Kerusuhan Dinamo–Red Star

Kerusuhan Dinamo–Red Star adalah kerusuhan sepak bola yang terjadi pada tanggal 13 Mei 1990 di Stadion Maksimir di Zagreb, Republik Sosialis Kroasia, yang saat itu merupakan bagian dari RFS Yugoslavia. Kerusuhan ini melibatkan Bad Blue Boys (pendukung GNK Dinamo Zagreb) dan Delije (pendukung FK Crvena Zvezda alias Red Star Belgrade). Kejadian itu terjadi hanya beberapa pekan setelah pemilihan multipartai pertama di Kroasia dalam lima puluh tahun terakhir, di mana partai-partai pendukung kemerdekaan memenangkan mayoritas suara. Kerusuhan tersebut mengakibatkan lebih dari enam puluh orang terluka, termasuk beberapa orang ditusuk, ditembak atau keracunan gas air mata.[1]

Latar belakang

Hubungan antara Dinamo Zagreb dan FK Crvena Zvezda selalu tegang karena mereka secara konsisten menempati puncak Liga Pertama Yugoslavia dan sering memenangkan kejuaraan di dalam negeri. Pada tahun 1990, persaingan sengit ini terus meningkat seiring memanasnya ketegangan etnis di Yugoslavia. Pemilu multipartai pertama diadakan di sebagian besar wilayah Yugoslavia dan partai berhaluan komunisme dikalahkan oleh partai-partai nasionalis.

Putaran kedua pemungutan suara di Kroasia diadakan pada 6 Mei ketika Uni Demokrat Kroasia (HDZ) pimpinan Franjo Tuđman memenangi pemilu. Setelah itu, Kroasia dan Slovenia dikuasai oleh pemerintahan baru, yang menjadi kekuatan utama di balik upaya untuk mengubah Yugoslavia menjadi konfederasi, suatu usaha yang ditentang oleh Serbia yang dipimpin Slobodan Milošević. Sekitar 3.000 Delije (penggemar Crvena Zvezda) bertolak ke Zagreb. Diperkirakan antara 15.000 dan 20.000 penonton menyaksikan pertandingan tersebut.

Delije dipimpin oleh Željko Ražnatović (juga dikenal sebagai "Arkan"), seorang nasionalis Serbia, yang menjadi buronan internasional karena kasus perampokan dan pembunuhan di Eropa. Kelak, ia memimpin Garda Sukarelawan Serbia yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama Perang Yugoslavia. Banyak penggemar Red Star dan Dinamo bertempur dalam perang yang terjadi setelahnya, dan sejumlah suporter Delije bergabung dengan organisasi paramiliter pimpinan Arkan.[2] Kedua suporter sering melakukan kekerasan,[3] dan pada dasarnya mereka berfungsi sebagai organisasi paramiliter, bukan sekadar klub penggemar sepak bola biasa.[4]

Bentrokan

Hingga beberapa jam sebelum kick-off, bentrokan kecil dilaporkan terjadi di sekitar Zagreb antara fans Crvena Zvezda (Delije) dan fans Dinamo (Bad Blue Boys), yang kemudian berlanjut hingga ke dalam Stadion Maksimir.[3]

Setelah diprovokasi oleh batu yang dilaporkan dilempar oleh Bad Blue Boys, Delije, yang terletak di area terpisah stadion yang diperuntukkan bagi penggemar klub tandang, mulai mencabut papan iklan dan menyerang suporter Dinamo. Delije lantas menyerang mereka dengan melempar kursi sambil meneriakkan slogan nasionalis Serbia, seperti "Zagreb adalah Serbia" dan, "Kami akan bunuh si Tuđman".[4] Kesal karena apa yang mereka lihat, Bad Blue Boys di tribun utara dan timur berusaha menyerbu lapangan, tetapi dengan cepat didorong kembali oleh polisi yang memegang pentungan dan gas air mata. Dalam beberapa menit, situasinya menjadi tak terkendali karena Bad Blue Boys semakin tak terbendung. Mereka menembus pagar dan turun ke lapangan untuk menyerang suporter Red Star. Mulanya, polisi kewalahan tetapi dapat membalikkan keadaan setelah bala bantuan datang, berupa van lapis baja dan meriam air untuk membubarkan para perusuh. Lebih dari satu jam kemudian, setelah stadion dibakar, kerusuhan berhasil dikendalikan.

Polisi dianggap terlalu lunak terhadap Delije selama kerusuhan kecil yang akhirnya memicu kerusuhan yang lebih besar.

Tendangan Zvonimir Boban

Di tengah kericuhan, beberapa pemain Dinamo masih bertahan di lapangan, sementara para pemain Red Star berlarian ke ruang ganti. Zvonimir Boban, kapten Dinamo, menendang seorang petugas polisi, Refik Ahmetović, yang diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang pendukung Dinamo.[5] Beberapa anggota Bad Blue Boys menghampiri Boban, bertindak sebagai perisai manusia. Peristiwa itu selalu dikenang dalam benak kaum nasionalis Kroasia sebagai awal dari perlawanan Kroasia terhadap Serbia. Boban dinyatakan sebagai pahlawan nasional Kroasia, tetapi juga dianggap sebagai nasionalis oleh publik Serbia. Dia diskors oleh Asosiasi Sepak Bola Yugoslavia (FSJ) selama enam bulan, absen di Piala Dunia FIFA 1990, dan dituntut hukuman pidana. Petugas yang dia serang (yang ternyata adalah seorang Bosniak) secara terbuka memaafkan Boban atas tindakannya beberapa tahun kemudian.

Inilah saya, seorang publik yang siap mempertaruhkan nyawa, karier, dan segala yang membuat saya tenar, demi satu cita-cita, satu tujuan; tujuan Kroasia.

— Zvonimir Boban, CNN[6]

Dampak

Kerusuhan menandai awal dari berakhirnya Liga Pertama Yugoslavia. Pada akhir musim 1990-91 berikutnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan kemerdekaan dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia. Dengannya, kedua negara baru tersebut membentuk sistem liga sepak bola mereka sendiri (liga sepak bola Kroasia dan liga sepak bola Slovenia), dan menarik diri dari liga Yugoslavia. Liga Pertama Yugoslavia berlangsung selama satu musim lagi setelah itu, tetapi pada akhir musim 1991-92, perpecahan Yugoslavia yang terus berlanjut mengakhiri semuanya.

Kerusuhan Dinamo-Crvena Zvezda diyakini secara luas oleh beberapa pihak telah memicu Perang Kemerdekaan Kroasia. Narasi ini telah dipopulerkan melalui berbagai film dokumenter dan karya jurnalistik.[2][7] Bagi orang Kroasia, tindakan Boban dan Bad Blue Boys menjadi simbol yang menggambarkan keinginan mereka untuk Kroasia yang merdeka.[8] Di media Kroasia, teori yang tidak berdasar diumbar untuk menunjukkan bahwa kekerasan telah direncanakan oleh dinas rahasia Yugoslavia dan kepala polisi Serbia.[2] Kolumnis Franklin Foer menulis, "Para penonton telah melihat dengan jelas, bahwa pihak Serbia dan Kroasia telah siap untuk bertempur. Batu telah disiapkan dengan cermat di stadion sebelum pertandingan, hanya menunggu saatnya dilempar. Asam telah disimpan dengan baik sehingga penggemar Kroasia bisa menghancurkan pagar yang memisahkan mereka dari suporter Serbia".[9]

Referensi

  1. ^ Commemoration article on 17th anniversary [butuh sumber yang lebih baik] Diarsipkan September 28, 2007, di Wayback Machine. (dalam bahasa tidak diketahui)
  2. ^ a b c Milekic, Sven (May 13, 2016). "1990 Football Riot Becomes National Myth in Croatia". BalkanInsight. BIRN. 
  3. ^ a b Fox, Dave (April 25, 2016). "The Football Match Which Started a War". thefalse9.com. 
  4. ^ a b Nixon, Howard L. (2015). Sport in a Changing World. Routledge. hlm. 348. ISBN 978-1-31725-155-2. 
  5. ^ "Policajac sa Maksimira za MONDO: Ubio bih Bobana da nije bilo Kužea!". mondo.ba. 13 Mei 2020. 
  6. ^ Montague, James (January 13, 2011). "Five games that changed the world". edition.cnn.com (dalam bahasa Inggris). 
  7. ^ Crowcroft, Orlando (13 May 2020). "Red Star Belgrade vs Dinamo Zagreb: The football match that 'started a war'". euronews. 
  8. ^ McDougall, Alan (2020). Contested Fields: A Global History of Modern Football. University of Toronto Press. hlm. 179. ISBN 978-1-48759-458-9. 
  9. ^ Foer, Franklin (2011). How Football Explains The World. Random House. hlm. 16. ISBN 978-1-44810-800-8.