Kejahatan apartheid

Apartheid, berdasarkan Konvensi Internasional 1973 tentang Penindasan dan Hukuman Kejahatan Apartheid, didefinisikan sebagai sebagai "tindakan tidak manusiawi yang dilakukan demi membangun dan melanggengkan dominasi oleh satu kelompok rasial terhadap kelompok rasial lainnya, dan secara sistematis bersifat menindas". Definisi serupa diadopsi oleh Statuta Roma 1998 untuk Pengadilan Pidana Internasional (ICC).[1]

Ada tiga unsur yang meliputi Pertama, niat untuk mempertahankan dominasi yang dilakukan satu kelompok ras terhadap kelompok ras lain. Kedua, konteks penindasan sistematis oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang terpinggirkan. Ketiga, tindakan tidak manusiawi.[2]

Kasus

Afrika Selatan

Pada tahun 1795, Inggris menguasai Tanjung Harapan dan membawa para kaumnya sendiri. Hal tersebut mengakibatkan berkembangnya kelompok orang kulit putih yang berbahasa Inggris di Afrika Selatan, disamping kelompok yang berbahasa Belanda. Pada sistem tersebut hak-hak yang dimiliki kaum mayoritas (kulit hitam) dibatasi oleh supremasi oleh Afrikaner (kulit putih) yang minoritas di Afrika Selatan namun memiliki kekuasaan yang kuat. Tujuan dibentuknya Aparthied adalah memperkuat kekuasaan Partai Nasional atas sistem ekonomi dan sosial di Afrika Selatan.[3]

Pada masa Apartheid berdampak buruk bagi kesejahteraan Afrika Selatan. Afrika Selatan yang pada jaman koloni Inggris berbentuk dominion, yang kemudian ketika Afrika Selatan memperoleh kemerdekaannya dari Inggris, negeri yang kaya akan sumber daya alamnya ini beralih ke bentuk republik pada tahun 1961 setelah pemilu khusus kaum kulit putih. Karena kuatnya pengaruh kaum minoritas kulit putih di Afrika Selatan sehingga mayoritas penduduk kaum kulit hitam selalu di diskriminasi dan dijadikan pembantu dirumah sendiri. Kuatnya pengaruh kulit putih karena kesenjangan ekonomi yang memang ada sejak masuknya kaum Eropa ini sehingga kaum kulit putih menikmati fasilitas hidup yang paling mewah di Afrika Selatan sedangkan mayoritas kaum kulit hitam masih berada di bawah garis kemiskinan.[4]

Israel

Pada April 2021, organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menuding Israel melakukan apartheid terhadap warga Arab di wilayah Israel dan wilayah-wilayah yang Israel duduki. Tudingan tersebut disangkal oleh Kementerian Luar Negeri Israel yang menyebutnya "tidak masuk akal dan keliru."[1] Pada Februari 2022, organisasi hak asasi manusia lainnya Amnesty International menuduh Israel menerapkan kebijakan yang apartheid terhadap warga Palestina.[5]

Referensi

  1. ^ a b "Israel disebut melakukan kejahatan rasial ala apartheid atas Palestina". BBC News Indonesia. 28 April 2021. Diakses tanggal 10 Maret 2022. 
  2. ^ Konvensi Internasional 1973 tentang Penindasan dan Hukuman Kejahatan Apartheid
  3. ^ Benjamin Poground, 1993, Mereka Yang Berjasa Bagi Dunia: Nelson Mandela: Pemimpin Afrika Selatan Yang Dipenjara Selama Dua Puluh Tujuh Tahun Karena Berjuang Menentang Apartheid, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 9-10
  4. ^ 2Johannes G. Hoogeveen and Berk Ȫzler, “Not Separate, Not Equal: Poverty and Inequality in Post-Apartheid South Adrica”, The William Davidson Intitute At The University of Michigan Business School
  5. ^ Sastra Wijaya (3 Februari 2022). "Amnesty International : Kebijakan Israel Terhadap Warga Palestina Merupakan Tindakan Apartheid". Tempo.co. Diakses tanggal 10 Maret 2022.