Pojian

Pojian atau pepujen [1] adalah suatu upacara tradisional yang disertai dengan tari dan nyanyi di daerah Bondowoso, Jawa Timur, khususnya di kecamatan Cerme. Tarian yang dilakukan pada upacara ini hanya sekedar mengikuti irama dari semacam syiir yang diucapkan, diikuti oleh seluruh warga masyarakat, baik laki-laki maupun wanita, kanak-kanak maupun dewasa. Seluruh warga berkumpul di rumah tetua desa dengan pakaian yang terbaik. Beberapa orang memulai dengan pembacaan syiir-syiir berbahasa Madura, diikuti oleh warga yang melagukan nyanyian dan menari-nari. Sebagian warga menggunakan selendang atau sampur untuk lebih mempertegas tari, membentuk rombongan-rombongan kecil. Rombongan tersebut pergi ke perbatasan desa mereka yang terjauh, seakan-akan membuang sial dengan syiir-syiir tertentu. Setelah sudah dianggap cukup, rombongan-rombongan kembali ke tempat berkumpul semula, untuk mengadakan selamatan yaitu makan bersama. Upacara tradisional ini dilakukan apabila desa terserang penyakit, kemarau panjang dengan tiada datang hujan, panen gagal karena terserang hama dan malapetaka yang lain.

Daerah Madura, sekitar Pamekasan terdapat pojian yang memiliki arti seni pertunjukan berupa drama rakyat yang bersifat komedi.[2] Di desa Bantal, Situbondo kecamatan Asembagus setiap tahun menggelar ritual sakral bernama pujian hoddo, diselenggarakan oleh perkumpulan komunitas adat bernama Pariopo. Sebagian masyarakat memohon segera diturunkan hujan saat musim kemarau panjang. Ritual ini diikuti oleh remaja, dewasa, wanita dan pria ikut yang berkumpul bersama.[3]

Perkembangan Pojian

Ketika bencana musim kering berkepanjangan melanda sebagian Jawa Timur, masyarakat Bondowoso mengadakan pepujen sekaligus menyambut Bulan Ramadan. Upacara ini berpusat di Kota Bondowoso yang dihadiri ratusan orang, diawali dengan memanjat sebatang bambu setinggi delapan meter dan membakar diri menjadi bagian dari ritual dengan iringan gamelan dan tabuhan kendang, sejumlah orang mencoba menaiki bambu. Keahlian memanjat bambu diturunkan dari Ki Remas, leluhur Desa Sukorejo yang akhirnya terkenal sebagai pembuat ide upacara pojian. Tanpa rasa takut, seorang demi seorang anak cucu Ki Remas dan warga setempat bergantian menaiki bambu.[1]

Referensi

  1. ^ a b Liputan6.com (2003-11-01). "Ritual Meminta Hujan, Budaya Warisan di Bondowoso". Liputan6.com. Diakses tanggal 2022-07-24. 
  2. ^ Yunus, Ahmad (1986). Ensiklopedia tari Indonesia seri P-T (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. 
  3. ^ Bhirawa, Danu. "Ritual Adat Pujian Hodo, Acara Sakral di Desa Bantal, Situbondo". Harian Bhirawa Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-25.