Kabupaten Karawang

Lambang resmi Kabupaten Karawang
Lambang
Motto: 
Pangkal perjuangan
Peta
Peta
6°18′18″S 107°18′01″E / 6.3050853°S 107.3002579°E / -6.3050853; 107.3002579Negara IndonesiaProvinsiJawa BaratTanggal berdiri8 Agustus 1950[1]Dasar hukumUU No.14/1950[1]Hari jadi14 September 1633 (umur 390)Ibu kotaKarawang BaratJumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 30
  • Kelurahan: 12
  • Desa: 297
Pemerintahan
 • BupatiAep Syaepuloh • Wakil BupatiLowongLuas
 • Total1.911,00 km2 (737,84 sq mi)Populasi
 (30 Juni 2023)[2]
 • Total2.519.882 • Kepadatan1,300/km2 (3,400/sq mi)Demografi
 • Agama
  • 1,71% Kekristenan
    • 1,38% Protestan
    • 0,33% Katolik
  • 0,23% Buddha
  • 0,02% Hindu
  • 0,01% Lainnya[2]
  •  • BahasaIndonesia, Sunda, Jawa, Cirebon, Betawi • IPMKenaikan 72,35 (2023)
    ( Tinggi )[3]Zona waktuUTC+07:00 (WIB)Kode posKode BPS
    3215
    Kode area telepon0264 dan 0267 (Khusus Wilayah Eks-Kawedanan Cikampek)Pelat kendaraanTKode Kemendagri32.15 DAURp 1.338.368.057.000,00- (2020)Semboyan daerahInterasih (Indah, Tertib, Aman, Bersih)Situs webwww.karawangkab.go.id


    Kabupaten Karawang (aksara Sunda: ᮊᮛᮝᮀ) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Karawang Barat, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di Barat, Kabupaten Bogor di Barat daya Dan Selatan, Laut Jawa di Utara, Kabupaten Subang di Timur, Kabupaten Purwakarta di Tenggara Dan Selatan. Karawang memiliki luas wilayah 1.911,00 km2, dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2023 sebanyak 2.519.882 jiwa, dan kepadatan penduduk 1.300 jiwa per km2.[2]

    Pada tahun 2012, kabupaten Karawang memiliki pembangunan proyek-proyek besar yaitu Summarecon, Agung Podomoro, Agung Sedayu, Metland dan lain-lain. Sejarah Monumen Gempol Ngadeupa di Karawang Selatan, dalam catatan sejarah Indonesia, pada tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno beserta beberapa orang merumuskan Kemerdekaan Republik Indonesia di Rengasdengklok.

    Etimologi

    Kata "karawang" muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut:

    Leteng karang ti Karawang,
    Leteng susuh ti Malayu,
    Pamuat aki puhawang.
    Dipinangan pinang tiwi,
    Pinang tiwi ngubu cai,

    Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti "penuh dengan lubang". Bisa jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang.

    Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut:

    Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang.[4]

    R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah Karawang[butuh rujukan] berspekulasi tentang asal-muasal kata karawang, pertama kemungkinan berasal dari kata karawaan yang mengandung arti bahwa daerah ini terdapat "banyak rawa", dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain; selain itu berasal dari kata kera dan uang yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang menghasilkan uang; serta istilah serapan yang berasal dari bahasa Belanda seperti caravan dan lainnya.

    Sejarah

    Pemukiman awal

    Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang luas menunjukkan pemukiman pada awal masa modern yang mungkin mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan Budha dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.

    Penyebaran Islam

    Agama Islam mulai dianut masyarakat setempat pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", Syekh Quro merupakan seorang utusan Raja Campa yang mengikuti pelayaran persahabatan ke Majapahit dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Kapal Laksamana Cheng Ho tercatat mendarat di Pelabuhan Muara Jati, Kerajaan Singapura (cikal bakal Kesultanan Cirebon pada tahun 1415[5].), ketika kapal sudah berada di Pura, Karawang, Syekh Quro beserta pengikutnya turun dan tinggal untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Pura dan kemudian menikah dengan Putri Ki Gede Karawang yang bernama Ratna sondari[6] dan meluaskan pengajarannya hingga ke wilayah Pura Dalem (Pedalaman Pura) kemudian mendirikan pesantren di Desa Pulo Kelapa (sekarang masuk kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang)

    Dari pernikahannya dengan Ratna Sondari, Syekh Quro memiliki seorang anak yang diberi nama Ahmad, Ahmad inilah yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Ahmad (Penghulu Pertama di Karawang), Syekh Ahmad pernah diperintahkan oleh ayahnya untuk membantu Syekh Nur Jati atau Syekh Datuk Kahfi di Pesambangan (sekarang masuk wilayah kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon).

    Hubungan penyebaran Islam di Karawang dengan Kesultanan Cirebon
    Wayang kulit Cirebon gaya Cilamaya karya Ki Ardi, disungging ulang oleh Ki Enang Sutria dan dibrom ulang oleh Arie Nugraha

    Puteri Ki Gede Karawang yaitu Ratna sondari memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah masjid di Gunung Sembung (letaknya berdekatan dengan Gunung Jati) atau dikenal dengan sebutan (Nur Giri Cipta Rengga) yang bernama Masjid Dog Jumeneng atau Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih digunakan dan terawat baik.[7]

    Syekh Ahmad (Anak Syekh Quro dengan Ratna sondari) kemudian berkeluarga dan memiliki seorang putera bernama Musanudin, Musanudin inilah yang kemudian menjadi Lebai di Kesultanan Cirebon dan memimpim Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati. Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton Kanoman, Cirebon. Syekh Quro memberikan ajaran yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Sanga. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang.

    Pembangunan Pos dan Pedukuhan di Pisangan - Sedari, Karawang

    Pada tahun 1518, Syekh Syarif Hidayatullah mengutus Janapura yang merupakan muridnya yang berasal dari Kudus untuk membuat sebuah pedukuhan di dekat laut di wilayah ujung Karawang yang sekarang berada di sekitar Pisangan–Sedari, Karawang, pedukuhan yang dibangun oleh Janapura kemudian menjadi pos kesultanan Cirebon di wilayah pesisir utara bagian barat[8]

    Pedukuhan yang pertama dibuat oleh Janapura adalah pedukuhan Pisangan, setelah 10 tahun menetap di Pisangan, kedua puteri dari Janapura yaitu Dewi Sondari dan Andidari datang berkunjung. Pada tahun 1528 Janapura yang kemudian dikenal sebagai Syekh Janapura mendapatkan misi untuk mengislamkan daerah Tanjung Suwung yang sekarang dikenal dengan nama Sedari. Wilayah Tanjung Suwung pada masa itu banyak dihuni oleh masyarakat pelarian dari kerajaan Telaga, Syekh Janapura kemudian berhasil mengislamkan masyarakat di Tanjung Suwung dan selanjutnya mengembangkan pedukuhan disana,[8] menurut Zakaria Husein (sejarahwan Karawang) berita keberhasilan Syekh Janapura mengislamkan Tanjung Suwung kemudian tersebar hingga ke Kudus, tidak lama kemudian Raden Imanillah (keluarga Sunan Kudus) meminang Dewi Sondari dan membawanya kembali ke Kudus, untuk memperingati pernikahan puterinya yaitu Dewi Sondari dengan Raden Imanillah, Syekh Janapura kemudian memberikan nama pada pedukuhan di Tanjung Suwung tersebut dengan nama pedukuhan Sondari yang kemudian dikenal oleh masyarakat sekarang dengan nama Sedari.

    Menurut data yang dihimpun oleh Zakaria Husein, Syekh Janapura tinggal di Tanjung Suwung hingga akhir hayatnya yakni pada tahun 1567, beliau kemudian dimakamkan di dekat pantai.[8]

    Masa Kesultanan Cirebon

    Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara terbagi dua. Menurut Carita Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati pada abad ke 15[9] membagi wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara menjadi dua bagian dengan sungai Citarum sebagai pembatasnya, sebelah timur sungai Citarum hingga sungai Cipunegara masuk wilayah Kesultanan Cirebon yang sekarang menjadi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dan sebelah barat sungai Citarum hingga sungai Angke menjadi wilayah bawahan Kesultanan Banten dengan nama Jayakarta.[10][11]

    Pemerintahan mandiri

    Jembatan KA Bojong pada tahun 1900

    Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.

    Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjapada hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-1786. Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Belanda).

    Menjelang Kemerdekaan Indonesia

    Rumah persembunyian Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok, Karawang

    Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.

    Kabupaten Karawang menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik.

    Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Gaungkan.[butuh rujukan] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad atau warga sekitar menyebutnya dengan Tugu Peureup/Tugu Bojong, untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.

    Setelah Kemerdekaan Indonesia

    Gedung Juang Karawang

    Pada tanggal 9 Desember 1947, terjadi peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.

    Wilayah Karawang pada masa lalu (hasil pembagian oleh Sunan Gunung Jati pada abad ke 15) dipecah menjadi dua bagian pada masa perang kemerdekaan sekitar tahun 1948 SK melalui Wali Negeri Pasundan Nomor 12 dengan sungai Citarum dan sungai Cilamaya menjadi pembatasnya, wilayah Kabupaten Karawang Barat meliputi wilayah Kabupaten Karawang sekarang ditambah desa-desa di sebelah barat Citarum yaitu desa-desa Sukasari dan Kertamanah dengan ibu kota di kecamatan Karawang, sementara Kabupaten Karawang Timur meliputi wilayah Kabupaten Purwakarta dikurangi desa-desa di kecamatan Sukasari (yang dahulu masih bagian dari Kabupaten Karawang) dan Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang.[12]

    Pembagiannya waktu itu adalah:

    • Wilayah Barat; menjadi Kabupaten Karawang yang terdiri dari 3 kawedanan (Karawang, Cikampek dan Rengasdengklok) dan 12 kecamatan (Karawang, Telukjambe, Pangkalan, Klari, Cikampek, Jatisari, Telagasari, Cilamaya, Rengasdengklok, Rawamerta, Pedes dan Batujaya) yang beribukota di Karawang.
    • Wilayah Timur; menjadi Kabupaten Purwakarta yang terdiri dari 5 kawedanan (Purwakarta, Subang, Sagalaherang, Pamanukan dan Ciasem) dan 15 kecamatan (Subang, Kalijati, Pagaden, Sagalaherang, Cisalak, Pamanukan, Pusakanagara, Binong, Ciasem, Pabuaran, Purwadadi, Purwakarta, Campaka, Plered dan Wanayasa) yang beribukota di Subang.

    Lalu pada tahun 1950 nama Kabupaten Karawang Timur diubah menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Kecamatan Subang dan Kabupaten Karawang Barat menjadi Krawang dengan ibu kota di kecamatan Karawang. Selanjutnya, tahun 1958 daerah sekitar Gunung Sanggabuana atau Loji yaitu Kecamatan Pangkalan yang sebelumnya menjadi bagian dari Kawedanan Jonggol, Bogor digabungkan kedalam wilayah Kabupaten Krawang.[13]

    Pada tahun 1968 terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya bernama Kabupaten Karawang Timur menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di kecamatan Purwakarta, karena pada tahun yang sama berlangsung proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau yang dikenal dengan nama Bendungan Jatiluhur maka pemerintah pusat pada masa itu merasa perlu untuk menyatukan wilayah waduk Jatiluhur ke dalam satu wilayah kerja yang akhirnya diputuskan dimasukan ke dalam wilayah Kabupaten Purwakarta sehingga pada tahun 1968 wilayah Kabupaten Krawang harus melepaskan desa-desa yang berada disebelah barat sungai Citarum yang masuk dalam proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau Bendungan Jatiluhur, desa-desa tersebut adalah desa-desa Sukasari dan Kertamanah yang sekarang masuk dalam kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, sehingga dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 maka wilayah Kabupaten Krawang menjadi berkurang dan wilayah inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Kabupaten Karawang[14]

    Geografi

    Curug Cigentis

    Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas, terhampar di bagian pantai Utara dan merupakan endapan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Sedangkan di bagian tengah kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian Selatan yang merupakan wilayah limpahan dari Kawedanan Jonggol merupakan daerah perbukitan yang sejuk terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 Mdpl. Wilayah selatan ini secara iklim dan kondisi geografis berbeda dengan sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang yang didominasi oleh dataran rendah, datar dan beriklim panas, wilayah selatan secara geografis dan iklim, bahkan kultur lebih mirip dengan wilayah Jonggol, Bogor.

    Topografi

    Sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang adalah dataran rendah, dan di sebagian kecil di wilayah selatan berupa dataran tinggi.

    Iklim

    Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27 °C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Iklim di wilayah Kabupaten Karawang adalah iklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua musim, yaitu musim penghujan yang disebabkan oleh angin muson baratan yang bersifat basah & lembap dan musim kemarau yang disebabkan oleh angin muson timuran yang bersifat kering. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April bertiup angin muson barat dan sekitar bulan Juni bertiup angin muson timur–tenggara. Kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam.

    Data iklim Karawang, Jawa Barat, Indonesia
    Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
    Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.2
    (86.4)
    31.2
    (88.2)
    32
    (90)
    32.8
    (91)
    33.1
    (91.6)
    32.3
    (90.1)
    32.2
    (90)
    32.7
    (90.9)
    33.3
    (91.9)
    34.3
    (93.7)
    32.7
    (90.9)
    31.2
    (88.2)
    32.33
    (90.24)
    Rata-rata harian °C (°F) 26.5
    (79.7)
    27.4
    (81.3)
    27.9
    (82.2)
    27.4
    (81.3)
    26.5
    (79.7)
    26.2
    (79.2)
    26.1
    (79)
    27.2
    (81)
    27.8
    (82)
    28
    (82)
    27.4
    (81.3)
    27
    (81)
    27.12
    (80.81)
    Rata-rata terendah °C (°F) 22.8
    (73)
    23.7
    (74.7)
    23.8
    (74.8)
    24
    (75)
    23.2
    (73.8)
    22.2
    (72)
    21.9
    (71.4)
    22.8
    (73)
    23.5
    (74.3)
    24
    (75)
    23.8
    (74.8)
    23.2
    (73.8)
    23.24
    (73.8)
    Presipitasi mm (inci) 345
    (13.58)
    312
    (12.28)
    184
    (7.24)
    149
    (5.87)
    91
    (3.58)
    56
    (2.2)
    43
    (1.69)
    29
    (1.14)
    46
    (1.81)
    100
    (3.94)
    144
    (5.67)
    203
    (7.99)
    1.702
    (66,99)
    Rata-rata hari hujan 23 21 17 15 9 5 4 2 4 10 14 18 142
    % kelembapan 84 83 81 80 79 77 75 73 74 76 78 80 78.3
    Rata-rata sinar matahari bulanan 149 172 215 244 258 251 285 301 269 257 209 184 2.794
    Sumber #1: Climate-Data.org[15]
    Sumber #2: BMKG[16] & Weatherbase[17]

    Hidrografi

    Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke arah utara: Ci Beet yang mengalir dari selatan Karawang menuju Sungai Citarum yang juga menjadi batas antara Kabupaten Karawang dan Bekasi, Ci Tarum, yang merupakan pemisah Kabupaten Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan Ci Lamaya, yang merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat juga tiga saluran irigasi besar, yaitu Saluran Irigasi Tarum Utara, Saluran Irigasi Tarum Tengah dan Saluran Irigasi Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, dan pembangkitan listrik.

    Pemerintahan

    Kabupaten Karawang terdiri atas 30 kecamatan, yang dibagi lagi atas 297 desa dan 12 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Karawang Timur, tepatnya di kelurahan Karawang Wetan.

    Bupati

    No Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Wakil Bupati
    (17) Berkas:Aep Syaepuloh.png H. Aep Syaepuloh 25 September 2023 Petahana Lowong

    Dewan Perwakilan

    Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Karawang dalam dua periode terakhir.[18][19]

    Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
    2014-2019 2019-2024
    PKB 5 Kenaikan 7
    Gerindra 6 Kenaikan 8
    PDI-P 9 Penurunan 6
    Golkar 8 Penurunan 7
    NasDem 3 Penurunan 2
    PKS 3 Kenaikan 6
    PPP 2 Penurunan 1
    PAN 3 Penurunan 1
    Hanura 2 Penurunan 1
    Demokrat 6 Kenaikan 9
    PBB 3 Penurunan 2
    Jumlah Anggota 50 Steady 50
    Jumlah Partai 11 Steady 11


    Kecamatan

    Kabupaten Karawang terdiri dari 30 kecamatan, 12 kelurahan, dan 297 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 2.110.476 jiwa dengan luas wilayah 1.652,20 km² dan sebaran penduduk 1.277 jiwa/km².[20][21]

    Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Karawang, adalah sebagai berikut:

    Kode
    Kemendagri
    Kecamatan Jumlah
    Kelurahan
    Jumlah
    Desa
    Kodepos[22] Status Daftar
    Desa/Kelurahan
    32.15.24 Banyusari 12 41375 Desa
    32.15.08 Batujaya 10 41354 Desa
    32.15.04 Ciampel 7 41363 Desa
    32.15.11 Cibuaya 11 41356 Desa
    32.15.13 Cikampek 10 41373 Desa
    32.15.23 Cilamaya Kulon 12 41386 Desa
    32.15.15 Cilamaya Wetan 12 41384 Desa
    32.15.30 Cilebar 10 41387 Desa
    32.15.14 Jatisari 14 41374 Desa
    32.15.22 Jayakerta 8 41359 Desa
    32.15.01 Karawang Barat 8 41311-41319 Kelurahan
    32.15.26 Karawang Timur 4 4 41321-41328 Desa
    Kelurahan
    32.15.05 Klari 13 41371 Desa
    32.15.25 Kotabaru 9 41377 Desa
    32.15.07 Kutawaluya 12 41358 Desa
    32.15.19 Lemahabang 11 41383 Desa
    32.15.21 Majalaya 7 41388 Desa
    32.15.12 Pakisjaya 8 41355 Desa
    32.15.02 Pangkalan 8 41362 Desa
    32.15.10 Pedes 12 41353 Desa
    32.15.29 Purwasari 8 41376 Desa
    32.15.18 Rawamerta 13 41382 Desa
    32.15.06 Rengasdengklok 9 41352 Desa
    32.15.28 Tegalwaru 9 41364 Desa
    32.15.17 Talagasari 14 41381 Desa
    32.15.27 Telukjambe Barat 10 41341-41349 Desa
    32.15.03 Telukjambe Timur 9 41331-41339 Desa
    32.15.20 Tempuran 14 41385 Desa
    32.15.09 Tirtajaya 11 41357 Desa
    32.15.16 Tirtamulya 10 41372 Desa
    TOTAL 12 297

    Pemekaran Daerah

    Karawang merupakan ibu kota Kabupaten Karawang yang direncanakan akan dimekarkan dari Kabupaten Karawang yang terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Karawang Barat, kecamatan Karawang Timur, kecamatan Telukjambe Timur dan kecamatan Telukjambe Barat dan nantinya ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke Cikampek.[23]

    Namun jika Cikampek juga dimekarkan menjadi kota juga seperti Karawang, maka ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke kecamatan Talagasari karena selain terletak ditengah–tengah Kabupaten Karawang, juga dekat dengan Pelabuhan Cilamaya yang akan dibangun dan akan menjadi pusat perekonomian yang baru.[24]

    Demografi

    Penduduk Karawang umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda. Di daerah utara Kabupaten Karawang, seperti di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya sebagian penduduknya menggunakan bahasa Betawi, sedangkan di Kecamatan Pedes, Tempuran, Kecamatan Cilamaya Wetan, dan Cilamaya Kulon sebagian penduduknya menggunakan bahasa Cirebon.[25] Sedangkan di beberapa kecamatan yang lainnya di Karawang menggunakan bahasa Sunda kasar, beberapa kosakata yang mereka gunakan adalah 'aing' (bhs. Sunda standar kuring/abdi), 'nyanéh' (bhs. Sunda standar manéh/anjeun), nyanéhna (bhs. Sunda standar manéhna/anjeunna), nyaranéhna (bhs. Sunda standar maranéhna/aranjeunna), manyaho (bhs. Sunda standar nyaho/terang). Tetapi di daerah selatan Kabupaten Karawang Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Tegalwaru, mereka menggunakan bahasa Sunda standar.

    Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata pencaharian yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang adalah daerah penghasil padi.

    Suku bangsa

    Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, suku Sunda menjadi suku bangsa mayoritas di kabupaten Karawang. Sebanyak 1.514.774 jiwa atau 84,85 % dari total penduduk 1.785.208 jiwa yang terdata di Karawang adalah orang Sunda. Dua suku lainnya dengan jumlah yang signifikan yakni orang Jawa, dan Betawi. Sebagian lagi orang Cirebon, kemudian Banten, Batak, Minangkabau, Tionghoa, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000;[26]

    No Suku Jumlah
    (2000)
    %
    1 Sunda 1.514.774 84,85%
    2 Jawa 113.748 6,37%
    3 Betawi 78.116 4,38%
    4 Cirebon 19.962 1,12%
    5 Banten 7.123 0,40%
    6 Batak 6.319 0,35%
    7 Minangkabau 3.852 0,22%
    8 Tionghoa 3.119 0,17%
    9 Suku lainnya 38.195 2,14%
    Kabupaten Karawang 1.785.208 100%

    Ekonomi

    Kabupaten Karawang merupakan lokasi dari beberapa kawasan industri, antara lain Karawang International Industry City KIIC, Kawasan Surya Cipta, Kawasan Bukit Indah City atau BIC di jalur Cikampek (Karawang). Salah satu industri strategis milik negara juga memiliki fasilitasnya di deretan kawasan industri tersebut, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (http://www.peruri.co.id/) yang mencetak uang kertas, uang logam, maupun dokumen-dokumen berharga seperti paspor, pita cukai, meterai dan lain sebagainya. Di bidang pertanian, Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat.[27]

    Transportasi

    Stasiun kereta api

    Kabupaten Karawang memiliki dua stasiun kereta api utama dan satu stasiun kereta cepat, diantaranya Stasiun Karawang di Kecamatan Karawang Barat dan Stasiun Cikampek di Kecamatan Cikampek yang melayani kereta api antarkota maupun lokal menghubungkan Kabupaten Karawang dengan berbagai tujuan di Pulau Jawa, sedangkan Stasiun HSR Karawang di Kecamatan Telukjambe Barat yang melayani Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

    Kerajinan daerah

    Kabupaten Karawang memiliki sentra kerajinan gerabah yang berada di kampung Anjun Kanoman, Tanjung Mekar, kabupaten Karawang. Kerajin gerabah di kampung Anjun Kanoman diturunkan secara turun-temurun oleh para pengerajinnya sejak abad ke 15 ketika wilayah kabupaten Karawang berada dibawah kuasa Sunan Gunung Jati[28]

    Kesenian daerah

    Tari Jaipongan salah satu tarian paling terkenal dari Karawang
    Pagelaran Wayang kulit Cirebon pada Mei 2015 yang diabadikan oleh Arie Nugraha (budayawan Cirebon) dengan lakon "Rit Madenda" di desa Mekar Asih, kecamatan Banyu Sari, kabupaten Karawang yang dipimpin oleh Ki Dalang Enang Sutriya

    Kesenian daerah kabupaten Karawang dipengaruhi oleh budaya dari tiga suku di Jawa Barat yaitu Sunda, Betawi dan Cirebon.

    Wayang kulit Cirebon di Karawang

    Wayang kulit Cirebon yang terdapat di wilayah kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pedalangan Cirebon gaya kulonan yang di antaranya berada di kabupaten Subang dan kabupaten Karawang, pada pola penyebarannya di kabupaten Karawang wilayah desa-desa di kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang ( termasuk di antaranya wilayah desa Cilamaya dan pemekarannya ), sebagian wilayah desa di kecamatan Banyu Sari ( termasuk di antaranya desa Banyu Asih ) menjadi pusat utama pelestariannya, desa-desa tersebut juga bersinergi dengan desa-desa lain yang masih satu budaya di wilayah kabupaten Subang seperti desa Rawa Meneng dan sekitarnya yang juga memegang peranan penting dalam menghidupkan dan melestarikan wayang kulit Cirebon di Karawang

    Gaya sunggingan (pewarnaan) pada wayang kulit Cirebon gaya kulonan terutama Cilamaya memiliki perbedaan yang tidak jauh dengan gaya sunggingan wayang kulit Cirebon gaya kidulan terutama Palimanan, menurut Waryo (budayawan Cirebon) hal tersebut dimungkinkan karena pada masa lalu para pedalang dan pengrajin wayang antar kedua wilayah saling bertukar dan saling melakukan pembelian wayang kulit cirebon.

    Tradisi Mapag Sri dan Wayang kulit Cirebon

    Pada bulan Oktober 2014, tradisi Mapag Sri diadakan kembali sebagai tanda berakhirnya kekosongan tradisi syukuran panen. Tradisi ini selama kurang lebih lima puluh tahun hampir tidak pernah digelar di blok Cibango, desa Cilamaya, kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang. Tradisi ini juga disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan (cilamaya).

    Menurut Aef Sudrajat, yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu sekaligus yang menggelar syukuran tersebut, kekosongan yang terjadi selama kurang lebih lima puluh tahun disebabkan oleh modernisasi dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan tradisi syukuran.[29] Berkurangnya masyarakat yang melakukan tradisi syukuran mapag sri dimungkinkan terjadi dalam kondisi masyarakat yang mayoritas muslim dikarenakan dalam salah satu urutan prosesi tradisi mapag sri ada sebuah prosesi mengarak simbolisasi dewi sri untuk mengelilingi kampung yang oleh beberapa kalangan masyarakat muslim bagian ini dianggap tidak Islami walau bagian lain dalam prosesi syukuran mapag sri pada budaya Cirebon telah kental nuansa Islamnya. Beberapa masyarakat adat Cirebon telah mengganti simbolisasi dewi sri ini dengan sepasang pengantin padi seperti pada tradisi mapag sri di pesisir timur kabupaten Indramayu sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.[30]

    Pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya, tradisi syukuran mapag sri dimaknai sebagai wujud syukur kepada Allah swt menjelang musim panen, tradisi syukuran mapag sri merupakan bagian dari rangkaian tradisi panen, pascapanen dan menjelang tanam padi, pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya rangkaian tradisi selanjutnya setelah syukuran mapag sri adalah tradisi hajat bumi atau dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah Babaritan yang dilakukan setelah prosesi panen dan kemudian tradisi mapag cai ( membawa air ) yang dilakukan menjelang musim tanam.

    Menurut Aef Sudrajat, prosesi Mapag Sri di wilayahnya dapat dilakukan dengan dukungan dari donatur dan sumbangan dari delapan kelompok tani yang tergabung di dalam Gapoktan pimpinannya, prosesi mapag sri disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan yang dipimpin oleh Ki Dalang Udama dari desa Rawa Meneng, kecamatan Blanakan, kabupaten Subang. Pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan tersebut dipentaskan siang–malam di kompleks pemakaman sesepuh blok Cibango, oleh masyarakat sekitar prosesi pagelaran wayang kulit ini disebut "prosesi ngaruwat" atau selamatan guna memohon doa dari Allah swt agar dijauhkan dari bahaya, penyakit dan kesulitan. pada pagelaran wayang kulit cirebon yang menjadi pelengkap prosesi adat mapag sri, lakon wayang yang biasanya dipentaskan adalah lakon Sulanjana yang bercerita tentang asal muasalnya padi.

    Set Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan ( Cilamaya )

    • Bisma wicara pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan–'ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
      Bisma wicara pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan–'ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
    • Bambang Arasoma pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan yang disungging oleh Arie Nugraha ( lakon ini terdapat kerusakan pada ornamen Garuda Mungkur kecilnya yang terdapat di atas kepala )
      Bambang Arasoma pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan yang disungging oleh Arie Nugraha ( lakon ini terdapat kerusakan pada ornamen Garuda Mungkur kecilnya yang terdapat di atas kepala )
    • Salya pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja.
      Salya pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja.
    • Pangeran Duryodana pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan - karya Ki Ardi, disungging ulang oleh Ki Enang Sutria dan dibrom ulang oleh Arie Nugraha.
      Pangeran Duryodana pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan - karya Ki Ardi, disungging ulang oleh Ki Enang Sutria dan dibrom ulang oleh Arie Nugraha.
    • Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan ( Cilamaya ) dengan Kayon Windu, ditatah oleh Ki Tasma Atmaja dan disungging oleh Arie Nugraha
      Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan ( Cilamaya ) dengan Kayon Windu, ditatah oleh Ki Tasma Atmaja dan disungging oleh Arie Nugraha
    • Jabang karya Arie Nugraha
      Jabang karya Arie Nugraha
    • Arjuna ( mangu ) - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
      Arjuna ( mangu ) - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
    • Begawan Sekutrem pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan karya Arie Nugraha
      Begawan Sekutrem pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan karya Arie Nugraha
    • Betara Guru - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
      Betara Guru - ditatah oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
    • Betara Narada pada Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan karya Pak Usup
      Betara Narada pada Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan karya Pak Usup
    • Betara Narada pada Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan karya Arie Nugraha
      Betara Narada pada Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan karya Arie Nugraha
    • Cungkring pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan
      Cungkring pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan
    • Semar ( Jamblang ) pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan, cempurit disungging oleh Arie Nugraha
      Semar ( Jamblang ) pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan, cempurit disungging oleh Arie Nugraha
    • Bagong Sunda - disungging oleh Arie Nugraha
      Bagong Sunda - disungging oleh Arie Nugraha
    • Togog pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan
      Togog pada Wayang kulit Cirebon gaya kulonan

    Pariwisata

    Bendungan Walahar
    Candi Jiwa di Batu Jaya
    San Diego Hills Memorial Park

    Objek Wisata

    • Pantai Tanjung Pakis
    • Bendungan Walahar
    • Curug Bandung
    • Curug Cigentis
    • Pantai Tanjung Pakis
    • Pantai Samudra Baru
    • Pantai Sedari
    • Pantai Tanjung Pulau Putri
      Pantai Pelangi
    • Pantai Tanjung Baru
    • Danau Cipule[31]
    • Candi Jiwa
    • Monumen Rawa Gede
    • Rumah Rengas Dengklok
    • Petilasan Jaka Tingkir[32]
    • San Diego Hills Memorial Park

    Olahraga

    Referensi

    1. ^ a b "Pembentukan Daerah-Daerah Otonom di Indonesia s/d Tahun 2014" (PDF). www.otda.kemendagri.go.id. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 12 Juli 2019. Diakses tanggal 2 Februari 2022. 
    2. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2021". www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-05. Diakses tanggal 2 Juli 2022. 
    3. ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2021-2023". www.jabar.bps.go.id. Diakses tanggal 7 Desember 2023. 
    4. ^ Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, Adolf Heuken SJ, Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2000
    5. ^ Yuanzhi Kong, Hembing Wijayakusuma. 2011. Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara.: Yayasan Obor Indonesia.
    6. ^ [1] Diarsipkan 2014-11-09 di Wayback Machine.|Kerajaan Pura
    7. ^ [2] Diarsipkan 2016-02-02 di Wayback Machine.|Sumur Jalatunda - IAIN Syekh Nurjati
    8. ^ a b c Awaludin, Luthfiana. 2017. Kisah Murid Sunan Gunung Jati & Pantai Sedari di Karawang. Jakarta : Detik News
    9. ^ [3] Diarsipkan 2010-11-23 di Wayback Machine.|Sungai Citarum Sekilas Sejarah, Banjir: Dulu hingga Sekarang, Menuju Tujuan Bersama
    10. ^ Perang, Dagang, Persahabatan: Surat-surat Sultan Banten, Titik Pudjiastuti, Buku Obor, Jakarta, 2007
    11. ^ [4] Diarsipkan 2014-11-21 di Wayback Machine.|jayakarta
    12. ^ Surat Keputusan DPRD Kabupaten Subang - DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977
    13. ^ Undang-Undang No. 14 tahun 1950 - Tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat
    14. ^ Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 - Pembentukan Kabupaten Purwakarta Dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang NO.14 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat
    15. ^ "Karawang, Jawa Barat, Indonesia". Climate-Data.org. Diakses tanggal 1 Oktober 2020. 
    16. ^ "Curah Hujan Kabupaten Karawang – ZOM 60, 64, 65, 66, dan 76" (PDF). BMKG. hlm. 57. Diakses tanggal 1 Oktober 2021. 
    17. ^ "Karawang, Indonesia". Weatherbase. Diakses tanggal 1 Oktober 2020. 
    18. ^ PEROLEHAN KURSI DPRD KAB. KARAWANG 2014-2019
    19. ^ Perolehan Kursi DPRD Kab. Karawang 2019-2024
    20. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
    21. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
    22. ^ Kode Pos Kabupaten Karawang
    23. ^ Wacana Pemekaran Kabupaten Karawang Kembali Santer Diarsipkan 2014-08-19 di Wayback Machine. pikiran-rakyat.com
    24. ^ Cikampek Layak Pisahkan Diri Dari Karawang Diarsipkan 2014-08-19 di Wayback Machine. inilah.com
    25. ^ Huri, Daman. 2017. Geografi Variasi Bahasa di Bagian Utara Karawang, Jawa Barat. Karawang : Universitas Singaperbangsa
    26. ^ "Karakteristik Penduduk Jawa Barat Hasil Sensus Penduduk 2000" (pdf). www.jabar.bps.go.id. 1 November 2001. hlm. 72–73. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-19. Diakses tanggal 17 September 2022. 
    27. ^ "Para Naga Penguasa Jakarta Beradu Perkasa di Karawang". Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-09-18. Diakses tanggal 26 November 2017. 
    28. ^ Praditya, Athar Ibnu. 2014. Industri Gerabah di Kampung Anjun Kanoman, Karawang Nyaris Punah. Banjaran : Bandung News Photo
    29. ^ Radar Karawang - Petani Gelar Wayang Kulit Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. (edisi tahun 2014)
    30. ^ Pambudi, J. 2013. Mapag Sri, Cara Petani Syukuri Hasil Bumi. Bandung: Pikiran Rakyat
    31. ^ "Kutayu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-08. Diakses tanggal 2015-12-02. 
    32. ^ "Blog - Rolling Hills, Perumahan Baru di Karawang". www.rolling-hills.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-05. Diakses tanggal 2020-10-04. 

    Pranala luar

    • (Indonesia) Situs web resmi Sunting ini di Wikidata
    • Situs Lowongan Kerja Karawang
    Pengawasan otoritas Sunting ini di Wikidata
    Umum
    • VIAF
      • 1
    • WorldCat
    Perpustakaan nasional
    • Amerika Serikat
    Lain-lain
    • MusicBrainz area