Politik Irak

Irak
Artikel ini adalah bagian dari seri
Politik dan Ketatanegaraan
Republik Irak
Konstitusi
Pemerintahan
  • Pemerintah Federal
  • Presiden (daftar)
    Abdul Latif Rashid
  • Perdana Menteri (daftar)
    Haider al-Abadi
  • Kabinet
    Kabinet saat ini
Legislatif
  • Majelis Perwakilan
    Ketua: Salim al-Jabouri
Yudikatif
  • Mahkamah Agung Federal
Pembagian Administratif
  • Kegubernuran (provinsi)
  • Distrik
  • Kurdistan Irak
    Pemerintah Regional Kurdistan
    Parlemen Kurdistan Irak
Pemilihan umum
  • Partai politik
  • Komisi Pemilihan Umum
  • Pemilihan umum terakhir
    • Legislatif: 2005 (Jan)
    • 2005 (Des)
    • 2010
    • 2014
    • Kegubernuran: 2005
    • 2009
    • 2013
  • Referendum Konstitusi 2005
Hubungan luar negeri
  • Kementerian Luar Negeri
  • Misi diplomatik
    • dari Irak
    • ke Irak
  • Paspor
  • Persyaratan visa
  • Bantuan asing ke Irak
  • Negara lainnya
  • Atlas
  • l
  • b
  • s

Politik Irak didasarkan pada bentuk negara republik parlementer federal demokrasi perwakilan. Irak merupakan negara multipartai dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dari Dewan Menteri sebagai kepala pemerintahan, dan Presiden Irak, sementara kekuasaan legislatif dipegang Majelis Perwakilan Irak.

Perdana Menteri Irak saat ini adalah Haidar al-Abadi, yang memegang sebagian besar kekuasaan eksekutif dan menunjuk Kabinet, yang bertindak sebagai kabinet dan/atau pemerintah.

Sejarah

Sebelum Saddam Hussein jatuh pada tahun 2003, Partai Ba'ath menjadi partai penguasa. Irak diduduki oleh pasukan asing sejak invasi Irak 2003, dengan kekuatan militer utama berasal dari Amerika Serikat dan Britania Raya.

Pendudukan militer tersebut menghasilkan sebuah hukum administrasi transisi, yang digantikan oleh Konstitusi Irak setelah disetujui pada referendum yang diselenggarakan pada 15 Oktober 2005. Sebanyak 275 anggota Majelis Perwakilan terpilih pada pemilihan parlemen Irak Desember 2005, yang akan membentuk Pemerintahan Irak, 2006-2010.

Pemerintahan

Pemerintahan Federal

Majelis Perwakilan Irak.

Pemerintahan Federal Irak didefinisikan berdasarkan Konstitusi Irak sebagai republik parlementer federal,[1] Islamis,[2] demokratis. Pemerintahan federal terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta berbagai komisi independen.

Lembaga legislatif adalah Majelis Perwakilan Irak.[3] Lembaga eksekutif terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, dan Kabinet Menteri.[4] Lembaga yudikatif federal terdiri dari Mahkamah Agung, Mahkamah Kasasi, Kejaksaan Agung, dan lembaga peradilan federal lainnya yang diatur oleh undang-undang.[5]

Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Integritas merupakan komisi independen yang berada di bawah pengawasan Majelis Perwakilan.[6] Bank Sentral Irak, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Komunikasi dan Media merupakan lembaga yang independen secara finansial dan administratif.[7] Yayasan Martir berada di bawah Kabinet.[8] Dewan Layanan Publik Federal mengatur urusan pelayanan publik, termasuk pengangkatan dan promosi.[9]

Pemerintah daerah

Pembagian administratif Irak dibagi menjadi wilayah dan kegubernuran. Wilayah dan kegubernuran diberikan otonomi yang luas dan khusus untuk wilayah diberikan kewenangan tambahan untuk mengatur pasukan keamanan internal wilayah seperti polisi, pasukan keamanan, dan penjaga. Pemilihan daerah terakhir kegubernuran diadakan pada tanggal 31 Januari 2009.

Wilayah

Konstitusi mengamanatkan Majelis Perwakilan unutk memberlakukan hukum mengenai prosedur untuk membentuk wilayah baru 6 bulan dari sidang pertama.[10] Undang-undang ini disahkan 11 Juli 2006 dengan hanya 138 dari 275 anggota, sementara sisa anggota memboikot pemungutan suara.[11][12] Legislator dari Front Irak Selaras, Gerakan Sadr, dan Partai Kebajikan Islam menentang RUU tersebut.[13]

Berdasarkan undang-undang tersebut, suatu wilayah dapat dibuat dari satu atau lebih kegubernuran atau dua atau lebih daerah, dan kegubernuran juga bisa bergabung dengan wilayah yang sudah ada untuk membuat wilayah baru. Wilayah baru dapat diusulkan oleh sepertiga atau lebih dari anggota majelis yang mewakilkan kegubernuran plus 500 pemilih atau sebesar sepersepuluh pemilih atau lebih di kegubernuran yang akan berubah. Maka perlu diadakan referendum dalam waktu tiga bulan untuk dapat meloloskan rencana tersebut.[12]

Provinsi

Kegubernuran di Irak

Irak dibagi menjadi 18 provinsi, yang kemudian dibagi kembali menjadi beberapa distrik:

  1. Bagdād (بغداد)
  2. Salāh ad-Dīn (صلاح الدين)
  3. Diyālā (ديالى)
  4. Wāsit (واسط)
  5. Maysān (ميسان)
  6. Al-Basrah (البصرة)
  7. Dhī Qār (ذي قار)
  8. Al-Muthannā (المثنى)
  9. Al-Qādisiyyah (القادسية)
  10. Bābil (بابل)
  11. Al-Karbalā' (كربلاء)
  12. An-Najaf (النجف)
  13. Al-Anbar (الأنبار)
  14. Nīnawā (نينوى)
  15. Dahūk (دهوك)
  16. Arbīl (أربيل)
  17. Kirkuk (or At-Ta'mim) (التاميم)
  18. As-Sulaymāniyyah (السليمانية)

Partai politik

Aliansi dan partai di parlemen

  • Aliansi Nasional Irak
    • Majelis Agung Islam Irak (al-Majlis al-alalith-thaura l-islamiyya fil-Iraq) – dipimpin oleh Ammar al-Hakim
    • Gerakan Sadr – dipimpin oleh Muqtada al-Sadr
    • Partai Dakwah Islam – Organisasi Irak (Hizb al-Da'wa al-Islami Tendeem al-Iraq) – dipimpin oleh Kasim Muhammad Taqi al-Sahlani
    • Partai Dakwah Islam (Hizb al-Da'wa al-Islamiyya) – dipimpin oleh Nouri al-Maliki
    • Koalisi Suku Irak – dipimpin oleh Hamid al-Hais
    • Kelompok Islam Fayli di Irak – dipimpin oleh Muqdad Al-Baghdadi
  • Aliansi Patriotik Demokratik Kurdistan
    • Partai Demokrat Kurdistan (Partiya Demokrat a Kurdistanê) – dipimpin oleh Massoud Barzani
    • Persatuan Patriotik Kurdistan (Yaketi Nishtimani Kurdistan) – dipimpin oleh Jalal Talabani
    • Persatuan Islam Kurdistan (Yekîtiya Islamiya Kurdistan)
    • Gerakan untuk Perubahan (Bizutnaway Gorran) – dipimpin oleh Nawshirwan Mustafa
    • Partai Rakyat Pekerja Kurdistan (Parti Zahmatkeshan Kurdistan)
    • Partai Komunis Kurdistan (Partiya Komunîst Kurdistan)
    • Partai Patriotik Asyur
  • Daftar Irak (al-Qayimaal Iraqia)
  • Warga Irak – dipimpin oleh Ghazi al-Yawer
  • Kader dan Elit Independen Nasional
  • Persatuan Rakyat (Ittihad Al Shaab)
    • Partai Komunis Irak – dipimpin oleh Hamid Majid Mousa
  • Masyarakat Kurdi Islam – dipimpin oleh Ali Abd-al Aziz
  • Gerakan Buruh Islam di Irak
  • Partai Nasional Demokrat (Hizb al Dimuqratiyah al Wataniyah) – dipimpin oleh Samir al-Sumaidai
  • Daftar Nasional Rafidain
    • Gerakan Demokrasi Asyur (Zowaa Dimuqrataya Aturaya) – dipimpin oleh Yonadam Kanna
  • Blok Rekonsiliasi dan Pembebasan
  • Daftar Mithal al-Alusi
  • Gerakan Yazidi untuk Reformasi dan Kemajuan

Partai lain

  • Partai Komunis Irak
  • Pekerja-Partai Komunis Irak
  • Pekerja Kiri-Partai Komunis Irak
  • Aliansi Demokrat Independen yang dipimpin Adnan Pachachi
  • Partai Nasional Demokrat – Naseer al-Chaderchi
  • Partai Hijau Irak
  • Uni Demokratik Irak Diarsipkan 2011-07-23 di Wayback Machine.
  • Gerakan Monarki Konstitusional yang dipimpin Sharif Ali Bin al-Hussein
  • Partai Pembebasan Asyur
  • Partai Konservatif Kurdistan
  • Partai Rakyat Turkmen
  • Partai Islam Irak yang dipimpin Ayad al-Samarrai
  • Partai Al Neshoor

Partai terlarang

Pemilhan umum

Pemilihan parlemen Irak, Januari 2005

Polisi Irak menunjukkan jari telunjuk mereka yang telah dicelupkan tinta ungu sebagai tanda mereka telah memilih.

Pemilihan untuk Majelis Nasional Irak diadakan pada 30 Januari 2005 di Irak. Majelis Nasional merupakan parlemen yang dibentuk sesuai dengan amanat undang-undang transisi selama Pendudukan Irak. Majelis ini diberi mandat untuk merancang Konstitusi Irak yang baru dan bersifat tetap serta menjalankan fungsi legislatif sampai Konstitusi baru diberlakukan, dan menyebabkan pembentukan Pemerintahan Transisi Irak.

Aliansi Irak Bersatu, yang secara diam-diam didukung oleh Marja' Syiah Ali al-Sistani, memimpin dengan 48% suara. Aliansi Patriotik Demokratik Kurdistan berada di tempat kedua dengan 26% suara. Partai dari Perdana Menteri Ayad Allawi, Daftar Irak, berada di peringkat ketiga dengan 14% suara. Total, terdapat dua belas partai yang mendapat kursi di parlemen.

Rendahnya partisipasi Sunni Arab datang ke tempat pemungutan menyebabkan legitimasi pemilihan dipertanyakan, dengan hanya 2% yang menggunakan hak suaranya di Provinsi Anbar. Terjadi lebih dari 100 serangan bersenjata, menewaskan sedikitnya 44 orang (termasuk sembilan pelaku bom bunuh diri) di seluruh Irak, termasuk sedikitnya 20 orang di Bagdad.

Pemilihan Parlemen Irak, Desember 2005

Warga Irak di kota Husaybah yang mayoritas Sunni, mengantre untuk menggunakan hak suaranya.

Setelah Konstitusi Irak diratifikasi pada 15 Oktober 2005, pemilu diselenggarakan kembali pada 15 Desember untuk memilih 275 anggota Majelis Perwakilan Irak.

Pemilu dilakukan dengan sistem daftar, pemilih dapat memilih dari daftar partai dan koalisi. Sebanyak 230 kursi disebar ke 18 kegubernuran sesuai dengan jumlah pemilih terdaftar pada pemilihan bulan Januari 2005, termasuk 59 kursi di kegubernuran Bagdad.[14] Kursi di setiap provinsi ditentukan melalui sistem Perwakilan Proporsional. Tambahan 45 kursi "kompensasi" untuk partai yang mendapat suara nasional total (termasuk suara di luar negari) melebihi persentase dari 275 total kursi yang dialokasikan. Wanita diharuskan untuk menempati 25% dari 275 kursi.[15] Perubahan sistem pemungutan suara ini lebih menguntungkan bagi pemilih Sunni Arab, yang menjadi mayoritas di beberapa provinsi. Diharapkan bahwa provinsi tersebut akan mengembalikan perwakilan Sunni Arab di parlemen, setelah sebagian besar Sunni memboikot pemilu terakhir.

Jumlah warga yang menggunakan hak suaranya tinggi (79,6%). Presiden Bush sering menyatakan bahwa pemilu tersebut adalah tanda kemajuan pembangunan kembali Irak. Namun, kekerasan pasca-pemilu mengancam negara kembali ke dalam perang saudara, sebelum situasi mulai terkendali tahun 2007. Hasil pemilu itu sendiri menghasilkan pemerintahan koalisi yang rapuh yang dipimpin oleh Nouri al-Maliki.

Pemilihan parlemen Irak, 2010

Pemilihan parlemen Irak berikutnya diadakan pada tanggal 7 Maret 2010. Pemilu tersebut akan menentukan 325 anggota Majelis Perwakilan Irak yang akan memilih Perdana Menteri dan Presiden Irak. Hasil pemilu ini dimenangkan oleh Gerakan Nasional Irak, yang dipimpin oleh mantan Penjabat Perdana Menteri Ayad Allawi, dengan meraih 91 kursi. Koalisi Negara Hukum, yang dipimpin oleh Perdana Menteri petahana Nouri Al-Maliki, di peringkat kedua dengan 89 kursi.

Pemilu ini penuh dengan kontroversi.[16] Sebelum pemilu, Mahkamah Agung Irak memutuskan bahwa hukum/aturan pemilihan yang ada melanggar konstitusi,[17] dan undang-undang pemilu yang baru terdapat perubahan dalam sistem pemilu.[18] Pada 15 Januari 2010, Komisi Pemilihan Umum Irak (IHEC) melarang 499 calon karena diduga terkait dengan Partai Ba'ath.[19][20] Sebelum memulai kampanye pada 12 Februari 2010, Komisi Pemilihan menegaskan bahwa banding yang diajukan calon yang dilarang ikut serta telah ditolak.[21] Ada banyak tuduhan penipuan,[22][23] dan penghitungan ulang suara di Bagdad dilakukan pada tanggal 19 April 2010.[24] Pada 14 Mei 14, Komisi Pemilihan mengumumkan bahwa setelah 11.298 kotak suara dihitung ulang, tidak ada tanda-tanda kecurangan atau pelanggaran.[25]

Parlemen baru diresmikan pada 14 Juni 2010.[26] Setelah berbulan-bulan negosiasi, kesepakatan mengenai pembentukan pemerintahan baru tercapai pada 11 November.[27] Talabani akan tetap menjabat sebagai presiden, Al-Maliki akan tetap menjabat sebagai perdana menteri dan Allawi akan menjadi kepala dewan keamanan yang baru.

Pemilihan parlemen Irak, 2014

Pemilihan parlemen diadakan di Irak pada 30 April 2014. Pemilihan tersebut memilih 328 anggota Majelis Perwakilan yang nantinya akan memilih Presiden dan Perdana Menteri Irak.

Masalah

Korupsi

Menurut Transparency International, pemerintahan Irak merupakan pemerintahan yang paling korup di Timur Tengah, dan digambarkan sebagai "rezim hibrida" (antara "demokrasi tak sempurna" dan "rezim otoriter").[28] Laporan "Costs of War" dari Watson Institute for International Studies Universitas Brown tahun 2011 menyatakan bahwa kehadiran militer AS di Irak belum mampu mencegah korupsi, mengungkapkan bahwa pada awal 2006, "jelas bahwa Irak pasca-Saddam tidak akan menjadi kunci demokrasi di Timur Tengah."[29]

Lihat pula

  • Sejarah Irak (2003–2011)
  • Rekonstruksi Irak
  • Hak asasi manusia Irak pasca-invasi

Referensi

  1. ^ Constitution of Iraq, Section 1, Article 1
  2. ^ Constitution of Iraq, Section 1, Article 2
  3. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 1, Article 48.
  4. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 2, Article 63
  5. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 3, Article 89
  6. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 4, Article 102
  7. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 4, Article 103
  8. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 4, Article 104
  9. ^ Constitution of Iraq, Section 3, Chapter 4, Article 107
  10. ^ Constitution of Iraq, Article 114
  11. ^ Muir, Jim (2006-10-11), Iraq passes regional autonomy law, Baghdad: BBC News, retrieved 2008-11-09 
  12. ^ a b Draft of the Law on the Operational Procedures for the Creation of Regions Diarsipkan 2009-03-01 di Wayback Machine., retrieved 2008-11-09 
  13. ^ "Iraqi parliament approves federal law" Diarsipkan 2009-02-28 di Wayback Machine., Reuters, 2006-10-11, retrieved 2008-04-18 
  14. ^ local election results
  15. ^ "Guide to Iraq's election".
  16. ^ "Iraq Recount Mired in a New Dispute", New York Times, 3 May 2010 
  17. ^ The 2005 Election Law Seen as Unconstitutional; Seat Distribution Key in Doubt
  18. ^ Iraq Passes Key Election Law and Prepares for January Vote
  19. ^ Iraqi election commission bans 500 candidates, BBC News, 15 January 2010 
  20. ^ US to surrender Iraq to extremists Diarsipkan 2010-01-28 di Wayback Machine., Press TV, 24 January 2010 
  21. ^ Iraq election officials confirm Sunni candidate ban, Reuters, 13 February 2010 
  22. ^ Chulov, Martin (16 March 2010), Iraqi elections hit with claims of fraud by opposing parties, London: The Guardian 
  23. ^ Iraq poll results delayed again, amid mounting fraud claims Diarsipkan 2018-09-30 di Wayback Machine., Earth Times, 15 March 2010 
  24. ^ Baghdad recount throws Iraq election wide open, Agence France Presse, 19 April 2010 
  25. ^ No sign of fraud after Iraq vote recount Diarsipkan 2012-06-06 di Wayback Machine., Press TV 
  26. ^ "Iraq merger forms big Shia bloc".
  27. ^ The New York Times http://www.nytimes.com/aponline/2010/11/10/world/middleeast/AP-ML-Iraq-Politics.html?partner=rss&emc=rss. 
  28. ^ "Did the wars bring democracy to Afghanistan and Iraq?" Diarsipkan 2011-07-03 di Wayback Machine.
  29. ^ Balaghi, Shiva.

Bacaan lebih lanjut

  • Who Are Iraq's New Leaders? Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine. What Do They Want? Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine. U.S. Institute of Peace Special Report, March 2006
  • BBC Report: Who's Who in Post-Saddam Iraq
  • Video Seminar on Iraq Coalition Politics Diarsipkan 2005-09-06 di Wayback Machine.: April 20, 2005, sponsored by the Program in Arms Control, Disarmament, and International Security at the University of Illinois.
  • M. Ismail Marcinkowski, Religion and Politics in Iraq. Shiite Clerics between Quietism and Resistance, with a foreword by Professor Hamid Algar of the University of California at Berkeley. Singapore: Pustaka Nasional, 2004 (ISBN 9971-77-513-1)
  • State and society in Iraq ten years after regime change: the rise of a new authoritarianism Diarsipkan 2015-01-22 di Wayback Machine. International Affairs (2013)

Pranala luar

  • l
  • b
  • s
Negara
berdaulat
Negara dengan
pengakuan terbatas
  • Abkhazia1
  • Republik Artsakh1
  • Ossetia Selatan1
  • Palestina
  • Siprus Utara1
  • Republik Tiongkok
Dependensi dan
wilayah lain
  • Kepulauan Cocos (Keeling)
  • Hong Kong
  • Makau
  • Pulau Natal
  • Wilayah Samudra Hindia Britania
1 Terkadang dimasukkan ke Eropa, tergantung definisi perbatasan. 2 Terkadang dimasukkan ke Oseania. 3 Negara lintas benua.