAlma materUniversitas Islam Indonesia
Universitas Tarumanegara
Universitas JayabayaPekerjaanKetua Mahkamah KonstitusiProfesiHakim karier
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dr. Suhartoyo, S.H., M.H. (lahir 15 Oktober 1959) adalah seorang hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 7 Januari 2015. Ia terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada pemungutan suara 9 November 2023, menggantikan Anwar Usman yang dicopot melalui keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Sebelum berkarier sebagai hakim konstitusi, Suhartoyo merupakan seorang hakim karier di lingkungan Peradilan Umum, dengan penugasan terakhir di Pengadilan Tinggi Denpasar.

Riwayat Hidup

Kehidupan awal

Suhartoyo lahir dan besar di Sleman, Yogyakarta. Ia meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Islam Indonesia pada tahun 1983. Ia meneruskan pendidikan pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Tarumanegara, lulus pada tahun 2003, dan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Jayabaya, lulus pada tahun 2014.[1]

Karier kehakiman

Suhartoyo memulai kariernya sebagai seorang calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung pada tahun 1986. Ia bertugas di Lampung dan Bengkulu selama lima belas tahun, yaitu sebagai Hakim Pengadilan Negeri Curup (1989-1995); Hakim Pengadilan Negeri Metro (1995-99), dan terakhir sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kotabumi (1999-2001).[1]

Ia kemudian pindah menjadi hakim di Pengadilan Negeri Tangerang (2001-2004) sebelum kembali ditempatkan di luar Pulau Jawa sebagai Ketua Pengadilan Negeri Praya (2004-2006). Berturut-turut Suhartoyo bertugas sebagai Hakim Pengadilan Negeri Bekasi (2006-2009), Wakil Ketua (2009-2010) dan Ketua (2010) di Pengadilan Negeri Pontianak, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur (2010-2011), dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (2011). Pada tahun 2011, ia naik pangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar, jabatan yang ia emban pada saat terpilih menjadi hakim konstitusi.[1]

Pada saat menjabat Ketua PN Jakarta Selatan, Suhartoyo menunjuk majelis hakim yang menangani perkara Sudjiono Timan, salah satu tersangka skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.[2] Ia mengklaim bahwa ia tidak pernah ikut menyidangkan perkara ini,[3] meskipun adanya investigasi formal dari Komisi Yudisial atas vonis bebas yang didapatkan oleh Sudjiono dari majelis hakim di PN Jakarta Selatan.[4] Hal ini menjadi salah satu kontroversi pada saat pengangkatan Suhartoyo menjadi hakim konstitusi.[5]

Hakim Konstitusi

Periode pertama (2015-2020)

Pada 3 Desember 2012, panitia seleksi yang dibentuk oleh Mahkamah Agung mengumumkan terpilihnya Suhartoyo sebagai Hakim Konstitusi usulan MA menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi, yang tidak dipilih lagi untuk masa jabatan kedua.[6]

Pemilihan Suhartoyo menuai kontroversi dari beberapa pihak.[7] Dua orang mantan Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan dan Harjono, berpandangan bahwa Fadlil lebih layak untuk menjadi Hakim Konstitusi, mengingat pengalamannya sebagai panitera MK dan hakim satu periode.[6][8] Ketua panitia seleksi dan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suwardi mempertahankan keputusan memilih Suhartoyo, karena memandang bahwa proses pencalonan Hakim Konstitusi sepenuhnya merupakan kewenangan MA.[8]

Protes muncul dari Komisi Yudisial, yang sebelumnya merekomendasikan Fadlil untuk periode kedua di MK. Komisioner Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri menyayangkan MA karena mengabaikan rekomendasi KY, yang diklaim telah melakukan investigasi menyeluruh.[6][8] KY kemudian membuka investigasi formal atas peran Suhartoyo dalam pembebasan tersangka BLBI Sudjiono Timan, dan klaim bahwa ia sering bepergian ke luar negeri.[2] Suhartoyo menegaskan bahwa ia tidak pernah menyidangkan perkara Sudjiono Timan selama menjabat di PN Jakarta Selatan, dan menolak klaim KY bahwa ia bepergian 18 kali ke Singapura sepanjang bulan Juli hingga Agustus 2013, bertepatan dengan pemeriksaan peninjauan kembali perkara Sudjiono di PN Jakarta Selatan.[9]

Suhartoyo dan I Dewa Gede Palguna dilantik menjadi Hakim Konstitusi oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 7 Januari 2015.[5][10]

Periode kedua (2020-kini)

Suhartoyo kembali diusulkan MA untuk periode kedua pada bulan Desember 2019, setelah proses penilaian yang melibatkan penilaian luar dari akademisi Indriyanto Seno Adji dan Agus Yuda Hernowo.[11] Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Januari 2020.[12]

Pandangan hukum

Björn Dressel dan Tomoo Inoue dalam kajian ilmiahnya di jurnal Constitutional Review pada bulan Desember 2018 menemukan bahwa Suhartoyo, bersama Palguna dan Ahmad Syarifuddin Natabaya, merupakan Hakim Konstitusi yang paling cenderung berpihak pada pemerintah dalam memutuskan sebuah perkara. Kajian ini mencatat bahwa ia berpihak kepada pemerintah dalam 52% kasus yang diadili oleh MK. Ia juga tercatat sebagai salah satu dari lima hakim yang paling sering mengeluarkan dissenting opinion, yaitu pada 47% kasus, di bawah Achmad Roestandi, Natabaya, dan Palguna.[13][14]

In re UU 5/2010, ex parte Su'ud Rusli et al (2016)

Dalam pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Suhartoyo bergabung dengan mayoritas hakim yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut membatasi hak terpidana dalam meminta grasi, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amar putusannya, Suhartoyo menegaskan bahwa grasi sangat penting "tidak hanya kepentingan terpidana", tetapi juga "untuk kepentingan negara terhadap besarnya beban politik yang ditanggung atas penghukuman terpidana yang mungkin ada kaitannya dengan tekanan rezim kekuasaan".[15][16]

Kehidupan pribadi

Dari pernikahannya dengan Sustyowati, Suhartoyo dikaruniai tiga orang anak.[1]

Suhartoyo melaporkan kekayaan sebesar Rp11,496 miliar pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019.[17][18]

Rujukan

  1. ^ a b c d Profil MK.
  2. ^ a b Sihite, Ezra (7 Januari 2015). "Kasus BLBI, Suhartoyo Kesal Dituduh Bolak-balik Singapura". BeritaSatu. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  3. ^ Artika, Putri (7 Januari 2015). "Hakim MK Suhartoyo bantah pernah bebaskan Sudjiono Timan". Merdeka.com. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  4. ^ Priatmojo, Dedy (9 Januari 2015). "KY: Penyelidikan Hakim Suhartoyo Jalan Terus". Viva.co.id. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  5. ^ a b Parlina, Ina (7 Januari 2015). "Jokowi appoints PDI-P cadre as new justice". The Jakarta Post. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  6. ^ a b c Sasmita, Ira (4 Desember 2014). "MA Umumkan Dua Hakim Konstitusi Baru". Republika. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  7. ^ Hendrianto, hlm. 219.
  8. ^ a b c "Suhartoyo Jadi Hakim Konstitusi, Harjono: Nanti Kasihan MK-nya". Detik. 7 Desember 2014. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  9. ^ Rastika, Icha (7 Januari 2015). "Suhartoyo: Saya Tak Pernah Sidangkan Perkara Sudjiono Timan". Kompas. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  10. ^ "Bersumpah di Depan Jokowi, Palguna dan Suhartoyo Jadi Hakim Konstitusi". JPNN. 7 Januari 2015. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  11. ^ Satria, Jefrie Nandy (27 Desember 2019). "MA Kembali Usulkan Suhartoyo Jadi Hakim MK Periode Kedua". Detik. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  12. ^ Basith, Abdul (7 Januari 2020). "Setelah dilantik Jokowi, Hakim MK Suhartoyo janji tetap netral dan tak berpihak". Kontan. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  13. ^ Dressel, Björn; Inoue, Tomoo (2018). "Megapolitical Cases before the Constitutional Court of Indonesia since 2004: An Empirical Study". Constitutional Review. 4 (2): 157–187. doi:10.31078/consrev421. ISSN 2548-38w70 Periksa nilai |issn= (bantuan).  line feed character di |title= pada posisi 77 (bantuan)
  14. ^ Abdulsalam, Husein (26 Juni 2019). "Sembilan Dewa di Medan Merdeka Barat: Yang Mulia Hakim MK". Tirto.id. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  15. ^ "National scene: Court gives death-row inmate second chance". The Jakarta Post. 16 Juni 2016. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  16. ^ Sahbani, Agus (15 Juni 2016). "MK Kembali Buat Putusan Penting". hukumonline.com. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  17. ^ PENGUMUMAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA (Tanggal Penyampaian/Jenis Laporan - Tahun: 16 Maret 2020/Periodik - 2019) - Suhartoyo. mkri.id. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Diakses 2 Juni 2020.
  18. ^ "Disebut Sederhana, Hakim MK Suhartoyo yang Punya Harley dan Harta Rp 8 Miliar". Lifepal Media. 2019-06-12. Diakses tanggal 2023-11-09. 

Sumber

  • "Profil Hakim Suhartoyo". mkri.id. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  • Hendrianto, Stefanus (2018-04-06). Law and Politics of Constitutional Courts: Indonesia and the Search for Judicial Heroes. Routledge. hlm. 312. ISBN 978-1138296428.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  1. A. Roestandi (2003–08)
  2. Soedarsono (2003–08)
  3. A.S. Natabaya (2003–08)
  4. A.M. Fadjar (2003–09)
  5. J. Asshiddiqie (2003–09)
  6. M. Siahaan (2003–09)
  7. M.L. Marzuki (2003–08, 2008–09)
  8. Harjono (2003–08, 2008–14)
  9. I.D.G. Palguna (2003–08, 2015–20)
  10. M.A. Sanusi (2008–11)
  11. M. Mahfud (2008–13)
  12. A. Sodiki (2008–13)
  13. A. Mochtar (2008–13)
  14. M. Alim (2008–15)
  15. Maria F. Indrati (2008–18)
  16. H. Zoelva (2010–15)
  17. A.F. Sumadi (2010–15)
  18. A. Usman (2011–kini)
  19. P. Akbar (2013–17)
  20. A. Hidayat (2013–kini)
  21. Aswanto (2014–2022)
  22. W. Adams (2014–kini)
  23. Suhartoyo (2015–kini)
  24. M. Sitompul (2015–2023)
  25. S. Isra (2017–kini)
  26. E. Nurbaningsih (2018–kini)
  27. D.Y. Foekh (2020–kini)
  28. G. Hamzah (2022–kini)
  29. Ridwan Mansyur (2023–kini)
  30. Arsul Sani (2024–kini)
Dicetak tebal menandakan Ketua