Babiola

Babiola adalah seni pertunjukan tutur lisan yang berisi penuturan cerita oleh seniman babiola secara berirama dengan diiringi biola. Babiola berkembang dalam masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan, dari bagian selatan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Babiola memiliki identitas yang khas dari Minangkabau yang menjadi pembeda antar suku lain. Identitas tersebut yaitu berupa keberadaan ratok sikambang. Ratok sikambang adalah menyampaikan bagian cerita dengan irama sedih, baik vokal maupun instrument. Ratok sikambang merujuk pada kata ratapan sikambang (istilah untuk pembantu/pelayan) yang senantiasa hidup dalam tekanan dan kesedihan. Mayoritas cerita yang dituturkan dalam babiola merupakan cerita-cerita yang menyampaikan kisah kehidupan yang diliputi dengan penderitaan dan kesedihan, baik cerita lama dan cerita baru. Cerita yang disampaikan merupakan prosa berirama yang berisi kisah fiksi.[1]

Babiola berkembang dalam masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan, dari bagian selatan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu, hingga ke bagian utara yang berbatasan dengan Kota Padang, serta beberapa daerah lain di luar kabupaten Pesisir Selatan. Selain itu biola juga berkembang di daerah Padang dan Muarolabuah. Pelaku babiola di daerah luar Pesisir Selatan biasanya merupakan tukang babiola yang berdomisili di daerah tersebut[1]

Sejarah

Secara historis keberadaan babiola dipengaruhi oleh kedatangan bangsa Eropa ke Pesisir Selatan sekitar abad ke XVI. Dalam perkembangan perdagangan dan penguasaan Potugis di Pesisir Selatan, mereka membawa kesenian yang menggunakan alat musik viol. Interaksi dengan masyarakat Portugis menjadikan masyarakat Pesisir Selatan mengenal alat musik biola (viol). Masyarakat dan seniman Pesisir Selatan yang terbuka dan adaptif dalam menerima suatu yang baru dan baik, menjadikan biola sebagai intrumen musik untuk mengiringi penuturan kaba. Alat musik ini dimainkan dengan posisi duduk sambil bercerita [1]

Seiring perkembangan teknologi Babiola mulai populer dan dikenal luas masyarakat Minangkabau hal ini dikarenakan banyaknya media-media yang mulai mempublikasikan kesenian yang dimainkan menggunakan alat musik biola ini. Babiola ini tidak hanya dikenal dibaian pesisir selatan namun alat musik yang dimainkan dengan biola ini sudah dikenal luas pada masyarakat Minangkabau. Karena pada dasarnya baik masyarakat maupun ajaran adat Minangkabau secara umum merupakan perkembangan adat dan masyarakat Pesisir Selatan, tepatnya dari Inderapura. Hal tersebut terlihat dari mayoritas situs-situs yang berkaitan dengan legenda-legenda klasik Minangkabau terdapat di daerah Pesisir Selatan, tepatnya dalam wilayah bekas Kesultanan Inderapura.[1]

Alat Musik

Babiola menggunakan instrumen musik jenis biola (violin) yang terklasifikasi dalam keluarga alat musik dawai kelompok bowed lute dengan 4 senar. Meskipun biola merupakan alat musik yang berasal dari luar kebudayaan Pesisir Selatan, tukang biola tidak membeli biola dari luar negeri. Hal ini dikarenakan Mayoritas tukang biola memiliki kemampuan untuk membuat biola sesuai dengan kebudayaan Pesisir Selatan.[1]

Waktu Pelaksanaan

Seni pertunjukan Babiola ini biasanya ditampilkan untuk memeriahkan berbagai perhelatan masyarakat, baik perhelatan keluarga maupun adat dan pemerintah. Perhelatan pernikahan dan khitanan, khatam Qur’an merupakan alek (acara perhelatan) keluarga yang pada masa lampau senantiasa menampilkan babiola sebagai hiburan utama. Acara alek datuak (mendeklarasikan dan mengukuhkan gelar pimpinan kaum) dan acara pemerintahan biasanya senantiasa dimeriahkan dengan penampilan babiola. Babiola lazimnya ditampilkan pada malam hari, setelah jadwal sholat Isya sekitar jam 20.00 sampai menjelang shalat Subuh sekitar jam 04.30. WIB.[1]

Fungsi

Fungsi hiburan

Sebagai seni dalam masyarakat tradisional, babiola menyandang fungsi utama sebagai hiburan. Fungsi lainnya adalah sebagai wahana pengukuhan dan transformasi nilai yang harus dijunjung oleh masyarakat Minang. Babiola sebagai aktivitas seni juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan estetika, baik kebutuhan ekspresi tukang (seniman) maupun kebutuhan masyarakat penikmat. Talenta yang dimiliki oleh tukang biola dalam menuturkan cerita serta memadu dengan irama-irama yang keluar dari suara biola mampu membuat penikmat untuk tertawa senang, atau meneteskan air mata.[1]

Fungsi ekonomi

Fungsi lain yang yang melekat pada babiola adalah fungsi ekonomi. Aktivitas kesenian babiola menjadi sumber mata pencaharian seniman biola. Selain upah dari penampilan dan rekaman, seniman biola yang memiliki kemampuan membuat biola, pendapatan keuangan juga bisa mereka raih dari membuat dan menjual biola, baik untuk kebutuhan seniman lain.[1]

Fungsi pendidikan

Seni Masyarakat Tradisonal Minang ini selain memiliki fungsi hiburan dan ekonomi juga memiliki fungsi pendidikan. Fungsi pendidikan pada saat ini mulai menjadikan babiola sebagai salah satu materi pembelajaran yang dapat memberikan sumbangan literasi dan wawasan seni pada kabupaten Pesisir Selatan [1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i ditwdb (2019-09-04). "Babiola, Seni Pertunjukan Tutur Lisan". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Diakses tanggal 2020-09-17.