Peristiwa Mangkuk Merah 1967

Peristiwa Mangkuk Merah 1967 adalah peristiwa penyerangan yang disertai pembunuhan dan pengusiran yang dilakukan oleh suku Dayak terhadap permukiman warga etnis Tionghoa di pedalaman Kalimantan Barat pada akhir tahun 1967.[1][2] Peristiwa yang terjadi antara bulan September hingga Desember 1967[3] ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan dalam sejarah Indonesia. Mangkuk Merah sendiri merupakan istilah ritual dan adat suku Dayak sebagai sarana konsolidasi dan mobilisasi pasukan lintas subsuku yang efektif dan efesien dan simbol dimulainya perang.[4]

Peristiwa Mangkuk Merah 1967 yang sangat kental dengan nuansa politik ini dipicu oleh serangkaian rekayasa pembunuhan sejumlah tokoh Dayak dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuduh pelakunya adalah PGRS/Paraku dan etnis Tionghoa merupakan penyokong mereka.[2] Peristiwa ini mengakibatkan setidaknya 3.000 korban tewas terbunuh di pedalaman dan sekitar 4.000-5.000 korban tewas di pengungsian di Pontianak dan Singkawang karena gizi buruk, minimnya fasilitas sanitasi, kesehatan, dan keterbatasan pasokan pangan.[3][4]

Latar belakang

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Dari tahun 1963 hingga 1966, pemerintah Indonesia melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. Konfrontasi yang didasari oleh penolakan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia ini melibatkan warga Tionghoa di Kalimantan bagian Utara, yang juga memiliki sikap sama dengan Indonesia, yakni menentang pendirian Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris. Penolakan warga Tionghoa ini didasari oleh kekhawatiran akan terjadinya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara, khususnya warga Tionghoa.

Dalam upayanya mengganyang Malaysia, pemerintahan rezim Soekarno mengikutsertakan sebagian rakyat Kalimantan Utara yang juga menolak pembentukan Federasi tersebut. Soekarno menugaskan salah satu menterinya, Oei Tjoe Tat, untuk menggalang kekuatan warga Tionghoa Kalimantan Utara yang anti-Malaysia guna mendukung konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris. Hasilnya, hampir 900 orang Tionghoa Kalimantan Utara bersedia pindah ke daerah Kalimantan Barat untuk memperoleh pelatihan kemiliteran dan dipersenjatai oleh pemerintah Indonesia dan kemudian membentuk Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) di bawah komando seorang perwira Angkatan Darat yang dekat dengan kelompok kiri, yakni Brigadir Jenderal Supardjo, yang ketika itu menjabat sebagai Panglima Komando Tempur IV Mandau.[1]

PGRS/Paraku bahu-membahu bersama TNI dan para sukarelawan Indonesia lainnya menghadapi pasukan Malaysia yang dibantu bala tentara Gurkha, Inggris, dan Australia sepanjang masa konfrontasi. Wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dengan Kalimantan Utara menjadi medan perjuangan pasukan PGRS/Paraku.

Pasca Gerakan 30 September

Meletusnya tragedi politik Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI) telah meniadakan peran politik Soekarno serta kekuatan politik kiri (komunis) selaku pendukung utama konfrontasi terhadap Malaysia, termasuk peran pasukan PGRS/Paraku. Pasca G30S/PKI, pemerintah rezim Orde Baru di bawah Soeharto melakukan upaya penumpasan terhadap seluruh kekuatan politik kiri (komunis) termasuk PGRS/Paraku yang didominasi etnis Tionghoa dan telah menyebabkan perubahan besar politik Indonesia.

Referensi

  1. ^ a b Hiski Darmayana (20 Januari 2013). "Peristiwa Mangkok Merah, Ketika Imperialisme 'Mengawini' Rasialisme". Berdikari Online. Diakses tanggal 10 Agustus 2017. 
  2. ^ a b Aristono Edi Kiswantoro (09 Juli 2010). "Mangkok Merah 1967: Tionghoa Dalam Dinamika Politik dan Etnisitas di Kalimantan Barat" (PDF). Universitas Negeri Yogyakarta.  Parameter |acces-date= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  3. ^ a b "Insiden Pembunuhan Etnis China 1967 di Kalimantan Barat". Suara Pemred Kalbar. 07 Maret 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-10. Diakses tanggal 10 Agustus 2017.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  4. ^ a b Superman. "Peristiwa Mangkok Merah di Kalimantan Barat Tahun 1967". Jurnal Historia, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017. Diakses tanggal 10 Agustus 2017. 

Pranala luar

  • Negara Mesti Minta Maaf Pembantaian Ribuan Etnis Tionghoa di Kalbar 1967 Diarsipkan 2020-01-28 di Wayback Machine.
  • Pembantaian Etnis Tionghoa Kalimantan Barat 1967
  • l
  • b
  • s
Sejarah konflik di Indonesia
Konflik politik
Konflik sosial
Konflik sumber daya alam
Kejahatan kemanusiaan
Terorisme
  • Templat:Terorisme di Indonesia
  • l
  • b
  • s
Topik tentang Hakka
Daerah Hakka
Gannan (Ganzhou) · Yuedong (Meizhou, Huizhou, Chaozhou) · Penduduk Asli New Teritorries (Hong Kong) · Min-xi (Dingzhou) · Hakka-Taiwan · Zhao'an · Liuktui · Hakka di Vietnam · Hakka-Indonesia (Aceh · Bangka-Belitung · Kalimantan Barat)
Bahasa Hakka
Moiyan · Thaiphu · Ngai · Guangdong · Huaiyuan · Taiwan (Siyen · Hoiliuk · Thaiphu · Liuktui) · Hong Kong · Kalbar · Babel
Budaya Hakka dan Kesenian Hakka
Sastra Hakka · Hidangan Hakka · Musik Hakka · Pop Hakka · Lagu Gunung Hakka · Patyim · Tari Qilin · Chai-cha-xi · Ping-an-xi · Wayang Gantung · Guangdong Hanxi · Kungfu Khek · Peribahasa Hakka
Arsitektur Hakka
Tulou · Weilongwu
Agama dan kepercayaan Hakka
Tatung (Lok Thung) · Thai Pak Kung · Long Shen · Sanjieye · Minzhugong · Sanshan Guowang · Handi · Dingguang Gufo · Cankui Zhushi · Wuxian Dadi · Yiminye · Xianjiniang
Media Hakka
Meizhou Hakka Television · Hakka TV · Huizhou Television · CRI Hakka · Dahan Voice Television · Formosa Hakka · New Hakka Radio · Gaoping FM
Studi Hakka
Lo Hsiang-lin · Teori Migrasi Hakka · Sejarah Hakka · Romanisasi Hakka (pha̍k-fa-sṳ · Romanisasi Hakka Taiwan · Hagfa Pinyim) · Kerajaan Surgawi Taiping · Pemberontakan Taiping · Perang Klan Punti-Hakka · Republik Lanfang · Republik Mo San · Liu Shan Bang · Kongsi Timah Bangka-Belitung · Peristiwa Mangkuk Merah 1967
Lain-lain