Sirawu' Sulo

Sirawu' Sulo adalah suatu tradisi rakyat atau pesta rakyat yang telah dilaksanakan sejak dahulu di Desa Pongka, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan bersamaan dengan terbentuknya Desa Pongka itu sendiri. Sirawu' sulo berasal dari bahasa bugis yang terdiri atas dua kata di mana sirawu berarti saling melempar dan sulo berarti obor. Jadi sirawu sulo adalah saling melempar obor yang terbuat dari daun kelapa. Tradisi ini juga dikenal dengan nama sirempek api atau perang api. Pesta rakyat ini dilaksanakan setiap tiga tahun sekali.[1] Sirawu' sulo diadakan setelah adanya penetapan waktu pelaksanaan yang sudah disetujui oleh masyarakat Desa Pongka berdasarkan petunjuk dari Sanro (Ketua Adat). Hanya laki-laki yang diperbolehkan untuk mengikuti tradisi ini di mana jumlah dan usia peserta tidak dibatasi. Tradisi ini dilaksanakan selama 3 malam berturut turut selama kurang lebih 2 jam atau sampai apinya padam. Selain sebagai pelaksanaan tradisi, pesta rakyat sirawu' sulo juga sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga bagi warga Desa Pongka yang pulang dari perantauan.[2]

Sejarah

Sirawu' sulo pertama kali dilaksanakan oleh rombongan dari kerajaan Baringeng yang dulu merupakan salah satu kerajaan yang ada di Kota Soppeng. Raja Baringeng memiliki dua anak salah satunya ialah Petta Mabbaranie yang meninggalkan kerajaannya bersama dengan dua orang panglima perangnya ialah petta Makkuli dajangnge. Setelah melakukan perjalanan panjang mereka menemukan daerah yang bisa ditinggali dan melaksanakan sirawu' sulo sebagai tanda syukur dan untuk mengekspresikan kegembiraan mereka karena telah menemukan daerah yang bisa ditinggali oleh mereka yaitu Desa Pongka. Awalnya tradisi ini diadakan setiap lima tahun sekali sampai kemudian diubah menjadi tiga tahun sekali berdasarkan ketetapan adat warga Desa Pongka. Sebelum dimulai ada satu orang sanro laki laki dan sanro perempuan yang melakukan ritual Mappangolo atau berserah diri sementara peserta membasuh tubuhnya dengan minyak dari sanro yang telah diberikam mantra oleh sanro agar kebal terhadap api. Selanjutnya acara mambule manu (mengarak ayam) keliling kampung sampai ke lapangan tempat pertandingan.[2]

Perlengkapan

Sebelum tradisi dimulai ada beberapa hal yang perlu disiapkan yaitu

  1. Anyaman bambu yang berisi 10 ekor ayam dengan jumlah penangkap ayam sesuai dengan jumlah RT yang ada di Desa Pongka.
  2. Ayam sebagai ungkapan kebahagiaan.
  3. Gendang sebagai ungkapan semangat.
  4. Mabbepa pitu/membuat kue.
  5. Minyak yang sudah diberi mantra agar kebal oleh sanro.[3]

Rangkaian Acara

Setelah waktu pelaksanaan, kemudian dibentuk panitia acara. Ada beberapa acara yang dilakukan sebelum acara sirawu'sulo yang pertama adalah acara mabeppa. Pada awalnya rangkaian acara yang dilakukan yaitu mappere'yang artinya berayun dan masse'mpek yang artinya tendangan kaki. Tetapi sekarang dua tradisi tersebut tergantikan dengan pertandingan olahraga seperti sepak bola dan volli serta kegiatan kesenian seperti menari.[3]

Selanjutnya diadakan ritual mappangolo atau berserah diri lalu acara mambule manu keliling kampung sampai ke lapangan tempat tradisi perang api atau sirawu' sulo yang hanya diadakan pada malam hari. Semua rangkaian acara memiliki makna yang berbeda tetapi saling berkaitan. Setelah semua rangkaian acara tersebut maka dimulailah acara inti yaitu Sirawu'sulo di lapangan. Para peserta saling menyerang dengan cara melemparkan obor yang terbuat dari daun kelapa kering dengan panjang sampai 2 meter. Ada banyak sekali warga baik dari desa pongka ataupun dari daerah lain yang datang untuk menyaksikan tradisi ini. Selain itu juga banyak tamu undangan yang datang diantaranya ialah pak bupati. Untuk melayani tamunya dengan baik warga desa Pongka biasanya menyembelih 80-100 ekor ekor kuda yang berasal dari sumbangan warga pongka di perantauan.[2] Pesta rakyat ini terakhir kali dilaksanakan pada tanggal 1 - 3 oktober 2018.

Referensi

  1. ^ Bone, Kontributor; Haq, Abdul. Wadrianto, Glori K., ed. "Serawu Sulo, Tradisi Perang Api Warga Bone". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-03-30. 
  2. ^ a b c Paluseri, Dais D.; Putra, Shakti A.; Hutama, Hendra S.; Hidayat, Moechtar; Putri, Ririn A. (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 (PDF). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 293. 
  3. ^ a b Kasming (2017). Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Sirawu Sulo (Studi Kasus Desa Pongka Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone)(PDF). hlm. 61-62,68-69.