Bahasa mati

Bahasa mati atau bahasa punah adalah bahasa yang tidak lagi memiliki penutur asli atau memang tidak dipergunakan lagi. Sebuah bahasa mati mungkin masih bisa dipelajari melalui tulisan atau rekaman, tetapi tetap saja bahasa itu dikategorikan punah, kecuali bila masih ada penutur yang fasih.[1]

Apabila bahasa tersebut sempat didokumentasikan, ada kemungkinan bahasa mati dapat dihidupkan kembali. Namun, hal ini jarang sekali terjadi.

Beberapa contoh bahasa mati antara lain:

  • Bahasa Sumeria yang pernah dituturkan di daerah yang sekarang disebut Irak.
  • Bahasa Galia yang dituturkan di daerah yang sekarang disebut Prancis.
  • Bahasa Tangut yang pernah dituturkan di Tiongkok bagian barat laut dan sebagian Mongolia Dalam.
  • Bahasa Khitan dan Bahasa Jurchen yang pernah dituturkan di Tiongkok bagian timur laut, yang pernah menjadi wilayah Manchuria atau Manchukuo masa pendudukan Jepang tahun 1931. Walaupun begitu, kerabat dekat Bahasa Jurchen yaitu Bahasa Manchu dan Bahasa Xibe masih dituturkan sebagian kecil masyarakat Manchu dan Xibo di propinsi Xinjiang atau Turkestan Timur.

Bahasa liturgis

Bahasa yang tidak memiliki penutur asli lagi, tetapi masih digunakan sebagai bahasa untuk mengiringi ritual keagamaan disebut bahasa liturgis.

Contoh bahasa liturgis:

Sering, bahasa-bahasa liturgis ini merupakan bentuk yang kuno dari beberapa bahasa mutakhir yang bisa dianggap anak bahasanya.

Referensi

  1. ^ Crystal, David (2002). Language Death. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0521012716. A language is said to be dead when no one speaks it any more. It may continue to have existence in a recorded form, of course traditionally in writing, more recently as part of a sound or video archive (and it does in a sense 'live on' in this way) but unless it has fluent speakers one would not talk of it as a 'living language'. 
Pengawasan otoritas: Perpustakaan nasional Sunting ini di Wikidata
  • Prancis (data)
  • Republik Ceko


  • l
  • b
  • s