Tenun Pringgasela

Tenun Pringgasela adalah kerajinan tenun tradisional Indonesia yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan telah ditetapkan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2018 dengan domain budaya Kemahiran dan Kerajinan Tradisional.[1] Lokasi persebaran Tenun Pringgasela antara lain di Lombok Timur, Lombok, Sumbawa, dan sebagian Bima. Sentra tenun ikat di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terletak di Desa Pringgasela. Di Desa Pringgasela inilah terdapat maestro Tenun Pringgasela yang bernama Suharti. Kegiatan menenun di Desa Pringgasela mayoritas dilakukan oleh kaum perempuan sebagai mata pencaharian dan statusnya per penetapan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia adalah masih bertahan.[1] Adapun kain tenun Pringgasela banyak digunakan dalam kegiatan sosial maupun keagamaan dan juga memiliki potensi di bidang pariwisata dengan dijual sebagai produk paket wisata budaya kepada wisatawan domestik dan mancanegara.[2]

Tenun Pringgasela yang diajarkan secara turun temurun hingga masih bertahan sampai saat ini pertama kali diperkenalkan oleh Lebae Nursini, seorang tokoh agama Islam yang datang dari Sulawesi untuk menyebarkan agama Islam di Desa Pringgasela.[1] Sambil mengajarkan agama Islam kepada penduduk Pringgasela, beliau mengajarkan cara bertani dan menenun sampai muncullah istilah Tenun Pringgasela. Kain tenun yang dibuat oleh Lebae Nursini masih tersimpan sebagai pusaka leluhur Desa Pringgasela yang disebut Reragian.[1] Tenun Pringgasela ini dibuat dengan menggunakan alat tenun tradisional gedogan dengan bermodalkan bahan alami yaitu baik benang dan warnanya berasal dari bagian tumbuhan seperti akar, batang kayu, dan daun.

Referensi

  1. ^ a b c d https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=752
  2. ^ https://travel.tempo.co/read/1139108/kain-tenun-pringgasela-bisa-dorong-wisata-halal-di-lombok/full&view=ok[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar

  • Warisan Budaya Takbenda Indonesia