Daftar peristiwa pembakaran buku di Indonesia

Terbakarnya Lontar oleh I Gusti Ketut Kobot, 1958, Museum Puri Lukisan

Daftar ini berisikan peristiwa-peristiwa pembakaran buku yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Dalam artikel ini, pembakaran buku juga mencakup cara-cara perusakan buku lainnya seperti pemusnahan fisik, peleburan, pembuangan dll. Dalam pengertian yang lebih kontemporer, buku tidak terbatas pada kumpulan kertas terjilid, melainkan juga dalam bentuk CD, kaset, dsb.

Prakemerdekaan

Pembakaran karya Hamzah Fansuri

Pada tahun 1637, ribuan buku karya Hamzah Fansuri, seorang penyair dan sufi Aceh, dibakar di halaman Masjid Raya Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Seorang ulama berpengaruh, Nuruddin ar-Raniri, menjatuhi fatwa atas kitab-kitab karangan Hamzah Fansuri sebagai kafir zindik karena memuat ajaran-ajaran sufistik wahdatul wujud. Masa ini merupakan masa peralihan kekuasaan dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar Tsani. Karangan murid Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani yang digantikan jabatannya oleh Nuruddin Ar-Raniri, juga turut dibakar. Buku-buku karangan mereka dicari-cari di seluruh Aceh untuk kemudian dimusnahkan. Bagi siapa saja yang kedapatan mengikuti/memercayai ajaran kedua tokoh tersebut akan mendapatkan hukuman. Peristiwa ini bertahan berbulan-bulan dan sempat dicatat oleh Peter Mundy, seorang penjelajah, saudagar dan penulis, dalam bukunya The Travel of Peter Mundy.[1][2][3][4]

Upaya pemberangusan ajaran Hamzah Fansuri juga sampai pada upaya penyensoran. Nama Hamzah Fansuri, kendatipun begitu berpengaruh pada masa itu, tidak dicatat dalam risalah kerajaan Aceh seperti Hikayat Aceh dan Bustan Al-Salatin yang dikarang oleh Nuruddin ar-Raniri. Akibat penghancuran sistematis yang didukung kerajaan, panganut ajaran tasawuf yang sebelumnya signifikan di Aceh menjadi sasaran diskriminasi. Meskipun begitu, pengikut-pengikut Hamzah Fansuri berhasil menyelamatkan sejumlah karya sehingga sebagian masih bisa dibaca hingga saat ini, seperti Asrarul-'Arifin, Syarabul-'Asyiqin, Al-Muntahi, Ruba'I Hamzah Fansuri, Bachrun-Nisa', dan Syair Ikan Tunggal.[1] Ajaran tasawuf kembali dikembangkan di Aceh pada abad ke-17 oleh Syekh Abdurrauf Singkil dan murid-muridnya, hingga tersebar ke pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Nusantara.[5]

Pembakaran Pustaha Batak

Selama perang Padri terjadi di wilayah Mandailing, ribuan pustaha Batak dibakar karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Orang-orang Padri gencar memburu pustaha-pustaka Batak untuk dimusnahkan. Hal ini kemudian membuat pustaha Batak sangat langka di wilayah Angkola dan Mandailing. Hal serupa juga terjadi di kawasan Toba, misionaris Kristen membakar pustaha-pustaha Batak karena dianggap tidak sejalan dengan ajaran Kristen. Misionaris Meerwaldt misalnya, menulis bahwa pustaha Batak "sudah saatnya untuk dibakar."[6][7]

Pembakaran percetakan Laguboti

Jepang membakar percetakan Laguboti dan seluruh buku-buku di dalamnya, kemudian menggeledah rumah-rumah di Tapanuli untuk membakar buku apa pun yang berbau Belanda. Percetakan Laguboti didirikan oleh zending Belanda pada tahun 1904 untuk memproduksi buku-buku berbahasa Batak, seperti cerita rakyat, baik dalam aksara Batak maupun aksara Latin. Saat ini, buku-buku cetakan Laguboti yang berharga telah raib sepenuhnya.[8][9]

Pembakaran buku-buku berbahasa Belanda

Selama masa pendudukan Jepang, secara umum buku-buku berbahasa Belanda dan berbahasa Eropa lainnya, seperti Inggris dan Prancis, dilarang dan dibakar. Salah satu sumber menyatakan upacara pembakaran buku-buku ini dilakukan di depan umum dan tampak mirip dengan apa yang dilakukan oleh Nazi. Buku-buku pelajaran berbahasa Belanda untuk sekolah-sekolah juga turut dibakar.[10][11][12][13] Pada masa ini, Jepang melarang seluruh operasi perpustakaan di Hindia Belanda, kecuali perpustakaan di Museum Pusat. Jepang berniat untuk mengacaukan sistem perpustakaan yang dirancang Belanda dan juga membakar terbitan-terbitannya.[14]

Orde Lama

Komunis membakar buku

Pada kisaran 1964-1965, Lembaga Kebudayaan Rakyat beserta ormas-ormas terafiliasi PKI lainnya, seperti Pemuda Rakyat dan CGMI, mendatangi perpustakaan United States of Information Service (USIS), bagian penerangan dan kebudayaan Kedutaan Besar Amerika Serikat, di Jakarta dan Surabaya, untuk merampas koleksi buku dan piringan hitam, termasuk musik The Beatles dan Koes Plus. Rampasan dari USIS ini kemudian dibakar bersama buku-buku lainnya, baik yang dianggap oldefo maupun karya-karya penyokong Manikebu. Harian Bintang Timur secara berlebihan memberitakan bahwa angka buku yang dibakar pada masa-masa ini mencapai 2 juta eksemplar. Meskipun demikian, Pramoedya selaku pemimpin Lekra kala itu membantah tuduhan-tuduhan bahwa ia terlibat dalam pembakaran ini.[15][16][17]

Untuk upaya pemberangusan film-film Amerika Serikat oleh kelompok komunis, baca PAPFIAS.

Pembakaran buku pada Hari Pendidikan Nasional

Pada 2 Mei 1964, Pemerintah Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional dengan membakar sekitar 500 buku umumnya tentang sejarah dan bahasa yang dianggap bertentangan dengan ideologi Indonesia. Buku-buku berbahasa Inggris, Prancis, Jerman dan Belanda ini dibakar pada saat upacara di halaman dinas pendidikan dan bawah bendera merah-putih.[18]

Orde Baru

Pembakaran buku, arsip dan perpustakaan Pramoedya Ananta Toer

Pemerintahan Orde Baru melarang segala hal yang mengandung paham komunisme. Angkatan Darat menyapu buku-buku karangan penulis-penulis berhaluan komunis atau yang terindikasi komunis, salah satunya ialah Pramoedya Ananta Toer. Pada Oktober 1965, Angkatan Darat membakar karya-karya Pram berserta arsip dan perpustakaan pribadinya. Akibat pembakaran tersebut, beberapa karya Pram yang sedang ditulis ikut lenyap, seperti jilid kedua dan ketiga dari trilogi Gadis Pantai. Beberapa karangan Pram yang ikut dibakar adalah tulisan tentang sejarah perempuan Indonesia; yakni bagian ketiga dari buku mengenai Kartini, sejarah bahasa Indonesia, kajian tentang Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, beberapa cerita pendek, dan buku hariannya.[19][20]

Pemusnahan 10 ton buku tentang komunisme

Pada Oktober 1972, atas dasar TAP MPRS No. XXV/1966 tanggal 5 Juli 1966 dan UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan, Kejaksaan Agung membakar 10 ton buku, pamflet, poster, majalah dan buletin tentang komunisme. Barang-barang tersebut adalah barang sitaan yang terkumpul dari razia yang dilakukan dalam kurun waktu empat bulan (April-Juli 1972). Dari setiap karung yang hendak dilemparkan ke tungku raksasa, dibuka salah satu bukunya untuk diperlihatkan kepada wartawan. Sebagian buku lainnya didaur ulang menjadi kertas kembali.[21]

Reformasi

Pembakaran buku sentimentil di Bandung

Pada tahun 2001, sejumlah mahasiswa dilaporkan membakar buku-buku yang dianggap sentimentil seperti karya-karya Kahlil Gibran dan seri Chicken Soup. Tindakan ini adalah wujud protes kelompok tersebut terhadap minat baca mahasiswa pada buku-buku yang dinilai cengeng, pop dan tidak mencerdaskan. Disebutkan, piringan cakram grup musik Dewa yang menyitir karya Kahlil Gibran juga dihanguskan.[22][23]

Pembakaran buku oleh Aliansi Anti Komunis

Pada tahun 2001, Aliansi Anti Komunis (AAK) yang terdiri dari 33 organisasi, seperti Gerakan Pemuda Islam (GPI), Front Hizbullah, Front Merah Putih, Forum Pemuda Betawi, dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, merazia buku-buku beraliran kiri di berbagai kawasan di Jakarta. Tidak hanya toko buku, gerakan ini juga masuk merazia ke dalam indekos dan kontrakan mahasiswa di kawasan Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Buku-buku berhaluan kiri tersebut dikumpulkan dan langsung dibakar di hadapan mahasiwa. Buku-buku karangan Pramoedya dilaporkan juga dibakar. Buku Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme karangan Franz Magnis Suseno dilaporkan dibakar di kantor pusat Gerakan Pemuda Islam, meskipun buku tersebut sesungguhnya merupakan kritik terhadap Marxisme. Buku-buku tulisan Hermawan Sulistyo, Imam Prakoso dan Indra Piliang juga dilaporkan ikut dibakar. Berbagai penerbit dan toko buku dikabarkan menarik buku-buku berhaluan kiri dari peredaran untuk mengantisipasi gerakan ini. Aliansi untuk Kebebasan Berpikir dan Bersuara (AKBB), Pengurus Pusat Ikatan Penerbit Indonesia dan Gabungan Toko Buku Indonesia menggelar konferensi pers untuk menentang gerakan ini. M. Nofal Donggio, Sekretaris Jenderal AAK, menyatakan bahwa setelah buku, mereka akan men-sweeping orang.[22][24][25][26]

Pembakaran buku pelajaran sejarah untuk SMP dan SMA

Pada 25 September 2007, Kejaksaan Negeri Bekasi membakar sebanyak 1.468 buku sejarah untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK dari berbagai penerbit karena tidak mengikutsertakan kata PKI untuk menyebut Gerakan 30 September. Tindakan ini merujuk pada pelarangan 13 judul buku pelajaran sejarah dari 10 penerbit yang diputuskan oleh Kejaksaan Agung.[27]

Pembakaran buku karya Soemarsono di Surabaya

Pada tahun 2009, Front Anti Komunis membakar buku Revolusi Agustus: Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah karya Soemarsono pada saat unjuk rasa di depan Gedung Graha Pena, Surabaya. Aksi ini adalah tanggapan terhadap kolom serial wartawan Jawa Pos Dahlan Iskan tentang Soemarsono, "Soemarsono, Tokoh Kunci dalam Pertempuran Surabaya" yang dianggap mempromosikan tokoh komunis. Guru Besar Ilmu Sejarah Unesa Prof. Dr. Aminuddin Kasdi yang ikut dalam pembakaran, berkata sebagaimana yang dikutip pada Jawa Pos edisi 4 September 2009 ”Sejarah memang versinya yang menang. Lha, gimana, kalah kok njaluk (minta) sejarah." sebagai respons dari alternatif/pelengkap sejarah yang dipaparkan Soemarsono dalam karyanya.[28][29]

Pembakaran buku Susilo Bambang Yudhoyono di Magelang

Pada tahun 2011, Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak) Magelang membakar buku-buku tentang Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggap sebagai propaganda karena diedarkan di perpustakaan-perpustakaan sekolah, bukannya toko buku. Selain itu, pengadaan buku-buku ini juga dicurigai sebagai penyelewengan uang negara. LSM ini membakar sembilan buku tentang Presiden Yudhoyono, yaitu Menata Kembali Kehidupan Bangsa, Jendela Hati, Diplomasi Damai, Merangkai Kata Menguntai Nada, Bintang Lembah Tidar, Jalan Panjang Menuju Istana, Adil Tanpa Pandang Bulu, Peduli Kemiskinan, dan Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan. Aksi pembakaran ini terjadi di depan kantor Kejaksaan Negeri Magelang. Semua buku itu diterbitkan oleh PT Remaja Rosdakarya, Bandung.[30][31]

Pembakaran buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia

Pada tahun 2012, atas desakan Front Pembela Islam, Gramedia membakar ratusan cetak buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia karya Douglas Wilson. FPI menganggap buku tersebut telah menghina Muhammad. Pembakaran buku itu disaksikan oleh pihak Majelis Ulama Indonesia, Kepolisian, dan Direktur Utama Gramedia.[32] Buku tersebut menyebut Muhammad sebagai "perampok dan perompak."[33] Penerbit Gramedia telah memohon maaf karena telah ambil andil dalam insiden pembakaran buku ini.[34]

Pembakaran buku IPS di Jember

Pada tahun 2017, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Jember membakar buku IPS kelas VI SD karena memuat informasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel.[35]

Pemusnahan buku, tesis dan disertasi koleksi LIPI

Pada awal tahun 2019, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI memusnahkan 32 ribu buku, tesis dan disertasi dari koleksinya tanpa proses digitalisasi. Pemusnahan itu dicetuskan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko dan dianggap sebagai "kabar duka bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia". Pengangkutan dan pemusnahan dilakukan pada malam hari dan bukti-bukti seperti rekaman CCTV dan laporan satpam juga tidak dapat terlacak. Pemusnahan ini dilakukan bahkan sebelum proses digitalisasi. Pihak LIPI berdalih bahwa proses tersebut lazim dalam dunia perpusakaan dan peraturan menteri tidak mewajibkan upaya digitalisasi, melainkan hanya dokumentasi.[36][37]

Pembakaran buku karangan Abuya Jamaluddin Waly

Pada Januari 2020 di Banda Aceh, buku karangan Abuya Jamaluddin Waly Aliran-aliran yang Dianggap Menyimpang dibakar di hadapan 20 ribu jemaah, termasuk di dalamnya para cendekiawan, ulama, pemerintah, dan sejumlah hadirin dari berbagai daerah di Indonesia. Buku ini ditentang karena telah menyebut ajaran Abdul Karim Al-Jilly yang mengandung sufisme dan tasawuf sebagai menyimpang.[38] Beredarnya buku tersebut dituduh sebagai penyebab adanya pertentangan dalam masyarakat Aceh yang saling kafir-mengafirkan atau bahkan bertikai karena perbedaan aliran.[39]

Lihat juga

Catatan kaki

  1. ^ a b "Majalah Gatra :: Artikel". arsip.gatra.com. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  2. ^ Sari, Yulya. Konsep Wahdatul Wujud Dalam Pemikiran Hamzah Fansuri. 2007. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
  3. ^ Jr, Everett Jenkins (2010-11-12). The Muslim Diaspora (Volume 2, 1500-1799): A Comprehensive Chronology of the Spread of Islam in Asia, Africa, Europe and the Americas (dalam bahasa Inggris). McFarland. ISBN 978-0-7864-4689-6. 
  4. ^ Schlehe, Judith; Sandkühler, Evamaria (2014-04-30). Religion, Tradition and the Popular: Transcultural Views from Asia and Europe (dalam bahasa Inggris). transcript Verlag. ISBN 978-3-8394-2613-5. 
  5. ^ "Syekh Hamzah Fansuri, Bapak Bahasa dan Sastra Melayu". Republika Online. 2019-02-12. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  6. ^ Kozok, Uli (2006). Kitab undang-undang Tanjung Tanah: naskah Melayu yang tertua. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-603-1. 
  7. ^ Kozok, Uli (1999). Warisan leluhur: sastra lama dan aksara Batak. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9023-33-9. 
  8. ^ Simanjuntak, Bungaran Antonius (2011). Pemikiran Tentang Batak: Setelah 150 Tahun Agama Kristen di Sumatera Utara. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-781-6. 
  9. ^ Simanjuntak, Bungaran Antonius (2012). Konsepku Membangun Bangso Batak: Manusia, Agama, dan Budaya. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-804-2. 
  10. ^ Utami, Sintowati (2017-12-27). "PEMBELAJARAN ASPEK TATA BAHASA DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA". AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 1 (2): 189–203. doi:10.21009/aksis.010203. ISSN 2580-9040. 
  11. ^ Braine, George (2014-04-08). Teaching English to the World: History, Curriculum, and Practice (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-135-60349-6. 
  12. ^ Candraningrum, Dewi (2008). The Challenge of Teaching English in Indonesian's Muhammadiyah Universities (1958-2005): Mainstreaming Gender Through Postcolonial Muslim Women Writers (dalam bahasa Inggris). LIT Verlag Münster. ISBN 978-3-8258-1742-8. 
  13. ^ Collins, James T. (2005). Bahasa Melayu bahasa dunia: sejarah singkat. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-537-9. 
  14. ^ Focus on Indonesia (dalam bahasa Inggris). Information Division, Embassy of Indonesia. 1976. 
  15. ^ "Lembar-lembar Gelap Seorang Pram – Sastra-Indonesia.com" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  16. ^ Andreasharsono. "Arya Gunawan soal Bukti Lekra Bakar Buku" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  17. ^ Heryanto, Ariel (2015-07-02). Identitas Dan Kenikmatan. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9108-86-9. 
  18. ^ "Jakarta Burns Books For Its Education Day". The New York Times (dalam bahasa Inggris). 1964-05-03. ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  19. ^ Yunus, Ahmad (2011-07-01). Meraba Indonesia, Ekspedisi Gila Keliling Nusantara. Serambi Ilmu Semesta. ISBN 978-979-024-285-2. 
  20. ^ "Pelarangan Buku dan Kepedihan Pramoedya Ananta Toer". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  21. ^ "Membakar Komunisme". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  22. ^ a b Liputan6.com (2001-05-10). "Asvi Warman: Pembakaran Buku Kiri, Seperti Tindakan Komunis". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  23. ^ Adhe (2016-11-24). DECLARE! Kamar Kerja Penerbit Jogja (Octopus): diandra Kreatif. Diandra Kreatif. 
  24. ^ "POLITICS-INDONESIA: Book Burning Used for Political Ends | Inter Press Service". www.ipsnews.net. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  25. ^ Bosmajian, Haig A. (2006). Burning Books (dalam bahasa Inggris). McFarland. ISBN 978-0-7864-2208-1. 
  26. ^ "Majalah Gatra :: Artikel". arsip.gatra.com. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  27. ^ "Blunder Kejaksaan Agung dan Departemen Pendidikan Nasional". Tempo.co. 2007-03-15. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  28. ^ "Kami Mengecam Aksi Pembakaran Buku!!". Diakses tanggal 2020-03-22. [pranala nonaktif permanen]
  29. ^ "Soemarsono di antara Pertempuran Surabaya dan Peristiwa Madiun". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  30. ^ Latief (ed.). "Di Magelang, Buku-buku Seri SBY Dibakar". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  31. ^ "Buku-buku SBY Dibakar di Magelang". detikcom. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  32. ^ Wibisono, Nuran. "Buku yang Dilarang dan Ditentang". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  33. ^ "Tidak Membakar Buku". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  34. ^ Wilson, Douglas (2012-06-14). "An Indonesian Book Burning". Blog & Mablog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  35. ^ YoSep (2017-12-15). "Dituding Menyesatkan, Warga Bakar Buku IPS yang Memuat Yerusalem Ibukota Israel - Pojoksatu.id". pojoksatu.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  36. ^ Rahma, Andita (2019-03-12). Amirullah, ed. "Kepala LIPI Disebut Musnahkan Ribuan Tesis dan Disertasi". Tempo.co. Diakses tanggal 2019-10-06. 
  37. ^ Nusantara, Solusi Sistem. "Peneliti: Pemusnahan 32.000 Disertasi dan Tesis LIPI Menyalahi Prosedur | Nasional". www.gatra.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-06. 
  38. ^ "Pembakaran Buku Abuya Alm Djamaluddin Waly Dihadiri 20 Ribu Jamaah". Waspada.id. 2020-02-12. Diakses tanggal 2020-03-22. 
  39. ^ acehportal.com. "MPTT-I Menghimbau agar Ulama dan Masyarakat Tidak Membaca Buku Abuya Jamaluddin Waly". Aceh Portal – Bijak Mengabarkan. Diakses tanggal 2020-03-22.