Tangis Dilo

Tangis Dilo[1] adalah salah satu kesenian asli dari Suku Alas yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara. kesenian ini biasa disenandungkan pada acara-acara adat seperti tepung tawar, penyambutan, dan perkawinan. Tangis Dilo sendiri memiliki arti Tangisan Pengantin perempuan Sebelum Menikah di Waktu Subuh, Tangis artinya Ratapan/Menangis dan Dilo artinya Waktu Subuh (Bahasa Alas), kesenian ini sendiri hampir sama dengan kesenian Sebuku, tetapi ada sedikit perbedaannya, kesenian Sebuku biasanya berisikan ratapan yang mengandung nasihat yang dilantunkan oleh ibu dari mempelai wanita, sedangkan pada Tangis Dilo biasanya ratapan mempelai wanita tentang penyesalan dan permohonan maaf jika selama dia bersama ibunya banyak menyusahkan kedua orang tuanya sekaligus meminta izin untuk menikah.

Cara Melantunkan Syair[2]

Tangis Dilo dilantunkan oleh seorang prempuan yang esok pagi akan menikah, syair dilantukan oleh si wanita dengan keadaan menangis dan bersujud dipangkuan ibunya sambil merenungkan/menyesali tingkah lakunya selama dia bersama ibunya, selanjutnya adalah si prempuan memasukkan beras dalam satu sumpit (5 bambu beras), kemudian air di isi dalam satu labu atau ceret. Acara ini dilakukan secara tersendiri dengan ibunya, yaitu disaat waktu subuh.

Syair[2]

peragaan Tangis dilo
peragaan Tangis dilo

berikut adalah sepenggal syair yang dilantunkan dalam kesenian Tangis Dilo dalam Bahasa Alas.

Eeuuuhh… heeeuuiiiiiiii, heiieiiieihh….. heiieiiieihh….. heiieiiieihh…..

Eeuuuhhh…

Aeuheeuuiihh…. Soh me bandu ameeeee eiiieiihh…..

Eiiieiihh… bekhas se selup de ame ku eeuuuhh…

Eeuuuhh… lawe se ntabu de ame ku ame aeehh…

Eiiieiihh… ken tukakh ganti ni anak ndu aku ame eeuuuhaeehh…

Kakhena sekadan wakhi no ameeeee aeiiieiihh….. e anak ndu aku de ame eeuuuhaeehh… senakhen ngantusi aeee… si kekukhangen bandu de ame ku…

Eeuuuhh… heeeuuiiiiiiii, heiieiiieihh….. heiieiiieihh….. heiieiiieihh…..

Referensi

  1. ^ http://kaisosogarcia.blogspot.com/2014/06/tangis-dilo.html
  2. ^ a b http://lintasgayo.co/2014/01/09/tangis-dilo-seni-trasional-suku-alas-yang-mulai-bangkit